Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Titi Riani
Abstrak :
Ruang lingkup dan cara penelitian : Likopen (Lycopene) tergolong antioksidan karotenoid yang banyak ditemukan dalam buah dan sayur, terutama pada buah tomat berwarna merah. Likopen dari tomat olahan diserap lebih baik dibanding dengan likopen yang terdapat dalam tomat segar. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efek hepatoprotektif likopen sebagai antioksidan pada tikus yang diracun karbontetraklorida. Penelitian dilakukan terhadap 4 kelompok tikus strain Sprague Dawley. Kelompok I adalah kelompok kontrol, kelompok II adalah kelompok yang mendapat emulsi tomat, kelompok III yang diracun dengan CCl4 dan kelompok N adalah kelompok yang mendapat emulsi tomat sebelum diracun CCl4. Pada penelitian ini tomat terlebih dahulu dibuat menjadi serbuk dengan teknik "drum drier". Sebelum diberikan pada hewan coba serbuk tomat dibuat menjadi emulsi dengan minyak. Efek hepatoprotektif emulsi tomat dinilai dengan menetapkan aktivitas enzim GPT plasma. Pada tikus kelompok III aktivitas enzim GPT lebih tinggi (190,185 U/L) daripada kelompok IV (54,596 U/L), walaupun tidak menyamai aktivitas enzim GPT plasma tikus kelompok kontrol (33,464 U/L). Glutation tereduksi (GSH) dan enzim katalase tergolong antioksidan endogen. Pemberian emulsi tomat pada kelompok tikus sebelum diracun CCla menunjukkan kadar GSH plasma sebesar 2,761 μmol/mL dan GSH jaringan hati sebesar 1,236 μmol/mL lebih tinggi secara bermakna dari kelompok yang diracun dengan CCl4 (2,280 µmol/mL dan 0,669 µmol/mL). Aktivitas katalase plasma pada kelompok tikus yang dilindungi dengan emulsi tomat sebelum diracun CCl4 menunjukkan aktivitas katalase lebih tinggi (0,323 U/mL) dibandingkan kelompok yang diracun dengan CCl4 (0,160 U/mL). Gambaran yang sama juga diperlihatkan oleh aktivitas katalase jaringan hati. Aktivitas katalase jaringan hati yang diberi perlindungan emulsi tomat lebih tinggi secara bermakna (121,328 U/g) dibandingkan yang diberi CCl4 (64,914 U/g). Pemberian emulsi tomat dapat melindungi hati terhadap kerusakan akibat radikal bebas yang disebabkan oleh pemberian CCl4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhri Rahmadiansyah
Abstrak :
Hipoksia hipobarik merupakan kondisi dimana tubuh memiliki kekurangan oksigen dalam jaringan dan sel. Pada keadaan hipoksia, tubuh mampu memproduksi radikal bebas. Sehingga, tubuh menghasilkan antioksidan yang berfungsi menangkal radikal bebas. Salah satu antioksidan yang berfungsi yaitu glutation (GSH). Glutation memiliki peranan penting dalam antioksidan khususnya menangkal radikal bebas hidrogen peroksida (H2O2). Dengan adanya antioksidan ini, maka dapat melindungi sel tubuh yang mengalami kerusakan akibat radikal bebas. Penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan metode desain eksperimental. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok 7 kali, kelompok 14 kali, kelompok 21 kali, dan kelompok 28 kali hipoksia hipobarik intermiten (HHI). Setiap kelompok diberikan prosedur hypobaric chamber training. Selanjutnya melakukan pengukuran kadar glutation dengan menggunakan metode Ellman. Rata-rata kadar glutation organ hati kelompok tikus 7 kali HHI lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol (p = 0.001). Rata-rata kadar glutation organ hati kelompok tikus 14 kali HHI lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kelompok tikus 7 kali HHI (p < 0.001). Rata-rata kadar glutation organ hati pada kelompok lainnya kembali menurun setelah diberikan paparan 21 kali HHI dan 28 kali HHI dibandingkan dengan kelompok normal namun tidak memiliki makna yang signifikan. Menurut hasil penelitian ini, kadar glutation pada keadaan HHI mengalami penurunan akibat dari suatu efek perlindungan hati terhadap adanya radikal bebas yang dihasilkan dari hipoksia hipobarik intermiten. ......Hypobaric hypoxia is a condition in which the body has a low level of oxygen in the tissues and cells. The effect that occurs when in a state of hypoxia is that the body produces free radicals. However, the body also produces antioxidants that work to eliminate free radicals. One of the antioxidants is glutathione. Glutathione has a role in antioxidants, especially scavenging free radical hydrogen peroxide (H2O2). With this antioxidant, it can protect from cell damage by free radicals. This