Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dedek Muhammad
"Globalisasi perdagangan makanan dan perkembangan teknologi dalam produksi perikanan, penanganan, pengolahan dan distribusi serta peningkatan kepedulian dan permintaan konsumen untuk keamanan dan mutu makanan yang tinggi menjadikan keamanan pangan dan jaminan kualitas yang tinggi dalam kepedulian publik dan perioritas bagi banyak pemerintah. Dalam hal pengelolaan perikanan, tahapan kegiatan pasca produksi menjadi hal yang penting dan perlu untuk diperhatikan dalam mengusahakan peningkatan nilai komoditas perikanan tangkap karena berkaitan erat dengan pengupayaan keamanan pangan dan jaminan kualitas ikan yang diharapkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai peranan hukum dan kebijakan-kebijakan pemerintah terkait kegiatan pasca produksi dalam pengelolaan perikanan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan melihat pengaturan yang telah ada terkait dengan kegiatan pasca produksi dari tataran legislasi hingga petunjuk teknis. Ketentuan hukum mengenai kegiatan pasca produksi perikanan belum sepenuhnya diatur secara eksplisit untuk meningkatkan komoditas perikanan Indonesia di pasar lokal ataupun global.

The globalization of food trade and technological developments in fisheries production, handling, processing and distribution as well as the increased consumer concern and demand for high food safety and quality make food safety and high quality assurance became public awareness and priority for many governments. In terms of fisheries management, post production activities stages are important and need to be taken into account in trying to increase the value of Indonesia rsquo s capture fishery commodities as they are closely linked to food security and quality assurance of expected fish. This study was conducted to find out more about the role of law and government policies related to post production activities in capture fisheries management in Indonesia. This study was conducted by looking at existing arrangements related to post production activities from the level of legislation to technical guidance. Legal provisions concerning post fishery production activities have not been fully explicitly regulated to increase Indonesian fishery commodities in local or global markets."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Farida
"Label pangan memiliki peranan yang penting dalam memengaruhi keputusan konsumenuntuk membeli produk pangan. Pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakansebagai upaya menjamin keamanan pangan melalui pencantuman informasi yang benardan jelas pada label pangan antara lain Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentangPangan, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan,dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2017tentang Pendaftaran Pangan Olahan. Namun, implementasi kebijakan tersebut belumberjalan optimal dan masih banyak ditemukan pelanggaran label khususnya produkyang dihasilkan oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah UMKM pangan. Penelitianini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi implementasi kebijakanlabel pangan pada UMKM pangan di Jakarta dan Semarang. Penelitan ini dilakukandengan pendekatan kualitatif untuk menggali pandangan stakeholder melaluiwawancara mendalam serta fokus grup diskusi FGD . Dilakukan content analysisuntuk menyimpulkan fenomena tematik yang dilengkapi dengan observasi terhadap 12produk UMKM di Jakarta dan 7 produk UMKM di Semarang sebagai bentuk triangulasiuntuk menjaga validitas data. Analisis diperdalam dengan framework implementasikebijakan Edward III meliputi empat variabel yang mempengaruhi implementasikebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Hasilobservasi terhadap label UMKM pangan mendapatkan produk yang Tidak MemenuhiKetentuan TMK di Jakarta 91,6 dan Semarang 85,7 dengan pelanggarantertinggi adalah tidak tercantumnya keterangan kode produksi. Rendahnya penerapankebijakan label pangan antara lain disebabkan kurangnya dukungan pemerintahsehingga membatasi frekuensi sosialisasi, alokasi sumber daya, monitoring dan evaluasijuga memengaruhi koordinasi lintas sektor yang menyebabkan rendahnya keberhasilanprogram pengawasan dan pembinaan UMKM pangan. Penerapan kebijakan labelpangan pada UMKM pangan di Jakarta dan Semarang belum berjalan optimal yangdibuktikan dengan masih tingginya pelanggaran terhadap pencantuman keterangan padalabel. Untuk itu, pemerintah diharapkan dapat memperkuat frekuensi komunikasi,alokasi sumber daya, monitoring dan evaluasi serta koordinasi lintas sektor agar prosesimplementasi kebijakan oleh UMKM pangan baik di Jakarta maupun Semarang dapatberjalan optimal.Kata kunci:Implementasi kebijakan, label pangan, UMKM pangan.

