Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marindi Cintyana
"Girik adalah alat bukti tanda membayar pajak. Sebelum berlakunya UUPA, hukum tanah yang berlaku bersumber hanya hukum adat. Girik digunakan oleh pemilik tanah sebagai tanda bukti hak atas tanah, karena hanya pemilik tanah yang wajib membayar pajak. Dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria terjadi perubahan secara fundamental di bidang hukum tanah dan hak- hak perorangan atas tanah yang berlaku di Indonesia. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat di Indonesia terutama di Jakarta yang menganggap Girik adalah bukti kepemilikan hak atas tanah. Girik tidak kuat untuk menjadi alat bukti kepemilikan hak atas tanah apabila terjadi sengketa di Pengadilan. Oleh karena itu perlunya sosialisasi dari pihak pemerintah untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang sah adalah berupa Sertipikat, bukanlah Girik. Banyak masyarakat yang belum mengerti apa yang dimaksud dengan Girik, karena didalam literatur ataupun Perundangundangan mengenai pertanahan sangatlah jarang dibahas dan dikemukakan. Tanah Girik bukan merupakan bentuk kepemilikan hak sesuai dengan UUPA, melainkan hanya bukti pembayaran pajak tanah saja. Namun demikian , Petuk Pajak Bumi/ Landrentee, Girik, Pipil,Verponding Indonesia ini adalah salah satu bukti tertulis yang dapat didaftarkan sesuai dengan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Seperti permasalahan dalam penulisan tesis ini mengenai sengketa tanah girik yang telah mendapat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 166/PDT.G/2012/PN.JKT.PST. pemilik dari Girik C nomor 1349 tidak dapat membuktikan kepemilikannya yag sah di pegadilan, karena kurangnya alat bukti yang lain. Girik dapat menjadi alat bukti kepemilikan hak atas tanah dengan didukung alat bukti yang lain yang menguatkan. Oleh sebab itu, perlunya sosialisasi yang dilakukan pemerintah agar masyarakat melakukan pendaftaran pertama kali atas tanah yang masih berstatus hak milik adat.

Girik is proof of payment of tax. Before Act Number 5 of 1960 regarding Agrarian Law, the prevailing law on land was bassed on common law. Girik used by the land owner as a proof of the land, because only a landholder who is obliged to pay taxes. Since Act Number 5 Year 1960 regarding Agrarian Law promulgated, land law and personal rights on land in Indonesia fundamentally changed.. In fact, Some of Indonesian people especially in Jakarta still thought that Girik is an evidenceof land ownership. Because of that, need for socialization of the government to tell people that the proof of ownership land rights is a Sertipikat. Many people do not understand what is referred about Girik, because in literature or regulations of land is very rarely discussed and presented about that.Girik certificate is not propietary right as pointed out in Basic Agrarian Law (UUPA). It only indicates tax payment receipt. Nevertheless, there are other [less formal] land certificate of Petuk Pajak Bumi, Landrentee, Girik, Pipil, verponding Indonesia that can serve as written evidence for land registration as provided for in Government Regulation (PP) No.24 of 1997 concerning Land Regisration. Shown in land dispute case on Court of Central JakartaDecision Number 166/Pdt.G/2012/PN.JKT.PST. This research uses a method of a descriptive analysis with yuridis normative approach."
2015
T43965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wijayanti Ciayady Tjia
"Maraknya sengketa tanah antara pemegang girik dan pemegang sertipikat, merugikan pemegang girik. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya kepastian hukum bagi pemilik tanah yang belum bersertipikat, sehingga perlindungan bagi pemegang girik sangatlah lemah. Oleh karena itu, tesis ini akan membahas mengenai salah satu sengketa antara girik dan sertipikat. Yang menjadi fokus penulis dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2661K/Pdt/2014 adalah bagaimana kedudukan girik dan sertipikat dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia dan bagaimana kesesuaian Putusan Mahkamah Agung Nomor 2661 K/Pdt/2014 dengan Pendaftaran Tanah di Indonesia. Metode Penelitian yang digunakan adalah normatif yuridis yang bersifat eksplanatoris dengan data sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa girik tidak hanya sebagai dokumen pembayaran pajak tetapi juga merupakan alat pembuktian hak lama yang sangat berperan dalam penerbitan sertipikat. Sertipikat merupakan produk rechts kadaster yang lahir dan tidak terpisahkan dari fiscaal kadaster. Oleh karenanya, sertipikat yang diterbitkan sebagai alat bukti yang kuat, masih dapat dibatalkan jika dibuktikan berasal dari alas hak dan/dokumen yang salah atau proseduralnya tidak tepat. Dalam Putusan Mahkamah Agung yang penulis teliti, hakim melihat kedudukan sertipikat secara mutlak dengan pendaftaran tanah dan hakim tidak mempertimbangkan girik dalam kedudukan sebagai alas pembuktian hak. Oleh karenanya, pemegang sertipikat merupakan pemilik absolut. Sehingga bertentangan dengan sistem publikasi Indonesia yang negatif berunsur positif. Selain itu, dalam memutuskan perkara ini, Majelis tidak mempertimbangkan Penerapan Hukum Adat dalam jual beli tanah bahwa jual beli telah sah jika dilakukan secara kontan/tunai dan telah memenuhi unsur materil jual beli tanah.