research use the experimental design method. This study used 25 rats which grouped into 5 groups, namely the control group, group with 7 times, group with 14 times, group with 21 times, and group with 28 times intermittent hypobaric hypoxia (IHH). Each group will be exposed to hypobaric chamber training procedure. Furthermore, measuring glutathione levels in rat liver samples in each group using the Ellman’s method. The average glutathione level of the group rats 7 times IHH was significantly lower than that of the control rats group (p = 0.001). The average liver glutathione levels in the group rats 14 times IHH were significantly higher than the group rats 7 times IHH (p < 0.001). The average liver glutathione levels in the other groups decreased again after exposure to 21 times IHH and 28 times IHH compared to the control group but did not significantly different. According to the results of this study, glutathione levels in rat's liver decreased due to a protective effect of the liver against the presence of free radicals resulting from IHH.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
The reaction of cis-[Pt(15NH3)2(H2O)2]2+ (3) with glutathione (GSH) was investigated in aqueous solution. In this reaction, the ammine in the platinum complex formed was liberated. Surprisingly two chelate rings were observed, six-membered-S,O-chelate ring complex cis-[Pt(15NH3)2(SG-S,O) (7) and five-membered-S,N-chelate ring complex cis-[Pt(15NH3)2(SG-S,N)] (8). The bis (thiolate) platinum(II) complex, cis-[Pt(15NH3)2(SG)2] (9) was always present in this reaction in any mole ratio used. The dinuclear sulphur-bridged complex (10), giving a broad peak in 15N NMR, was only present in very tiny amounts.
Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Academic Press, 1954
612.014 4 GLU
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Ermawati
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah membuat sediaan gel transfersom glutation yang berkhasiat sebagai antioksidan dan menguji daya penetrasi kemudian membandingkannya dengan gel glutation yang tanpa dibuat transfersom. Formulasi transfersom dibuat 3 formula yang berbeda pada konsentrasi glutation (0,25;0,5;1g/50ml). Metode pembuatan trasnfersome menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Suspensi transfersom kemudian dimasukkan ke dalam sediaan gel dan diuji daya penetrasi menggunakan sel difusi Franz. Suspensi transfersom formula ke- 3 dengan ukuran partikel 145,61 nm; polidispersity indeks 0,212 dan efisiensi jerapan 73,76%±0,85 dipilih untuk dibuat sediaan gel. IC50 serbuk glutation sebesar 72,29±0,57 ppm. Jumlah kumulatif glutation terpenetrasi dalam gel transfersom lebih besar yaitu 4718,1566±887,344μgcm-2 sedangkan gel glutation tanpa transfersom sebesar 2177,6410±152,64μgcm-2. Fluks pada gel transfersom juga lebih besar yaitu 567,4380±112,52μgcm-2jam-1sedangkan gel glutation tanpa dibuat transfersom sebesar dan 256,9135±68,74. μgcm-2jam-1. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa gel transfersom glutation dapat berpenetrasi melalui kulit secara in vitro lebih baik dibandingkan dengan gel glutation tanpa dibuat transfersom. ...... The aim of this study was to formulate glutathione transfersome gel which have antioxidant activity and evaluate its in vitro penetration compared to glutathione nontransfersome gel. Three transfersomes formulations which differ glutathione concentration (0.25;0.5;1g/50 ml) were made using thin layer hidration method. Antioxidant testing using DPPH method and penetration testing using Franz Difussion Cell.The third formulation was choosen to be loaded into gel because the characteristics were the best: vesicle size was 145.61 nm ; polydispersity index was 0.212 and entrappment efficiency was 73.76%±0.85. It was found that IC50 Glutathione powder is 72.29±0.57 ppm. The cumulative amount permeated of glutathione transfersome gel was bigger (4718.1566 ± 887.344μgcm-2) than nontransfersome gel (2177.6410 ± 152.64μgcm-2). Transfersome gel flux (567.4380 ± 112.52μgcm-2h-1) was bigger compared to non transfersome gel (256.9135 ± 68.74. μgcm-2h-1). The conclusion is glutathione transfersomes gel has better penetration than glutathione nontransfersome gel.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
T42878
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febby Valentara Cindy
