Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 4 Document(s) match with the query
cover
Stefhany Azzahra
"Permasalahan terhadap ketimpangan peran gender yang menaruh perempuan pada posisi sekunder kerap terjadi di Eropa pada akhir abad kesembilan belas hingga awal abad kedua puluh. Banyak perempuan mengalami berbagai bentuk diskriminasi dan marginalisasi, terutama dalam memilih pekerjaan. Hal tersebut digambarkan dalam sebuah film berjudul Paula. Sebagai perempuan muda yang hidup di Jerman pada akhir abad kesembilan belas, tokoh utama bernama Paula Becker harus melalui berbagai konflik untuk mendapatkan posisi di dunia seni yang masih didominasi oleh laki-laki. Dalam mencapai tujuannya, Paula Becker membuat strategi agar karyanya mendapat pengakuan. Penelitian ini dianalisis menggunakan teori The Second Sex dari Simone de Beauvoir dan teori Semiotika oleh Roland Barthes. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bentuk perjuangan pelukis perempuan dalam memperjuangkan aspirasinya. Hasil penelitian menunjukkan bentuk marginalisasi yang dihadapi oleh seniman perempuan serta melihat bentuk strategi yang dilakukan untuk mendapatkan pengakuan di dunia seni Eropa pada akhir abad kesembilan belas. Bentuk marginalisasi yang dihadapi oleh seniman perempuan diperlihatkan saat tokoh Paula tidak memiliki kuasa penuh akan hidupnya sendiri dan eksistensinya sebagai pelukis tidak dianggap oleh orang-orang di lingkungannya. Hal ini mendorong Paula untuk membuat sebuah inovasi berupa lukisan self-portrait nude dengan aliran ekspresionisme sebagai strategi untuk mendapatkan posisi di dunia seni Eropa.

Problems with unequal gender roles that put women in a secondary position were common in Europe in the late nineteenth and early twentieth centuries. Many women experienced discrimination and marginalization, especially in choosing a job. This is depicted in a movie called Paula. As a young woman living in Germany at the end of the nineteenth century, the main character named, Paula Becker, must go through various conflicts to get a position in the art world, which men still dominate. In achieving her goals, Paula Becker makes strategies so that her work will be recognized. This research is analyzed using Simone de Beauvoir's The Second Sex Theory and Roland Barthes' Semiotics theory. The purpose of this research is to see the form of struggle of female painters in fighting for their aspirations. The research results show the forms of marginalization faced by female artists and the strategies to gain recognition in the European art world at the end of the nineteenth century. The marginalization faced by female artists is shown when Paula's character does not have complete control over her own life, and people in her environment do not consider her existence as a painter. This encourages Paula to create an innovation in the form of nude self-portrait paintings with expressionism as a strategy to gain a position in the European art world."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Haiqa Albitya
"Penelitian ini dilakukan untuk menelaah bagaimana representasi maskulinitas alternatif di tampilkan pada tokoh Yuzuki Hayato dalam anime Yuzuki san Chi no yon Kyoudai serta bagaimana tanggapan masyarakat Jepang dalam anime merespons maskulinitasnya yang tidak sejalan dengan pandangan tradisional masyarakat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori hegemonic masculinity milik Raewyn Connell. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis film dengan menganalisis narasi, dialog, penokohan, dan elemen visual. Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan, ditemukan bahwa tokoh Yuzuki Hayato menampilkan bentuk maskulinitas yang tidak sejalan dengan maskulinitas tradisional Jepang, yaitu sosok pria yang aktif berurusan dalam ranah domestik dan mengurus anak. Tema laki-laki yang memiliki maskulinitas alternatif pun kini banyak diangkat oleh beberapa judul anime untuk menayangkan bentuk maskulinitas yang tidak kaku. Gambaran respon masyarakat sekitar terhadap maskulinitas Hayato ditanggapi secara positif dan negatif. Melalui respon tersebut, menandakan bahwa potret maskulinitas Yuzuki Hayato menggoncang sekaligus mengukuhkan norma tradisional yang berlaku.