Food labels have an important role in affecting consumer decisions when purchasing aproduct. The government has set various policies in an effort to ensure food safetythrough correct and clear labelling, including Law No. 18 of 2012 on Food, GovernmentRegulation No. 69 of 1999 on Food Labelling and Advertisement, and Head of NationalAgency for Drug and Food Control Regulation No. 27 of 2017 on Food ProductRegistration. However, implementation of these policies is not optimal and manyviolations occur especially in Micro, Small, and Medium Food Enterprises MSME .This research is aimed analyzing the factors that affect the implementation of foodlabelling policies in food MSME in Jakarta and Semarang. This is a qualitative studyaimed at identifying stakeholder views through in depth interviews and Focused GroupDiscussions FGD . Content analysis was performed to determine the thematicphenomena, completed with observation of 12 MSME products in Jakarta and 7products in Semarang as a form of triangulation to maintain data validity. Analysis wasdetailed by framework implementation of Edward III policy which includes fourvariables that affect the implementation of a policy ndash communication, resources,disposition, and bureaucracy structure. Observations of MSME food labels revealedmajor violations in Jakarta 91.6 and Semarang 85.7 as production codes werenot printed on the labels. This low rate of policy implementation was caused by the lackof government support which limited socialization frequency, resource allocation,monitoring and evaluation that also affected coordination across sectors that caused alow success rate of the monitoring and maintenance program for food MSME.Implementation of food labeling policies in food MSME in Jakarta and Semarang is notoptimal as proven by the high rate of violations towards items to be posted on foodlabels. Therefore, the government should enhance the frequency of communication,resource allocation, monitoring and evaluation, as well as coordination across sectors toensure optimum implementation of the policy in Jakarta and SemarangKey words Implementation of policies, food labelling, food MSME"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashadi Indrahardi
"Penelitian ini menganalisis perbandingan pengaturan keamanan dan pelindungan pemilik hewan peliharaan sebagai konsumen atas pet food yang berbahaya antara Indonesia dan Amerika Serikat. Penelitian juga membandingkan upaya hukum gugatan class action atas pet food yang berbahaya di kedua negara tersebut. Saat ini, industri pet food di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat, namun regulasi yang mengatur keamanannya masih belum komprehensif. Saat ini regulasi di Indonesia belum memiliki peraturan spesifik yang mengatur keamanan pet food, hal ini berbeda dengan Amerika Serikat yang memiliki sistem regulasi berlapis dan komprehensif melalui berbagai peraturan yang mencakup seluruh tahapan dari produksi, distribusi, dan pemasaran pet food, serta kewenangan absolut United States Food and Drug Administration selaku regulator. Dalam hal upaya hukum, baik Indonesia maupun Amerika Serikat mengakui gugatan class action. Namun, penerapannya di Indonesia masih menghadapi tantangan seperti kurangnya kesadaran publik, kompleksitas proses, dan kekhawatiran akan biaya dan waktu. Sementara di Amerika Serikat, gugatan class action lebih mapan sudah lebih banyak diimplementasikan secara kuantitas. Gugatan class action terbukti efektif dalam kasus-kasus kontaminasi pet food yang menghasilkan ganti rugi signifikan bagi konsumen. Oleh karena itu, efektivitas class action sebagai alat pelindungan konsumen di Indonesia masih belum optimal dibandingkan dengan Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia dituntut untuk dapat membentuk kerangka regulasi yang komprehensif atas keamanan pet food dan penyelesaian sengketa konsumen melalui upaya gugatan class action.

This research presents a comparative analysis of the regulatory frameworks governing the safety and consumer protection for pet owners concerning hazardous pet food in Indonesia and the United States. Furthermore, the study compares the application of class action litigation as a legal remedy for cases involving harmful pet food in both nations. While the pet food industry in Indonesia is experiencing rapid growth, the regulatory framework governing its safety remains underdeveloped. Unlike the United States, which boasts a multi-layered and comprehensive regulatory system, Indonesia currently lacks specific regulations dedicated to pet food safety. The American system encompasses all stages, from production and distribution to marketing, with the United States Food and Drug Administration (FDA) holding primary regulatory authority. In terms of legal recourse, while both Indonesia and the United States recognize the legal standing of class action lawsuits, their application differs significantly. In Indonesia, implementation is fraught with challenges, including low public awareness, procedural complexities, and concerns regarding the associated time and cost. Conversely, class action litigation is a well-established and frequently utilized mechanism in the United States, where it has proven effective in cases of pet food contamination, yielding substantial damages for consumers. Consequently, the efficacy of class action as a tool for consumer protection in Indonesia is suboptimal compared to its counterpart in the United States. It is therefore imperative for the Indonesian government to establish a comprehensive regulatory framework for pet food safety and to enhance consumer dispute resolution mechanisms, particularly through the effective implementation of class action lawsuits."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library