Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Savira Riantika
"Prevalensi gastroesophageal reflux disease GERD pada anak berkisar 7-20%. Omeprazol merupakan obat golongan proton pump inhibitor PPI yang digunakan untuk mengobati penyakit GERD, khususnya pada pasien anak. Kelompok pasien tersebut membutuhkan obat dalam bentuk cair, namun secara komersial omeprazol hanya tersedia dalam bentuk kapsul dan tablet, sehingga penggunaan omeprazol untuk anak membutuhkan peracikan. Omeprazol memiliki rasa yang pahit serta memiliki masalah terhadap stabilitasnya. Hal tersebut dapat diatasi dengan mensuspensikan omeprazol dalam larutan natrium bikarbonat 8,4% dengan penambahan agen pensuspensi dan eksipien lain yang dapat membantu meningkatkan stabilitas omeprazol dalam suspensi oral. Namun, di Indonesia peracikan omeprazol dalam suspensi belum banyak dilakukan. Berdasarkan basis data, tiga artikel yang menyajikan data stabilitas fisika, kimia, dan mikrobiologi omeprazol yang diracik dari bentuk kapsul dan serbuk dalam larutan natrium bikarbonat 8,4% dengan metode pelarutan yang berbeda diulas dalam artikel ini. Racikan suspensi oral omeprazol dari ketiga artikel yang diulas tersebut lebih stabil secara fisik, kimia, dan mikrobiologi hingga 30 hari dan 90 hari pada penyimpanan di suhu kulkas, namun tidak stabil pada suhu ruang. Faktor utama yang mempengaruhi stabilitas dari omeprazol dalam suspensi oral adalah pH dan kondisi penyimpanan.

The prevalence of Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) is 7–20% of the pediatric population. Omeprazole is a proton pump inhibitor (PPI) used in the treatment of GERD, especially for pediatric patients. These patients require oral medication in liquid dosage form, but, omeprazole for oral use is available only as hard gelatin capsules and tablets, so that the uses of omeprazole for pediatric is needed to be extemporaneously compounded. To overcome this, Omeprazole is resuspended in an 8.4% sodium bicarbonate solution with the addition of other suspension and excipient agents to increase the stability of omeprazole as an oral suspension. However, the compounding of Omeprazole in suspension has not been done in Indonesia. From the database, three articles presenting the physical, chemistry, and microbiology stability of Omeprazole formulated from capsules and powders in an 8.4% sodium bicarbonate solution by different dissolving methods are reviewed in this article. The oral suspension of Omeprazole from all three articles was reviewed physically, chemically, and microbiology for up to 30 days and 90 days on storage at the refrigerator temperature, but unstable at room temperature. The main factors affecting the stability of omeprazol in the oral suspension are the pH and storage conditions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurrisfia Fara Dhianti
"Kejadian Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) pada anak, umumnya ditangani dengan pemberian obat golongan Proton Pump Inhibitor (PPI). Sebagian besar obat PPI tidak tersedia dalam bentuk sediaan cair dan hanya tersedia secara komersial dalam bentuk tablet dan kapsul, seperti lansoprazol yang tersedia dengan kekuatan 15 mg dan 30 mg, sehingga penggunaan lansoprazol pada anak membutuhkan peracikan extemporaneous. Peracikan sediaan extemporaneous dapat dilakukan apabila bentuk sediaan yang dibutuhkan tidak tersedia secara komersial, proses peracikan dapat dilakukan oleh apoteker secara khusus untuk memenuhi kebutuhan tertentu dari pasien. Peracikan sediaan extemporaneous dapat dilakukan menggunakan pembawa suspensi komersial untuk mendapatkan sediaan yang baik. Penelusuran artikel penelitian dari tiga basis data (Science Direct, Scopus, dan Pubmed) ditemukan dua artikel yang menyajikan data stabilitas fisika dan kimia lansoprazol yang diracik dari bentuk tablet dan kapsul dalam pembawa sediaan suspensi extemporaneous komersial yang berbeda, yaitu campuran Ora Plus® dan Ora Sweet® (1:1), serta produk Oral Blend® diulas dalam artikel ini. Suspensi lansoprazol yang diracik pada pembawa sediaan suspensi extemporaneous komersial Ora Plus® dan Ora Sweet® (1:1) dan penambahan natrium bikarbonat 8,4% tersebut stabil secara fisika dan kimia hingga 91 hari, baik disimpan pada suhu kulkas maupun suhu ruang. Faktor utama yang mempengaruhi stabilitas dari lansoprazol dalam sediaan suspensi extemporaneous adalah pH. Data stabilitas secara mikrobiologi tidak dapat ditemukan, sehingga penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dalam bidang ini.

