Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 35 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Pamulardi
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999
346.046 75 BAM h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Santoso Markendan
"Saat ini bangsa Indonesia sedang melaksanakan pembangunan. Pembangunan tersebut untuk membentuk masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka pembangunan tersebut tentu diperlukan modal dasar baik berupa sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang sangat potensial seperti hutan.
Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan merupakan salah satu sumber alam yang sangat bermanfaat bagi peningkatan hidup bangsa Indonesia. Hal ini apabila dikelola dan dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan kelestariannya.
Setelah anjloknya harga minyak di pasaran dunia yang membawa dampak negatif bagi perekonomian dunia umumnya dan perekonomian Indonesia khususnya, perhatian pemerintah ditujukan kepada sumber daya alam nonmigas yang dapat menggantikan kedudukan minyak dan gas bumf sebagai sumber utama perekonomian Indoensia.
Hutan yang merupakan salah satu sumber daya alam nonmigas turut memberikan sumbangan yang tidak sedikit dalam memajukan perekonomian Indonesia selain sumber daya alam nonmigas lainnya. Selain memberikan sumbangan di bidang perekonomian, hutan berfungsi mencegah bahaya banjir dan erosi, memelihara kesuburan tanah, pertahanan nasional, industri dan ekspor dan lain-lain seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.
Untuk menjaga agar hutan tetap terjamin secara baik, maka pemerintah menyerahkan hak pengelolaan hutan kepada perusahaan milik negara maupun perusahaan swasta, berdasarkan suatu perjanjian pengusahaan hutan yang disebut Forestry Agreement. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 1970 pada pasal 9, perusahaanperusahaan yang dapat diberikan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah Perusahaan milik negara; Perusahaan Swasta; Perusahaan Campuran.
Di dalam Forestry Agreement ini perusahaan-perusahaan diberikan hak untuk mengusahakan hutan disertai kewajiban-kewajiban perusahaan di samping hak dan kewajiban dari pemerintah.
Setelah tercapainya Forestry Agreement antara pemerintah dengan perusahaan-perusahaan swasta, maka berasarkan pasal 1 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1970 Pemerintah diwakili oleh Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak Pengusahaan Hutan (HPH) kepada perusahaan-perusahaan. Dengan keluarnya Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) maka perusahaan telah mempunyai hak untuk mengeksploitasi hutan."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T10720
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicko Ronny Gardono
"Tesis ini menelaah sebuah kebijakan publik yaitu Perpu 1/2004 yang berisikan tentang ijin kepada tiga belas perusahaan tambang untuk melakukan kegiatan pertambangan di hutan lindung. Alasan kegentingan memaksa karena krisis ekonomi patut yang melatar belakangi kebijakan publik ini patut dikritisi dengan melakukan kajian kebijakan dengan menggunakan analisa kronologis keluarnya Perpu 1/2004 dan dengan metode cost benefit analysis. Kajian kronologis keluarnya kebijakan menunjukan tidak ada transparansi dan akuntabilitas kepada publik dengan tidak diakomodasinya masyarakat sekitar hutan yang merupakan pihak yang akan terkena langsung dari kebijakan ini, secara materiil Perpu 1/2004 ini bertentangan dengan peraturan yang mempunyai kedudukan lebih tinggi seperti UUD' 45 pasal 28h dan pasal 33, UU No 10/2004, UU Na. 5/1990 pasal 19, UU 41/1999 pasal 24 dan pasal 38 serta UU 5/1994, secara formil perubahan bentang alam yang mempunyai fungsi khusus seperti hutan lindung sangatlah beresiko di tengah terjadinya deforestrasi di hutan Indonesia. Kajian menggunakan metode Cost & Benefit Analysis menunjukan bahwa secara jangka pendek kegiatan pertambangan memberikan keuntungan lebih tinggi daripada nilai intrinsik hutan lindung dan secara jangka panjang akan cenderung merugikan. Tampak perlu cara pandang baru dalam memandang sumber daya alam ini dengan lebih memperhitungkan nilai intrinsik alam yang selama ini diabaikan. Dengan cara itu akan timbul sikap humble economy, yang berarti tidak memandang kepentingan ekonomi sebagai satu-satunya alasan yang sah dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan maka rencana penambangan di hutan lindung tampaknya memerlukan kajian lebih mendalam dan dilihat secara kasus per kasus di setiap lokasi. Perhitungan alih fungsi lahan hutan menjadi areal pertambangan perlu ditelaah nilainya dalam kerangka analisis cost-benefit dalam jangka panjang."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T17114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Noor
"Otonomi Daerah sejak Tahun 200 l diterapkan, dengan perubahan paradigma Pembangunan yang ditujukan kepada penguatan sumber daya Iokal, demokratisasi dan kemandirian masyarakat Kebijakan ini temyata menimbulkan berbagai permasalahan diseputar penerapannya. Salah satu permasalahan tersebut adalah mengenai Tarik Menarik Kewenangan Di Bidang Perizinan antara Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah.