Abstrak :
Peningkatan jumlah radikal bebas yang tidak dapat diatasi oleh tubuh menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Kondisi stres oksidatif mengakibatkan terjadinya berbagai penyakit seperti kanker, diabetes melitus, penyakit neurodegeneratif dan sebagainya. Untuk mengatasi kondisi stres oksidatif diperlukan antioksidan. Antioksidan bisa diperoleh dari bahan alami seperti daun pandan wangi. Daun pandan wangi telah dibuktikan memiliki kandungan antioksidan alami seperti flavonoid dan asam fenolik. Untuk melihat aktivitas ekstrak daun pandan wangi dalam mengatasi kondisi stres oksidatif, dilakukan uji coba pada sel darah merah sapi 2% dengan mengukur kadar MDA dan GSH. Ekstrak Etanol daun pandan wangi diberikan pada sel darah merah sapi 2% yang telah diberikan H2O2 ­­­atau akan diberikan H2O2 setelahnya, untuk melihat efek antioksidan secara preventif dan kuratif. Hasil uji coba didapatkan bahwa kadar MDA tidak dapat diintepretasi karena pigmen warna daun pandan wangi mengganggu pembacaan hasil. Hasil pengukuran kadar GSH menunjukkan adanya peningkatan signifikan pada kelompok perlakuan preventif dan kuratif dibandingkan kelompok kontrol negatif. Berdasarkan hasil salah satu indikator yang diuji tersebut, disimpulkan bahwa ekstral etanol daun pandan wangi memiliki efek preventif dan kuratif sebagai antioksidan terhadap kondisi stres oksidatif sel darah merah sapi 2%. Akan tetapi, perlu dilakukan modifikasi dalam pembuatan ekstrak daun pandan wangi pada penelitian selanjutnya untuk menangani faktor pengganggu dalam pembacaan hasil. ......The increase in number of free radicals that cannot be overcame by human body can lead to a condition called stress oxidative. This condition causes several diseases such as cancer, diabetes mellitus, neurodegenerative disease and more. Antioxidant is needed to conquer stress oxidative. Antioxidants can be obtained from natural ingredients, for example pandan leaf. Pandan leaves have been proven to have antioxidant compounds such as flavonoid and phenolic acid. To observe the antioxidant activity of pandan leaves extract, an experiment on 2% cows blood cells is performed by measuring its MDA and GSH concentration. Ethanol extract of pandan leaves is given to 2% cows red blood cells, that has been given H2O2 or that will be given H2O2 later, in order to observe antioxidant effect preventively and curatively. The resulting MDA concentration from this experiment is not able to be interpreted because of the pigmentation of pandan leaves confounding the absorbance reading. The measurement result of GSH concentration showed a significant increase on the preventive and curative groups compared to the negative control group. Based on the result of one of the indicators in this experiment, it can be concluded that ethanol extract pandan leaves have preventive and curative effects as an antioxidant to overcome stress oxidative condition on 2% cows red blood cells. However, modifications in preparing the pandan leaves extract should be done in further research to deal with the confounding factors in absorbance reading.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Widyawati
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apakah penambahan glutation dalam medium kultur CZB hasil LAH berpengaruh terhadap perkembangan embrio mencit. Embrio uji yang digunakan yaitu blastokista awal mencit Mus musculus L. galur DDY yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan dan 6 pengulangan. KK1 merupakan kelompok kontrol yang dikultur dalam medium kultur CZB sedangkan kelompok KK2, KP1, KP2, dan KP3 merupakan kelompok yang diberi perlakuan laser dengan penipisan 1/2 ZP dan dikultur dalam medium kultur CZB. Kemudian, KP1, KP2, dan KP3 diberikan penambahan glutation dalam medium kultur CZB dengan dosis 0,75 mM, 1 mM, dan 1,25 mM. Berdasarkan hasil penelitian, persentase viabilitas, hatched, dan degenerasi pada KK1 sebesar 53,33;15,00;46,67 , KK2 78,33;33,33;21,67 , KP1 80,00;40,00;20,00 , KP2 90,00;51,67;10,00 , dan KP3 66,67;26,67;33,33 . Dosis 1 mM merupakan dosis yang optimum berdasarkan uji LSD, karena kelompok tersebut memiliki perbedaan yang nyata dengan semua kelompok perlakuan, atau dengan kata lain dosis 1 mM berpengaruh dalam meningkatkan viabilitas dan perkembangan embrio hingga kultur 72 jam.
