Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayu Fitria Utami
Abstrak :
Baby-Led Weaning (BLW) menjadi salah satu metode pengenalan makanan yang baru-baru ini menjadi trend di kalangan ibu-ibu. Tujuan dari studi kualitatif ini adalah untuk menggali pegalaman ibu yang melakukan pengenalan makanan pendamping dengan metode BLW. Desain penelitian yang digunakan adalah fenomenologi deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara. Partisipan yang didapat hingga mencapai saturasi adalah berjumlah 13. Tema yang didapat sebanyak 10 antara lain membebaskan anak membuat keputusan, merasa khawatir dengan kondisi anak, anak tidak picky eater, menjaga kondisi yang kondusif selama anak makan, mencari tahu informasi sebelum dan selama menerapkan BLW, anak pernah tersumbat (gagging), anak mengalami tersedak (choking), merasa stress di awal BLW, anak lebih mandiri ketika proses makan, dan merasa senang walaupun sulit di awal saat melaksanakan BLW. Kendala dalam penelitian ini adalah susahnya perekrutan partisipan dan kurang variatifnya latar belakang partisipan. ......Baby-Led Weaning (BLW) becoming one of the most happening methods in introducing complementary food among mothers nowadays. The aim of this qualitative study was to explore the mothers experience in introducing complementary food with a Baby-Led Weaning Method. The study design was descriptive phenomenology. In-depth structured interviews were conducted with 13 participants until we reached data saturation. We identified 10 themes: letting the child make a decision, feeling worried about child condition, the children not being picky eater, the need to keep a conducive condition during the eating process, the need to looking for information before and after applying BLW, the child having gagged, the child having choked, stressful feeling at the beginning, the child becoming more independent at the eating process, and feeling happy about the achievement. The limitation of this study was the limited variety of the participants background.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T53284
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klara Yuliarti
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang.Masa pemberian makanan pendamping air susu ibu (MPASI), yaitu usia 6 sampai 24 bulan, merupakan salah satu periode kritis untuk mencegah malnutrisi. Growth faltering banyak terjadi pada fase ini, disebabkan kandungan nutrisi MPASI yang tidak lengkap dan tidak seimbang serta tingginya angka infeksi.Prevalensi defisiensi seng pada usia 6-24 bulan tinggi, baik di negara berkembang maupun negara maju. Mayoritas MPASI pertama yang diberikan di Indonesia berupa produk nabati, yaitu beras, beras merah, kacang-kacangan, buah, dan sayur yang memiliki kandungan seng yang rendah dan fitat yang tinggi sehingga merupakan faktor risiko defisiensi seng. Hati ayam merupakan sumber seng, protein, dan zat besi yang baik. Perlu dilakukan evaluasi pemberian hati ayam sebagai MPASI pertamadalam hal akseptabilitas, toleransi, serta efektivitas terhadap status seng. Tujuan. Mengevaluasi MPASI buatan rumah berbahan dasar hati ayam dalam hal akseptabilitas, toleransi, dan efektivitas terhadap status seng. Metode. Uji klinis acak dengan pembanding MPASI tepung beras fortifikasi dilakukan di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Koja, dan Kramat selama Februari sampai Juni 2014. Terdapat tiga kelompok intervensi, yaitu kelompok MPASI hati ayam, MPASI bubur susu (tepung beras fortifikasi, mengandung susu), dan MPASI single grain (tepung beras fortifikasi tanpa susu). Intervensi dilakukan selama 30 hari. Sebelum dan sesudah intervensi dilakukan pengukuran antropometri dan pemeriksaan seng plasma. Setiap hari dilakukan pencatatan volume MPASI yang dihabiskan dan efek samping. Analisis Anova dan Bonferroni dilakukan untuk menilai perbedaan antar kelompok. Korelasi Pearson dan regresi linear digunakan untuk menilai faktor-faktor yang memengaruhi status seng plasma. Hasil. Sebanyak 90 bayi diikutsertakan dalam penelitian, namun terdapat 7 subjek drop-out dan 17 sampel darah lisis sehingga data yang dapat dianalisis adalah 66 bayi. Akseptabilitas ketiga jenis MPASI setara. Tidak didapatkan efek simpang pada semua kelompok. Ketiga jenis MPASI dapat memenuhi kebutuhan harian seng sebesar 3 mg/hari. Efektivitas terhadap status seng ditunjukkan dari selisih seng plasma pra-intervensi dan pasca-intervensi. Perbedaan selisih sengplasma (μg/dL) hati ayam dan bubur susu adalah 12,0 (IK 95% 0,6;23,4), hati ayam dan single grain adalah 12,0 (-23,4;-0,6), serta bubur susu dan single grain 8,5 (-2,3;19,3). Pertambahan berat badan dan panjang badan berbeda bermakna antara ketiga kelompok. Simpulan. Akseptabilitas MPASI hati ayam setara dengan tepung beras fortifikasi. Tidak didapatkan efek samping selama pemberian MPASI hati ayam dan tepung beras fortifikasi. Efektivitas MPASI hati ayam terhadap status seng plasma lebih baik dibandingkan tepung beras fortifikasi. Faktor yang memengaruhi efektivitas MPASI terhadap status seng plasma adalah jenis MPASI, yang mungkin berkaitan dengan rasio molar fitat/seng, dan asupan kalsium.