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) that occurred in children is generally treated by administering of Proton Pump Inhibitor (PPI) class of drugs. Most PPI are not available in liquid dosage forms. They are only commercially available tablets and capsules, such as Lansoprazole which is only available with a strength of 15 mg and 30 mg. So the use of Lansoprazol in pediatric needs to be compounded extemporaneously. When the required dosage forms are not commercially available, extemporaneous preparations can be formulated by pharmacists to meet the special needs of patients. For this reason, the use of a suspending vehicle could be done to get a good suspension. From three databases (Science Direct, Scopus, and Pubmed) two articles consisting of physical and chemical stability data of Lansoprazole formulated from tablets and capsules in a different suspending vehicles, namely Ora Plus® and Ora Sweet® mixtures (1:1), as well as Oral Blend reviewed in this article. The suspension of Lansoprazole formulated on Ora-Plus and Ora-Sweet® (1:1) commercially available suspending vehicle and added with 8.4% sodium bicarbonate showed a good physical and chemical stability for 91 days, both at refrigerator temperature and room temperature. The main factor influencing stability of Lansoprazole in extemporaneously compounded suspensions is pH. Microbiological stability data cannot be found, so further research should be carried out in this field."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainil Masthura
"Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah suatu kondisi kembalinya cairan lambung ke esofagus. Terapi akupunktur tanam benang telah menjadi salah satu terapi yang digunakan untuk alternatif terapi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kadar Nitrit Oksida (NO) serum setelah terapi akupunktur tanam benang dan medikamentosa. Uji acak tersamar tunggal dilakukan pada 50 responden dengan GERD yang di bagi kepada kelompok akupunktur tanam benang dan medikamentosa dibandingkan dengan kelompok akupunktur sham dan medikamentosa. Pemeriksaan kadar NO menjadi parameter yang dinilai pada saat sebelum perlakuan dan 30 hari setelah 2 kali terapi dengan durasi 15 hari sekali.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi kenaikan kadar NO pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok sham namun tidak ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok. Kesimpulan penelitian ini akupunktur tanam benang belum terbukti secara statistik mempengaruhi kadar NO pada pasien GERD.

OksidaGastroesophageal reflux disease (GERD ) is a condition that causes the return of gastric fluid into the esophagus. Catgut embedding acupuncture has become one of the therapies used for alternative therapies. This study aimed to determine changes in serum Nitric Oxide (NO) levels after catgut embedding acupuncture therapy and conventional medicine. Single -blind randomized trials is used on 50 respondents with GERD were divided to group catgut embedding acupuncture therapy and conventional medicine compared with sham acupuncture group and medicine. The level of NO into the parameters assessed at the time before treatment and 30 days after treatment with 2 times the duration of 15 days.
The results showed increased levels of NO in catgut embedding acupuncture therapy and conventional medicine group compared with sham acupuncture group and medicine but there was no significant difference between the two groups. The conclusion of this study catgut embedding acupuncture has not been proven statistically in influencing the levels of NO in patients with GERD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ike Dimi Makarim
"Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) merupakan salah satu penyakit pada sistem pencernaan yang sering dijumpai di Indonesia. GERD adalah refluks isi lambung ke esophagus yang sudah berlangsung lama dan menimbulkan gejala yang dapat mengganggu atau menurunkan kualitas hidup. Salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian posisi head of bed elevation 30 derajat untuk mencegah terjadinya refluks isi lambung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan penerapan intervensi head of bed elevation 30 derajat pada pasien GERD untuk mengurangi gejala refluks. Intervensi ini dilakukan pada An. M selama 3 hari dan hasilnya menunjukan bahwa efektif untuk mengurangi gejala refluks dan menurunkan keinginan untuk muntah, terutama pada malam hari. Intervensi dilakukan selama 30 menit setelah makan. Intervensi juga dikombinasikan dengan pemberian medikasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga. Pemberian posisi head of bed elevation 30 derajat direkomendasikan pada pasien GERD untuk mengurangi gejala refluks, mual, dan muntah karena mudah dilakukan saat perawatan di rumah dan tidak membutuhkan biaya.