Tulisan ini merupakan analisa sederhana dari basil penehtian mengenat permsalahan tersebut dengan mengidentifikasi wujud, penyebab dan beberapa implikasi tarik menarik kewenangan tersebut dan pemecahan pennasalahan tersebut melalul rekomendasi. Dengan menggunakan metode kua1itatif deskriptif.
Tulisan ini mencoba menggambarkan secara singkat dari hasil temuan penelitian antata lain mengenai wujudnya ada1ah Tumpang tindih kewenangan, keridakjelasan kewenangan dan adanya campur tangan Pemerintah Propinsi kepada urusan rumah tangga Kabupaten. Adapun Penyebab dari permasalahan ini antara lain, beragamnya pemahaman desentrahsasi pada semua tingkat Pemerintah, tidak adanya kesesuaian antara regulasi otonomi daerah dan teknis serta tidak adanya konsitiasi kelernbagaan daerah mengenai kewenangan tersebut.
Berdasarkan kondisi empirik: yang terjadi di lapangan friksi mengenai pengaturan kewenangan itu juga dipicu dari kepentingan masing masing itu tentu saja dari keinginan baik (good will) kedua pihak yang bertikai dan di mediasi oleh pemerintah pusat.
Bagian akhir tesis menyampaikan pula anallsa sederhana mengenai Good Forestry Governance yang dapat bersinergi dengan Otonomi daerah itu sendiri. Merupakan sumbang pemikiran bagi daerah terhadap berbagai konflik kepentingan yang terjadi sepanjang penerapan otonomi daerah."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T5039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrijani S.
"ABSTRAK
Tindak Pidana Kehutanan di Indonesia telah menjadi masalah serius yang tidak hanya berdimensi hukum, tetapi juga memiliki dimensi ekonomi, sosial, dan politik. Kondisi yang demikian menyebabkan tindak pidana kehutanan dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana luar biasa yang menuntut penanganan yang luar biasa pula. Dalam mengkaji tindak pidana kehutanan bukan saja aspek hukum positifnya yang mesti disoroti, tetapi juga aspek sejarah hukum dan masalah penegakan hukumnya. Aspek sejarah hukum sangat diperlukan untuk melihat politik hukum pemerintah dalam menangani masalah tindak pidana kehutanan yang nantinya dapat digunakan sebagai referensi pembuatan kebijakan pada masa kini. Sementara, aspek penegakan hukum boleh dikatakan integral dengan aspek hukum positif, karena penegakan hukum merupakan upaya untuk mengejawantahkan atau mengimplementasikan hukum positif agar memiliki keberlakuan secara efektif. Berhasil atau tidaknya penegakan hukum terhadap tindak pidana kehutanan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang terkait, yakni instrumen hukum yang memadai, kebijakan dan peraturan yang mendukung, aparat penegak hukum serta kapasistas kelembagaan yang kuat, proses peradilan yang bersih, dan sanksi hukum yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana.