ABSTRACT
Background.High prevalence of zinc deficiency and growth faltering were observed during the complementary feeding perioddue to low quality complementary food and high prevalence of infection. Most of first complementary food given to Indonesian infants were plants sources which contain low zinc and high phytate, thus put Indonesian babies into high risk of zinc deficiency. Chicken liver is a good source of zinc, protein, and iron, making it a good option for complementary food. Objective. To evaluate chicken liver based complementary food in terms of acceptability and effectivity on zinc status. Method. Randomized clinical trial comparing three groups of complementary food:chicken liver, fortified rice cereal containing milk, and fortified rice cereal without milk given to predominantly breastfed infant aged around 6 month old. This study took place in primary health care of Jatinegara, Koja, and Kramat District during February to June 2014. Intervention was given for 30 days. Anthropometric measurement and plasma zinc investigation were performed before and after intervention. Amount of consumed complementary food was recorded daily. Anova and Bonferroni test were used to evaluate difference between groups. Factors influencing plasma zinc status were evaluated with Pearson correlation and linear regression. Results. Ninety babies were enrolled, 7 subjects refused to continue study and 17 blood samples were hemolyzed thus only 66 subjects were analyzed. The three groups shown similar acceptability and were able to met daily requirement of zinc of 3 mg/day. No adverse effect was observed during study period. The increment of pra-intervention and pasca-intervention plasma zinc was used as an indicator of effectivity on zinc status. Mean difference of zinc increment (μg/dL) between two groups were 12,0 (95% CI 0,6;23,4) for chicken liver and rice cereal containing milk, 12,0 (-23,4;-0,6) for chicken liver and rice cereal without milk, and 8,5 (-2,3;19,3) for rice cereal containing milk and without milk. Weight and length increment showed significant difference between three groups. Conclusions. The three groups showed no difference in acceptability and were able to met daily requirement of zinc of 3 mg/day. Chicken liver group demonstrated better effectivity on zinc status compared to fortified rice cereal groups. Dietary factors influencing plasma zinc status were type of complementary food, which probably correlated with molar ratio of phytate/zinc, and calcium intake.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Renny Permatasari
Abstrak :
ABSTRAK
Makanan terfortifikasi yang merupakan salah satu pendekatan berdasar makanan dapat dijadikan salah satu intervenesi untuk mengurangi angka kejadian pendek sedang pada anak dibawah lima tahun. Pada studi ini, level fortifikasi dihitung berdasarkan kesenjangan antara kebutuhan nutrisi dan pengoptimalan makanan pendamping yang dikembangkan berdasarkan pendekatan linear programming. Studi ini dibagi menjadi tiga fase; 1) pengembangan rekomendasi makanan pendamping menggunakan perangkat lunak OPTIFOOD , 2) pengembangan biskuit terfortifikasi, dan 3) uji penerimaan biskuit dengan desain tiga lengan silang acak. Lima puluh satu anak ikut serta pada uji penerimaan. Tepung jagung, tepung kacang kedelai, dan bubuk daun kelor digunakan sebagai bahan baku utama biskuit. Sembilan zat gizi ditambahkan sebagai fortifikan yang ditambahkan pada high nutrient dense fortified biscuit (zatbesi, seng, kalsium, B1, B3,B6 asam folat, B12, dan vitamin A) dan delapan zat gizi (kecuali vitamin A) ditambahkan pada standard nutrient dense fortified biscuit. Anak-anak dapat mengonsumsi 80%, 75%, dan 70% biskuit tidak terfortifikasi, standard nutrient dense fortified biscuit, and high nutrient dense fortified biscuit. Kebanyak pengasuh menyukai aroma dan warna dari biskuit tetapi kurang menyukai teksturnya (dengan nilai uji pengindaraan berurutan 2.08 dan 2.20). tidak ada perbedaan yang nyata pada ketiga jenis biskuit tersebut.
