Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Hasmy
"Instalasi radiologi memiliki sejumlah bahaya yang mengancam keselamatan dan kesehatan para pekerjanya atau para radiografer. Salah satu bahaya tersebut adalah bahaya kimia. Terdapat lebih dari 5 jenis bahan kimia yang digunakan dalam proses pencucian film. Glutaraldehyde adalah salah satu bahan kimia yang digunakan dan diketahui sebagai bahan yang memicu alergi dan gangguan pernafasan. Telah banyak dilaporkan gangguan kesehatan khususnya gangguan pernafasan yang disebabkan oleh glutaraldehyde di rumah sakit - rumah sakit di mancanegara. Metode penelitian ini menggunakan studi observasi dimana datanya akan diolah menggunakan table analisis risiko dan persamaan konsentrasi pajanan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat risiko pada kamar gelap menunjukkan angka yang mengkhawatirkan menurut standar AS/NZS. Pajanan glutaraldehyde di kamar gelap yang dideteksi menggunakan persamaan EPA menunjukkan kondisi aman dalam fase 24 jam dan fase tiga bulan bekerja. Fenomena masking effect juga terlihat di instalasi radiologi dimana bahaya kimia tertutupi oleh bahaya radiasi. Pengendalian bahaya yang telah dilakukan harus ditingkatkan kembali karena terlihat alat pelindung yang digunakan belum sesuai dengan peruntukannya. Selain itu potensi bahaya di kamar gelap dapat dihilangkan dengan cara mengganti metode pencucian dengan menggunakan metode komputerisasi yang tanpa menggunakan bahan kimia.

Radiology installation have a number of hazard threaten safety and health of workers or radiographers, and one of hazard is chemical. There are more than 5 chemical ingredient used to process the radiographic film and glutaraldehyde is one of chemical ingredient known as sensitizer and respiratory disorder. There are a number of health problem report especially respiratory disorder from a lot of hospital abroad. This research method using a observation studi where data will be treated by risk analysis table and equation of exposure concentration.
The result show that level of risk in the darkroom in the large number poin position according the AS/NZS standard. Exposure of glutaraldehyde in the darkroom detected using the equation of EPA show the safe condition in the phase of 24 hour and the phase of 3 month. The masking effect phenomenon have also been in radiologic installation where the chemical hazard is masked by the radiation hazard. The hazard control that have done must be improving because the personal protective equipment used is not suitable. Furthermore the hazard potention in the darkroom can be eliminated by using the computerize radiography method using no chemical ingredient.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T46710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prayoga Bintang Perdana, autho
"Periodontitis adalah penyakit inflamasi kronis yang mempengaruhi jaringan pendukung gigi dan memerlukan penanganan yang efektif untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Salah satu metode yang potensial adalah penggunaan local drug delivery film kitosan dengan penambahan glutaraldehid sebagai agen crosslinking untuk meningkatkan sifat mekaniknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh durasi perlakuan uap glutaraldehid terhadap sifat mekanik dan perilaku swelling film kitosan. Film kitosan diproduksi menggunakan metode solvent casting dengan komposisi 1% propolis dan gliserin sebagai plasticizer, kemudian dilakukan crosslinking dengan larutan glutaraldehid 0,5% pada suhu 37°C dengan variasi waktu perlakuan 12 jam, 24 jam, dan 48 jam. Karakterisasi film dilakukan menggunakan Fourier Transform InfraRed (FTIR), Scanning Electron Microscope (SEM), analisis swelling, dan uji tarik. Interaksi kimia antara kitosan dan glutaraldehid ditunjukkan dengan puncak dan shoulder peak pada 1651 cm-1 dalam FTIR, mengindikasikan pembentukan ikatan imina (Schiff base) yang mempengaruhi sifat mekanik dan stabilitas film serta menandakan proses crosslinking berhasil dilakukan. Hasil penelitian swelling menunjukkan peningkatan waktu crosslinking mengurangi derajat swelling film hingga 80,27%, dengan film yang diberi perlakuan glutaraldehid menunjukkan derajat swelling lebih rendah (17,50-12,12%) dibandingkan film tanpa perlakuan. Waktu crosslinking juga meningkatkan sifat mekanik film, dengan kekuatan dan kekakuan meningkat hingga 662,3% (566,7 MPa) pada 12 jam, 725,1% (620,3 MPa) pada 24 jam, dan 1061,2% (907,9 MPa) pada 48 jam, dibandingkan film tanpa glutaraldehid (85,6 MPa). Dengan demikian, durasi perlakuan glutaraldehid optimal untuk film kitosan dalam aplikasi penyembuhan periodontitis adalah 12 jam. Durasi ini menghasilkan film kitosan dengan derajat crosslinking yang optimal, derajat swelling terkontrol, dan peningkatan sifat mekanik yang signifikan, memungkinkan film mudah disisipkan ke dalam kantong periodontal dan memberikan penghantaran obat yang efektif tanpa menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan akibat pembengkakan.