ABSTRAK
The objective of this study was to determine the effect of glutation on in vitro culture medium could affect the viability and development of mice embryos. Tested embryo were early blastocyst of female DDY mice Mus musculus L. consisted 5 treatments and 6 replication. KK 1 was a control group that was cultured in CZB medium while KK2, KP1, KP2, and KP3 were groups that were treated with laser assisted hatching zona thinning and were cultured in CZB medium. Then, KP1, KP2, and KP3 were added by glutathion dose of 0,75 mM, 1 mM, and 1,25 mM in CZB medium. Based on the result, the percentage of viability, hatched embryo and death embryo after 72 hour for KK1 were 53,33 15,00 46,67 , KK2 78,33 33,33 21,67 , KP1 80,00 40,00 20,00 , KP2 90,00 51,67 10,00 , and KP3 66,67 26,67 33,33 . Dose of 1 mM is the most optimum dose since based on LSD test, this group could increase the viability and development of early blastocyst.
2017
S68677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexandra Francesca Chandra
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Glutation tereduksi (GSH) adalah antioksidan endogen nonenzimatik utama di paru dan saluran pernapasan. GSH mengoksidasi spesi oksigen reaktif (ROS) untuk mencegah terjadinya kerusakan oksidatif, sehingga GSH menjadi salah satu parameter pengukuran derajat stres oksidatif. Hipoksia sistemik kontinu telah diketahui menyebabkan pembentukan ROS dan kerusakan oksidatif. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh waktu paparan hipoksia sistemik kontinu terhadap pembentukan ROS di jaringan paru, yang direpresentasikan melalui kadar GSH. Metode: Sampel paru didapat dari tikus Sprague-Dawley jantan berusia 6-8 minggu dengan berat badan 150-200 g, yang telah terpapar kondisi normoxia (kontrol) atau hipoksia sistemik kontinuselama hari. Kemudian, kadar GSH diukur dari ekstrak jaringan paru. Hasil: Data analisis dengan ANOVA mengindikasikan adanya perbedaan bermakna antara kadar GSH paru terhadap perbedaan waktu pemaparan hipoksia sistemik kontinu Perbandingan post hoc LSD memperlihatkan bahwa dibutuhkan pemaparan hipoksia setidaknya 5 hari untuk menimbulkan efek, ditunjukkan dengan adanya penurunan bermakna kadar GSH pada kelompok hipoksia 5 hari dan 7 hari Namun, paparan hipoksia selama kurang dari atau sama dengan 3 hari tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar GSH. Kemudian, uji korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan berbanding terbalik yang sangat kuat antara waktu pemaparan hipoksia terhadap kadar GSH paru Kesimpulan: Waktu pemaparan hipoksia sistemik kontinu mempengaruhi kadar GSH paru secara berbanding terbalik, di mana kadar GSH paru semakin menurun seiring dengan semakin bertambahnya waktu paparan hipoksia
ABSTRACT
Background: Reduced-glutathione (GSH) is a major endogenous nonenzymatic antioxidant in the lung and airway system. GSH oxidizes reactive oxygen species (ROS) to prevent oxidative damage. Hence, GSH is considered one of the parameters for measuring the degree of ROS-induced oxidative stress. Continuous systemic hypoxia has been known to cause ROS formation and oxidative damage. Consequently, this research attempted to see the effect of exposure time to continuous systemic hypoxia to ROS formation in the lung as reflected by GSH level. Methods: Lung samples were collected from 6-8 weeks old male Sprague-Dawley rats weighing 150-200g, previously exposed to normoxic environment (control) or continuous systemic hypoxia (days. Afterwards, GSH level was measured from