Many disputes between the girik holder and certificate holder is disadvantageous to the girik holder. It is due to the lack of legal certainty for the owner of the land who doesn't have the land certificate. Consequently, the legal protection for the girik holder is very weak. Therefore, this thesis will elaborate one of the dispute between girik and certificate. The writer will focus on The Supreme Court Judgement Number 2661 K/PDT/2014 regarding the legal standing of girik and certificate in Land Registration System in Indonesia and conformity between the The Supreme Court Judgement Number 2661 K/PDT/2014 with Land Registration System in Indonesia. This is a explanatory juridical normative research using secondary data.
This research reveals that Girik is not only as a tax payment document but also as a proof that is very instrumental in issuing the certificate. The certificate is a product of rechtscadaster that established and inseparable from the fiscaal cadaster. Therefore, the issued certificate which is a strong evidence, can be revoked if it is proven that is was obtained from invalid legal right or inappropriate procedure. In the Judgement of Supreme Court above, the judge views the legal standing of the certificate in absolute way with the land registration and the judge does not consider girik in the legal standing as the basis for the proof of right. Thus, the certificate holder is the absolute owner. This is contrary to Indonesian publication system which use negative wit positive element. Besides, in deciding upon this case, the Judges does not consider the applicability of Customary Law which states that the sale and purchase of land in cash is legitimate and has fulfilled the material element of sale and purchase of land.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Chatrine Pasu
"Tesis ini membahas mengenai fungsi girik. Sebelum berlakunya UUPA hukum tanah yang berlaku bersumber hanya kepada hukum adat. Girik digunakan sebagai bukti pemilikan hak atas tanah adat. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria terjadi perubahan secara fundamental dibidang hukum tanah dan hak-hak perorangan atas tanah yang berlaku di Indonesia.Sebagian masyarakat Indonesia saat ini masih ada yang beranggapan bahwa girik adalah sebagai penunjuk atas pemilikan hak atas tanah. Seperti permasalahan dalam penulisan tesis ini mengenai sengketa tanah girik yang telah mendapat putusan Mahkamah Agung Nomor 1930 K/Pdt/2007. Penelitian ini dianalisis secara deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif.

This thesis discusses about function of Girik. Before Act Number 5 Year 1960 regarding Agrarian Law, the prevailing law on land was based on common law. Girik used as an evidence of customary land ownership. Since Act Number 5 Year 1960 regarding Agrarian Law promulgated, land law and personal rights on land in Indonesia fundamentally changed. Some of Indonesian people still thought that Girik is an evidence of land ownership, as shown in land dispute case on Supreme Court of Indonesia Decision Number 1930 K/Pdt/2007. This research uses a method of a descriptive analysis with yuridis normative approach."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29253
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library