ABSTRACT
Fortified food as one of food based approach can be used as intervention to reduce prevalence of moderate stunting. In this study, fortificant level was calculated based on the gap between requirement nutrient intakes (RNI) and optimized complementary feeding developed using linear programming approach. This study was divided into three phases; 1) developing optimized complementary feeding recommendation using OPTIFOOD software, 2) developing the fortified biscuits, 3) biscuit acceptability trial with three arms randomized cross over design. Fifty one children participated in acceptability trial. Corn flour, soy flour, moringa leaves powder were used as the main ingredients of biscuits. Nine nutrients (iron, zinc, calcium, B1, B3,B6, folate, B12, Vit A) were added as fortificants in high nutrient dense fortified biscuit and eight nutrients (except Vit A) were added in standard nutrient dense fortified biscuit. The children could consume 80%, 75% and 70% of unfortified, standard nutrient dense fortified biscuit, and high nutrient dense fortified biscuit respectively. The majority of caregiver liked the aroma and color of biscuits but less of texture for standard and high nutrient dense fortified biscuit (with organoleptic score 2.08 and 2.20, respectively). There was no significant difference among the three types of biscuits.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octavita Dwi Yuliani
Abstrak :
Studi ini berangkat dari minimnya hasil proses sosialisasi yang menggunakan pendekatan komunikasi yang bersifat transaksional dalam mengubah perilaku sasaran. Dengan tujuan mengetahui pemaknaan Ibu sebagai peserta sosialisasi pencegahan penyalahgunaan bahan berbahaya pada pangan, serta faktor yang pembentuk makna tersebut, penelitian dengan menggunakan pendekatan komunikasi sebagai proses produksi dan pertukaran makna, dilakukan. Penelitian ini menelusuri penerimaan pesan dengan teori Audience Reception, menurut Stuart Hall dan teori perkembangan kognitif sosial menurut Vygotsky. Oleh karena penerima pesan adalah pengguna sebagai konsumen pangan, faktor yang memengaruhi perilaku konsumen dapat membentuk kondisi penerimaan pesan. Berdasarkan kompleksnya pemaknaan pesan, melalui studi fenomenologi dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, didapatkan 3 posisi penerimaan pesan : Dominant-hegemoni, Negotiable, dan Opposition. Sedangkan faktor yang diduga membentuk penerimaan pesan dengan pada unit analisis, adalah faktor budaya dan sosial. ......This study departs from the lack of results of the socialization process that uses transactional approach in changing the target behavior. In order to determine how mother to interpret message of misuse hazardous substances in food as a socialization participant, as well as the factors that shape the meaning, this study used a different approach, namely communication as a process of production and exchange of meaning. The research used the Audience Reception Theory developed by Stuart Hall, supported by other theory from Vygotsky called, Social Development Theory through interaction and discussion with the social group. Therefore, the message recipient is the user, the factors that influence consumer behavior can create conditions receiving messages. Based on the complexity of the meaning of the message , through a phenomenological study with data collection through interviews , obtained 3 position receiving messages: Dominant - hegemony, Negotiable, and the Opposition . While the factors that allegedly form the receipt of the message by the unit of analysis, is the cultural and social factors.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kathleen H. Liwijaya-Kuntaraf
Bandung: Indonesia Publishing House, 1995
641.302 KAT m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Florentinus Gregorius Winarno
Bogor: M-BRIO press, 2002
641.302 WIN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Resti Nuraeni
Abstrak :
Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Pemberian makanan pendamping sebelum usia 6 bulan dapat berisiko terhadap gangguan tumbuh kembang bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemberian MP-ASI dini dan faktor yang berpengaruh terhadap pemberian MP-ASI dini. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain cross sectional dan jumlah sampel sebanyak 191 ibu yang memiliki bayi umur 2-12 bulan di wilayah Kecamatan Makasar. Penelitian dilakukan di tiga Puskesmas di wilayah Kecamatan Makasar, yaitu Puskesmas Kelurahan Cipinang Melayu, Puskesmas Kelurahan Kebon Pala, dan Puskesmas Kecamatan Makasar. Analisa hubungan menggunakan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi pemberian MP-ASI dini di Kecamatan Makasar sebanyak 53,9%. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara status pekerjaan ibu dan tingkat pengetahuan ibu mengenai dampak pemberian MP-ASI dini dengan pemberian MP-ASI dini. Namun, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur, pendidikan, paritas, praktik IMD, dan berat lahir bayi dengan pemberian MP-ASI dini. ...... Complementary foods are foods or drinks that contain nutrients, given to infants or children aged 6-24 months in order to meet the nutritional needs other than breast milk. Complementary feeding before the age of 6 months can be at risk for impaired growth and development of infants. This study aims to describe the giving early complementary feeding and factors that influence of giving early complementary feeding. This study is a quantitative cross-sectional design and a sample size of 191 mothers of infants aged 2-12 months in the Districts Makasar. The study was conducted in three health centers in the Districts Makasar, namely Cipinang Melayu Health Centers, Kebon Pala Health Centers, and Makasar Health Centers. Analysis of the relationship using the chi square test. The results showed that the prevalence of giving early complementary feeding in the Districts Makasar as much as 53,9%. Statistical test results showed significant relationship between maternal employment status and mother's level of knowledge about the impact of giving early complementary feeding in the giving early complementary feeding. However, there is no significant relationship between age, education, parity, early initiation of breastfeeding practices, and birth weight infants with giving early complementary feeding.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54505
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library