This study aims to examine the representation of alternative masculinity on Yuzuki Hayato from the anime Yuzuki san Chi no yon Kyoudai and how the Japanese society in the anime responds to his masculinity. The theory used in this study is Raewyn Connell’s hegemonic masculinity theory with film analysis method by analyzing narration, dialogue, characterization, and visual element. Based on the analysis, it is found that Yuzuki Hayato displays a form of masculinity that doesn’t align with traditional Japanese masculinity, namely a man who actively deals in the domestic sphere and takes care of children. This theme of anime also seems to be picked up by several anime titles to showcase other forms of alternative masculinities. The response towards Hayato’s masculinity from the people around him are both positive and negative. Suggests that Yuzuki Hayato’s potrayal of masculinity not only challenges, but also reinforces the prevailing of traditional norms."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2025
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Carissa Audreyna Irnanda
"Penelitian ini bertujuan untuk menemukan perbedaan representasi perempuan dalam drama Followers (2020) yang diproduksi oleh saluran streaming content Netflix dengan bagaimana perempuan umumnya direpresentasikan dalam drama yang diproduksi oleh televisi luring. Penulis menggunakan teori representasi Stuart Hall (1997) sebagai konsep dasar dan teori gender Oakley (1972) serta konsep stereotip gender mengenai maskulinitas dan femininitas Mary E. Kite dalam Worell (2001) dengan metode analisis teks. Dari hasil analisis, ditemukan tokoh perempuan yang berusaha untuk mendobrak batasan gender dan representasi perempuan yang belum pernah muncul sebelumnya dalam drama Jepang yaitu perempuan yang ingin memiliki anak tanpa pernikahan. Hal ini dipengaruhi oleh Netflix sebagai ruang yang memungkinkan untuk menggambarkan representasi perempuan yang lebih beragam dan tidak terikat dengan norma patriarki. Drama Followers dapat dilihat sebagai refleksi terhadap masyarakat Jepang dewasa ini dengan meningkatnya perempuan yang keluar dari stereotip perempuan Jepang dan mendobrak norma patriarki yang tertanam dalam masyarakat Jepang.

This study aims to find differences from how women are represented in the drama Followers (2020) which was produced by Netflix, compared to the general idea of women represented in Japanese dramas produced by mainstream television. The writer uses the representation theory from Stuart Hall (1997) as the basic concept and gender theory from Oakley (1972) as well as the stereotypical concept of the nature and role of gender by Mary E. Kite in Worell (2001) with text analysis methods. The results showed that Followers featured strong female characters who tried to break the restriction on gender and also portrays a variety of women who have never been featured in Japanese dramas such as women who want to have a child without getting married. This is possible because Netflix creates a room that enables a diversity of women representation and gives them means to break from the patriarchal norms. The drama Followers can be seen as a reflection of current Japanese society with an increasing number of women who are trying to break the stereotype and the patriarchal system of Japan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Hasdianti
"Perkembangan arus globalisasi saat ini, sejalan dengan meningkatnya arus migrasi baik barang dan jasa serta orang. Dalam hal ini Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah salah satu elemen yang tingkat migrasinya tinggi. Kabupaten Lombok Timur merupakan daerah dengan penempatan PMI tinggi di Indonesia. Seiring dengan tingginya angka penempatan PMI dari Lombok Timur. Tanpa disadari baik PMI laki-laki dan perempuan sama-sama menjadi kelompok yang rentan dalam perjalanan migrasinya. Sehingga penelitian ini menggambarkan bagaimana kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender PMI serta strategi coping yang mereka lakukan pada proses migrasinya. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam. Dalam temuan penelitian ditemukan bahwa kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender PMI secara umum sudah terpenuhi. Khususnya pada kebutuhan praktis gender yang terlihat dari adanya kesamaan peran dan fungsi antara PMI laki-laki dan perempuan ketika bermigrasi. Pada kebutuhan strategis gender, pemenuhan itu terlihat dengan adanya kesamaan antara hak dan kesempatan bagi PMI laki-laki dan perempuan di dunia kerja. Meskipun pengaruh subordinasi gender masih berperan pada fungsi PMI laki-laki dan perempuan di tempat kerja. Di sisi lain, strategi coping pekerja migran yang digunakan selama migrasi berjalan dengan baik. Tidak hanya terjadi pada satu model coping tetapi keduanya yakni: emotion focused coping dan problem focused coping. Dapat ditemukan terkait bagaimana PMI menggunakan strategi coping sebagai coping mechanism mereka dalam setiap kasus yang mereka alami.

The current development of globalization is in line with the increasing flow of migration goods and services and people as well. In this case, Indonesian Migrant Workers or Pekerja Migran Indonesia (PMI) is also in a high migration rate. East Lombok Regency is one of the highest PMI placements from Indonesia. Along with the high number of PMI placements from East Lombok. By a mere chance, both male and female migrant workers categorize as a vulnerable group during their migration. So this study aims to describe how the practical and strategic gender needs and the coping strategies of PMI during the migration process. By using qualitative research methods, data collection is carried out by in-depth interview techniques. In the research findings, it was found that the practical and strategic gender needs of PMI have generally been met. Especially in the practical gender needs, which can be seen in the similarity of roles and functions between male and female migrant workers when they are migrating. In terms of strategic gender needs, the fulfillment is seen by the equality between the rights and opportunities for male and female migrant workers. Although the influence of gender subordination plays a role in the function of male and female migrant workers in the workplace. On the other hand, coping strategy of migrant workers which is used during the migration works well. Moreover, it does not only occur in one coping model but both emotional-focused coping and problem-focused coping. it was clearly seen how migrant workers used coping strategies as their coping mechanism in any sort of cases they experienced."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library