Periodontitis is a chronic inflammatory disease affecting the supporting tissues of teeth, requiring effective intervention to prevent further damage. One potential method is the use of local drug delivery chitosan films with the addition of glutaraldehyde as a crosslinking agent to enhance their mechanical properties. This study aims to evaluate the influence of glutaraldehyde vapor treatment duration on the mechanical properties and swelling behaviour of chitosan films. Chitosan films were produced using the solvent casting method with a composition of 1% propolis and glycerine as a plasticizer, followed by crosslinking with 0.5% glutaraldehyde solution at 37°C with treatment durations of 12 hours, 24 hours, and 48 hours. The characterization of the films was conducted using Fourier Transform Infrared (FTIR) spectroscopy, Scanning Electron Microscope (SEM), swelling analysis, and tensile testing. Chemical interactions between chitosan and glutaraldehyde were indicated by peaks and shoulder peaks at 1651 cm-1 in the FTIR analysis, suggesting the formation of imine bonds (Schiff base), which affect the mechanical properties and stability of the film, indicating successful crosslinking. The swelling results showed that increasing the crosslinking duration reduced the swelling degree of the film by up to 80.27%, with glutaraldehyde-treated films showing a lower swelling degree (17.50-12.12%) compared to untreated films. Crosslinking time also enhanced the mechanical properties of the film, with strength and stiffness increasing up to 662.3% (566.7 MPa) at 12 hours, 725.1% (620.3 MPa) at 24 hours, and 1061.2% (907.9 MPa) at 48 hours, compared to untreated chitosan films (85.6 MPa). Thus, the optimal glutaraldehyde treatment duration for chitosan films in periodontitis treatment applications is 12 hours. This duration produces chitosan films with optimal crosslinking, controlled swelling, and significant improvements in mechanical properties, allowing the film to be easily inserted into periodontal pockets and provid."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maizura
"Benzalkonium klorida dan glutaraldehid adalah senyawa yang paling sering digunakan untuk zat aktif sediaan desinfektan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh analisis yang selektif, akurat dan lebih cepat benzalkonium klorida dan glutaraldehid pada sediaan desinfektan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi dengan detektor UV VIS pada panjang gelombang 210 nm untuk panjang gelombang benzalkonium klorida dan 365nm untuk panjang gelombang glutaraldehid.
Senyawa glutaraldehid merupakan senyawa yang tidak memiliki gugus kromofor sehingga harus di derivatisasi terlebih dahulu dengan menggunakan 2.4-dinitrofenihidrazin DNPH. Fase gerak yang digunakan untuk analisis benzalkonium klorida adalah asetonitril-dapar asetat pH 4 75:25 dengan laju alir 1,2 mL/menit. Fase gerak yang digunakan untuk analisis glutaraldehid adalah asetonitril-air 75:25 dengan laju alir 1,2 mL/menit.
Kondisi analisis yang telah dioptimasi kemudian divalidasi mencakup akurasi, presisi, linieritas, selektivitas, batas deteksi, dan batas kuantitasi. Metode yang digunakan untuk uji benzalkonium klorida dan glutaraldehid merupakan metode yang valid dimana diperoleh linearitas untuk benzalkonium klorida y = 4527.9 484.69x dengan koefisien korelasi r = 0,9995 dan nilai LOD = 14,55 ppm ; LOQ = 48.51 ppm. Kemudian untuk glutaraldehid diperoleh linearitas y = 220025 255019x dengan koefisien korelasi r = 0,9995 dan nilai LOD = 0.49 ppm; LOQ = 1,64 ppm.
Setelah dihitung dengan menggunkana regresi linier, pada sampel A didapatkan kadar rata-rata benzalkonium klorida yaitu 19,2 dan diperoleh rata-rata perolehan kembali terhadap etiket yaitu 95,09. Sedangkan untuk sampel B didapatkan kadar rata-rata benzalkonium klorida yaitu 9,6 diperoleh rata-rata perolehan kembali terhadap etiket yaitu 96,78, sedangkan untuk glutaraldehid sampel C diperoleh kadar rata-rata glutaraldehid yaitu sebesar 29,8 diperoleh rata-rata perolehan kembali terhadap etiket yaitu 99,80. Kemudian untuk sampel D diperoleh kadar rata-rata glutaraldehid yaitu 14,71 diperoleh rata-rata perolehan kembali terhadap etiket yaitu 98,15.

Benzalkonium chloride and glutaraldehyde are mostly used compound as active ingredient for desinfectant. The purpose of this research is to obtain a selective, accurate, and faster analysis on benzalkonium chloride and glutaraldehyde in desinfectant, using high performance liquid chromatography with UV VIS detector at wavelength 210 nm for benzalkonium chloride and 365 nm for glutaraldehyde.
Glutaraldehyde is a compound that does not have chromophore group so it has to be derivatized firsr using DNPH. The mobile phase used for glutaraldehyde analysis is acetonitril water 75 25 with flow rate 1.2 mL minute and the mobile phase used for benzalkonium chloride analysis is acetonitril buffer acetat pH 4 75 25 with flow rate 1.2 mL minute.
The optimized analysis condition will then be validated including accuracy, precision, linearity, selectivity, detection limit, and quantitation limit. The method used for benzalkonium chloride and glutaraldehyde test was a valid method which obtained linearity for benzalkonium chloride y 4527.9 484.69x with correlation coefficient r 0,9995 and LOD 14,55 ppm LOQ 48.51 ppm. Then for glutaraldehid obtained linearity y 220025 255019x with correlation coefficient r 0.9995 and LOD 0.49 ppm LOQ 1.64 ppm.
After calculated by using linear regression, in sample A, the average content of benzalkonium chloride is 19.2 and the average recovery for etiquette is 95.09. As for sample B, the average content of benzalkonium chloride is 9.6 and the average recovery for etiquette is 96.78, whereas for glutaraldehyde sample reached the average glutaraldehyde level of 29.8 and the average recovery for etiquette is 99.80. Then for sample D obtained average glutaraldehid level that is 14,71 and the average recovery for etiquette is 98,15.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library