Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Audina Nur Fadhilah Harfanie
"Bahasa Prancis memiliki bentuk pelafalan yang unik, yang biasa dikenal dengan le schwa atau the unstressed e (e-pepet) yang merupakan vokal lemah dari "e" yang ditunjukkan dengan fonem /ə/. Contoh keberadaan fenomena linguistik ini seringkali ditemukan dari ribuan morfem bahasa Prancis; seperti bunyi pada rouge [ruʒə], dan developpement [devləpmɑ̃]. Artikel ini dibuat untuk menguraikan hasil pembuktian penggunaan e muet dalam pelafalan bahasa Prancis pada dua jenis percakapan, yakni semiformal dan formal serta membuktikan tujuan dari penggunaan dan fungsi keberadaan e muet dengan cara mendeskripsikan fonem-fonem yang berubah dan berbagai macam situasi yang mendukung perubahannya. Data diambil dari video percakapan Presiden Prancis, Emmanuel Macron dalam kehidupan sehari-hari dan video pidato pembukaan Global Fund Emmanuel Macron bersama Dushime Amanda Marty pada tahun 2019. Metode penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan teknik studi Pustaka oleh Miles, Huberman, dan Saldana (2014). Data dianalisis dengan menggunakan teori dari David (2008) tentang berbagai ragam percakapan dalam bahasa Prancis, teori dari Martinet (1955) tentang e muet dan Grammont (1894) untuk mengklasifikasikan fenomena e muet dengan la loi de trois consonnes. Penelitian ini membuktikan bahwa e muet memiliki peran dan fungsi sebagai pembeda dua jenis ragam komunikasi; formal dan semiformal yang dibuktikan dengan pola la loi de trois consonnes.
......French has a unique pronunciation form, commonly known as le schwa or the unstressed e (muted e) which is the weak vowel of "e" indicated by the phoneme /ə/. Examples of the existence of this linguistic phenomenon are often found in thousands of French morphemes; such as the sounds in rouge [ruʒə], and developpement [devləpmɑ̃]. This study aims to elaborate on the results of proving the use of e muet in French pronunciation in two types of conversations, namely semiformal and formal, and to prove the purpose of the use and function of e muet by describing the phonemes that change and the various situations that support the change. The data is taken from the video of French President Emmanuel Macron's conversation in daily life and the video of Emmanuel Macron's opening speech with Dushime Amanda Marty in Global Fund 2019. The research method that will be used is qualitative research using literature study techniques. This qualitative study uses Miles, Huberman, and Saldana (2014). The data founded is analyzed by using David's (2008) theory on various varieties of French conversation, Martinet's (1955) theory on e muet and Grammont's (1894) theory to classify the e muet phenomenon with his theory; la loi de trois consonnes. This study proves that e muet has a role and function as a differentiator between two types of communication varieties; formal and semiformal as evidenced by the la loi de trois consonnes pattern."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tita Saraswati Rahmadaty
"Tesis ini membahas dominasi Prancis melalui Pekan Francophonie di negara-negara eks-koloni yaitu Belgia, Swiss dan Luksemburg. Pekan Francophonie merupakan acara kebudayaan dan bahasa tahunan, yang diselenggarakan setiap tahunnya hampir diseluruh dunia oleh negara-negara Francophonie. Berkembanganya konsep francophone dan Francophonie merupakan hasil dari imperialisme Prancis. francophone merujuk pada penutur bahasa Prancis sedangkan Francophonie adalah entitas politik yang terdiri atas negara-negara berbahasa Prancis. Belgia, Swiss dan Luksemburg merupakan eks-koloni Prancis karena pernah menjadi bagian dalam imperialisme Prancis. Saat ini, bahasa Prancis menjadi bahasa resmi kedua di ketiga negara tersebut, dengan jumlah penutur yang signifikan.
Tesis ini menganalisis terbentuknya identitas francophone dan Francophonie serta menelaah unsur hegemoni bahasa Prancis melalui pekan Francophonie sebagai upaya untuk tetap melestarikan bahasa dan kebudayaan Prancis di negara-negara eks-koloni. Teori yang digunakan adalah identitas budaya dan hegemoni. Metode kualitatif digunakan untuk menganalisis hubungan sebab-akibat dengan sumber data kualitatif, sejarah dan perayaan pekan Francophonie diambil dari situs resmi Organisasi Francophonie, Kementerian Luar Negeri Prancis, Institut Français dan situs-situs terkait pekan Francophonie di masing-masing negara. Temuan dalam penelitian ini menyatakan bahwa identitas francophone dan Francophonie yang terbentuk di negara-negara eks-koloni merupakan upaya untuk mempertahakan eksistensi bahasa Prancis akibat dari kepentingan politik. Dominasi Prancis melalui bahasa telah membentuk neo-kolonialisme yaitu hegemoni yang tidak menggunakan kekerasan tetapi dengan pendekatan budaya dan linguistik.
......
This thesis discusses the dominance of France through Francophonie Week in ex-colony countries namely Belgium, Switzerland and Luxembourg. Francophonie Week is an annual cultural and language event, which is held every year around the world by Francophonie countries. The development of the concept of francophone and Francophonie was the result of French imperialism. Francophone refers to French speakers while Francophonie is a political entity consisting of French-speaking countries. Belgium, Switzerland and Luxembourg are ex-colonies of France because they were once a part of French imperialism. At present, French is the second official language in all three countries, with a significant number of speakers.
This thesis analyzes the formation of francophone and Francophonie identities and examines elements of French hegemony through Francophonie week as an effort to preserve French language and culture in ex-colony countries. The theory used is cultural identity and hegemony. The qualitative method was used with data sources consisting of secondary data obtained from the official website of the Francophonie Organization, the French Ministry of Foreign Affairs, Institute Français and related sites of the Francophonie week in each country. The findings in this study state that the francophone and Francophonie identities formed in ex-colony countries are attempts to maintain the existence of the French language as a result of political interests. French domination through language has shaped neo-colonialism, namely hegemony that does not use violence but with a cultural and linguistic approach. "
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T55033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library