ABSTRAK
Forestry criminal act in Indonesia has been serious problem that is not only having legal dimension, but also having economic, social, and political dimension. That condition cause forestry criminal act has been able to be qualified as an extraordinary crime that is also pursuit extraordinary handling. In studying forestry criminal act, is not just positive law aspect that must be viewed, but also the aspect of legal history and its law enforcement. The aspect of legal history is much needed to see government's politics of law in handling the forestry criminal act and eventually can be used as policy making references in nowadays. At the same time, the aspect of law enforcement can be said integrated with positive law, because the law enforcement is effort to implement positive law in order to have deed effectively. Success or not the law enforcement toward forestry criminal act in Indonesia influenced by many factors, are sufficient law instruments, supporting policies and rules, law enforcer apparatus and strong institutional capacity, also, clean judicial process, and punishment that is imposed toward criminal actor.
"
Lengkap +
2007
T22902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salim H.S.
Jakarta : Sinar Grafika, 2003
346.046 75 SAL d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Salim H.S.
Jakarta: Sinar Grafika, 2006
346.046 75 SAL d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Salim H.S.
Jakarta: Sinar Grafika, 1997
346.046 75 SAL d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Kusumawati
"Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dimulai dari tahap perencanaan sampai dengan proses perizinan pinjam pakai kawasan hutan hal tersebut untuk menghindari adanya tumpang tindih penggunaan kawasan hutan. Langkah selanjutnya penyempurnaan kebijakan yang lebih rasional sehingga tidak menimbulkan kerancuan di lapangan. Selain hal tersebut perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan tentang peraturan perundang-undangan di sektor kehutanan maupun pertambangan agar diperoleh kesepahaman.
Kegiatan dan kebijakan mengenai pertambangan yang menggunakan kawasan hutan di Indonesia sudah diatur oleh berbagai sektor diantaranya sektor Kehutanan, Pertambangan, Lingkungan Hidup dan juga peran serta Pemerintahan Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota). Berbagai permasalahan terjadi pada kawasan hutan terutama kawasan hutan lindung, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Adanya kegiatan pertambangan yang sudah dan sedang beroperasi pada berbagai tahapan baik perizinan, permohonan, eksplorasi maupun produksi menambah persoalan dalam mengatasi penggunaan lahan di kawasan hutan. Permasalahan lain yang muncul adalah dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dengan fokus dan nuansa desentrralisasi otonomi daerah, maka sebagian Pemerintahan Daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota) mengasumsikan bahwa kewenangan Pertambangan juga termasuk menjadi wewenang Pemerintahan Daerah.
Disharmonisasi diperparah lagi dengan adanya tumpang tindih penggunaan kawasan hutan. Dalam pelaksanaan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan masih banyak dijumpai tumpang tindih kegiatan antara pemanfaatan kawasan hutan dengan penggunaan kawasan hutan. Misalnya kegiatan pemanfaatan kayu dengan kegiatan pertambangan. Hal tersebut menjadi hambatan dalam pelaksanaan pinjam pakai kawasan hutan untuk pertambangan. Selain hal tersebut dijumpai juga adanya klaim-klaim masyarakat sekitar hutan untuk menuntut ganti rugi tegakkan akibat kegiatan pertambangan. Dengan demikian hal tersebut akan menghambat iklim investasi sektor pertambangan. Sebagai langkah kebijakan untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan langkah sinergitas kegiatan antara sektor terkait khususnya Kementerian Kehutanan dan
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prudensius, Maring
"Hutan mengandung nilai ekonomi, ekologi, sosial, dan kultmal. Banyak pihak menaruh perhatian pada nilai tersebut dengan kepentingan berbeda. Hubungan antarpihak dengan kepentingan berbeda bisa melahirkan konflik, perlawanan, dan kolaborasi. Analisis konflik, perlawanan, dan kolaborasi sering dilakukan secara terpisah sekalipun realitas konflik, perlawanan, dan kolaborasi melibatkan pihak yang sama pada kasus yang sama.