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) is a disease of the digestive system that is often found in Indonesia. GERD is reflux of gastric contents into the esophagus which can cause symptoms that can reduce quality of life. One of the treatments for GERD patients is by giving a head of bed elevation position of 30 degrees to prevent reflux of gastric contents. The purpose of this study was to determine whether the application of a 30-degree head of bed elevation intervention in GERD patients was effective in reducing the symptoms of nausea and vomiting. This intervention was performed on An. M for 3 days and has been shown to reduce nausea and reduce the urge to vomit, especially at night. The intervention was carried out for 30 minutes after eating. Interventions are also combined with providing medication and education to patients and families. Giving a head of bed elevation position of 30 degrees is recommended for GERD patients to reduce symptoms of nausea and vomiting because it is easy and safe to do."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Kesuma Astuti
"Anak palsi serebral (PS) memiliki faktor risiko terjadinya refluks patologis. Penegakan diagnosis penyakit refluks gastroesofagus (PRGE) menjadi tantangan tersendiri karena gejala sangat bervariasi dan keterbatasan kemampuan komunikasi anak PS. Diperlukan penelitian yang mengkaji masalah tersebut agar dapat dijadikan panduan dalam penegakan diagnosis. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan indeks refluks dengan gejala dan tanda klinis refluks pada anak PS. Kami melakukan penelitian analitik observasional menggunakan desain potong lintang. Subyek adalah anak palsi serebral tipe spastik yang berusia 1-18 tahun yang berobat ke RSCM. Semua subyek dilakukan pemeriksaan pH-metri impedansi. Pengamatan dan pelaporan gejala dan tanda klinis refluks oleh orang tua atau wali selama perekaman pH-metri impedansi. Kami merekrut 48 subyek yang mayoritas berjenis kelamin lelaki dan kelompok usia 1-5 tahun. Prevalensi PRGE pada anak PS tipe spastik usia 1-18 tahun sebesar 29,1%. Median indeks refluks [13,4 (8,85-19,1)] pada kelompok PRGE dan [1,15 (0,17-2,12)] pada non-PRGE. Analisis bivariat menunjukan hubungan bermakna antara indeks refluks dengan posisi Sandifer (p= 0,048) dan batuk (p= 0,041) dan hematemesis (p= 0,001). Posisi Sandifer, batuk dan hematemesis merupakan gejala dan tanda klinis yang mempunyai hubungan bermakna dengan indeks refluks pada anak palsi serebral.

Children with cerebral palsy (CP) have risk factors for pathological reflux. Making a diagnosis of gastroesophageal reflux disease (GERD) is a challenge. Research is needed to examine this problem so can be used as a guide in making a diagnosis. This study aims to determine the relationship between reflux indeks with clinical signs and symtomps of reflux in children with CP. We conducted an observational analytic study using a cross-sectional design. Subjects were children with spastic type CP, aged 1-18 years who were patients at Cipto Mangunkusumo Hospital. All subjects underwent impedance pH-metry examinations. Observation and reporting of clinical signs and symptoms of reflux by parents or guardians. We recruited 48 subjects, the majority of whom were male and in the age group 1-5 years. The prevalence of GERD in spastic type PS children aged 1-18 years is 29.1%. The median reflux index in the GERD and non-GERD group were [13.4 (8.85-19.1)] and [1.15 (0.17-2.12)]. Bivariate analysis showed a significant relationship between reflux index with Sandifer position (p= 0.048), cough (p= 0.041) and hematemesis (p=0.001). Sandifer position, cough and hematemesis are have a significant relationship with the reflux index in children with CP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library