Penelitian ini mengacu perspektif yang mernandang kekuasaan sebagai kompleks strategi dinamis yang datang dari berbagai pihak. Perspektif ini melihat konflik, perlawanan, dan kolaborasi bukan sebagai realitas yang berdiri sendiri tetapi sebagai hasil dari hubungan kekuasaan. Genealogi kekuasaan menjadi metode penelitian dengan memberi tekanan pada peristiwa yang terjadi sekarang sambil melakukan penelusuran historis jika diperlukan. Wawancara mendalam dan pengarnatan terlibat dipilih untuk menelusuri dan memperdalam data yang diperoleh melalui pernyataan informan, dokumen, dan teks. Penelitian lapangan dilakukan sejak Maret hingga Agustus 2007 pada parapihak yang terlibat dalam penguasaan hutan di Egon Flores.
Kajian ini memperlihatkan, untuk memahami hubungan kekuasaan yang dinamis harus dimulai dari memahami bagaimana tujuan kekuasaan diformulasi, bagaimana strategi, mekanisme, dan taktik dijalankan untuk merealisasi tujuan kekuasaan. Tujuan yang mendasari kerangka pikir pihak yang terlibat mempengaruhi pilihan strategi dan taktik untuk merealisasikan tujuan tersebut. Hubungan antara aparat pemerintah, masyarakat, dan LSM dalam penguasaan hutan di Egon Flores selalu mengandung kompleksitas kepentingan dan tujuan. Kepentingan yang menggerakkan para pihak untuk saling berhubungan tidak selalu karena perhitungan ekonomi-material, kalkulasi hukum, dan substantif semata, tetapi juga cara dan pendekatan yang dijalankan.
Tujuan yang dijalankan melalui strategi, mekanisme, dan taktik yang bersifat menekan dan melarang melahirkan konflik dan perlawanan. Sebaliknya, strategi, mekanisme, dan taktik yang bersifat persuasif memunculkan Sikap berkolaborasi. Konflik, perlawanan, dan kolaborasi selalu muncul bersarna. Dengan demikian, hubungan kekuasaan tidak hanya berlangsung dalam perlawanan dan konflik tetapi juga dalarn kolaborasi. Hubungan itu sulit dilepaskan satu Salina lain karena masing-masing merangsang lahir nuansa hubungan lainnya. Hal ini memberi alasan konseptual untuk melakukan kajian kekuasaan, konflik, perlawanan, dan kolaborasi secara terpadu. (*)
Forest have economic, ecological, social, and cultural value. Many stakeholders have great concern to the values with different interest. Relations inter-stakeholders with different interest can rise conflict, resistance, and collaboration inter-stakeholders. Conflict, resistance, and collaboration usually analyzed as partial, although reality of the conflict, resistance, and collaboration involve same stakeholders on the same case.
To understand relations of power on conflict, resistance, and collaboration, this research inspire to perspective which put relations of power as complex and dynamic strategy that come from multi-stakeholders. The perspective understood conflict, resistence, and collaboration not as partial reality, but as result of relations of power. The field method and analysis inspire to genealogy of power which focus on contemporary problem while take account to the hystorical trajectories, if needed. Deep interview and participatory observation used to get data from informan, document, and other text. The Held research started March until August 2007 in Egon Flores.
This research show that eifort to understand relations of power that work as dynamic should started from understand what the purpose of power, how the purpose constructed, how the strategy, mechanism, and tactic used. The purpose of power influence the frame think, strategy, and tactics of the stakeholders to realize the power. Relations among local government, community, and NGOs within forest management in Egon Flores always include complexity of interests and purposes. The interest which influence the stakeholders to conect one each other not always since economic, legal, and substantive reasons, but also depend on the way and approach that used inter-stakeholders.
The purpose of power which done through pressure strategy and tactics rise the conflict and resistance. On the other hand, the persuasive strategy and tactis could rise collaboration. Athough, this research show that conflict, resistance, and collaboration always exist together in the field. So, relations of power not only exist on conflict and resistance but also on collaboration. Relations of conflict, resistence, and collaboration could not separated one each others since each of them always inter-conected. The fact gave conseptual reasons to analyze relations of power, conflict, resistance, and collaboration as integrated. (*)
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
D895
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>