lung extracts. Results: Data analysis using ANOVA indicated a significant difference in lung GSH level upon different exposure times to continuous systemic hypoxia Post hoc LSD comparisons revealed that hypoxic exposure should be of at least 5 days to yield an effect, as shown by significantly reduced GSH level in hypoxic groups of 5 days . Meanwhile, hypoxic exposure for 3 days or less did not significantly affect GSH level. Further Pearsons correlation analysis demonstrated a very strong negative relationship between hypoxic exposure times and lung GSH level Conclusion: The exposure times to continuous systemic hypoxia were inversely proportional to lung GSH level, in which lung GSH level decreased as the exposure time was increased.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Agus Aulia
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang : Cedera Kepala masih menjadi masalah medis sekaligus masalah sosial-ekonomi di Indonesia. Angka mortalitas dan morbiditasnya enderung meningkat. Proses Neuroinflamasi dan Stres Oksidatif berperan dalam proses cedera kepala sekunder setelah trauma. Iskemia otak menjadi pencetus proses ini yang berujung pada kematian sel saraf.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara proses neuroinflamasi dan stres oksidatif dengan prognosis pasien cedera kepala dan hubungannya dengan prosedur bedah saraf dengan neuroinflamasi dan stres oksidatif.

Metode: Desain Studi penelitian ini adalah prospektif terhadap 40 pasien cedera kepala yang dilakukan tindakan bedah saraf. Dilakukan pemeriksaan serum antibodi terhadap NR2A dan serum glutahion (GSH) sebelum dan satu hari paska operasi pada pasien cedera kepala, kenudian dinilai hubungannya dengan parameter kesaddaran (GCS) dan fungsi (GOS) serta kaitannya dengan tindakan bedah saraf.

Antibodi terhadap NR2A diukur dengan metode ELISA. Sementara kadar Glutathion (GSH) serum diukur bekerjasama dengan departemen biokimia dan moekuler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Hasil : Dari 40 sampel, sebagian besar adalah lelaki (77,5%) dengan rerata usia 30,78 tahun. Pasien dengan GCS>8 sebanyak 57,5 % sementara dengan GCS < 8 sebanyak 4,7 %. Terdapat peningkatan GCS pada hari ke-7 paska operasi. Diketahui pula terdapat peningkatan GOS pada bulan ke-3 dibandingkan bulan-1 paska operasi.

Kadar serum antibodi NR2A menunjukkan kecenderungan penurunan dibandingkan kadar preoperasi (perbedaan median -1,34 ng/dl).

Tidak terdapat kaitan ntara antibodi NR2A dan GSH serum dengan GCS,GOS dan tindakan bedah saraf.

Kesimpulan : Pemeiksaan kadar antibodi NR2A serum sebaiknay dilakukan secara serial. Kadar antibodi NR2A masih mungkin memiliki nilai prognostik pada pasien cedera kepala.
ABSTRACT
Background: Head Injury still a medical and socioeconomic problem in Indonesia. Mortality and morbidity rate tends to increase. Neuroinflamation dan oxidative stress play role in secondary brain damage after head trauma. Brain ischemia causing this process into happenand leads to neuronal death. This study aims to determine the association between neuroinflamation and oxydative stress with prognosis of brain injury patients and the association between neurosurgical procedure with neuroinflamation and oxydative stress.

Method: The Study design is a prospective observation of 40 brain-injured patients who underwent surgery. NR2A antibodies and GSH (glutathione )level of pre- and 1 day post operation on brain injury patients were measured, and their association with GCS, GOS and neurosurgical proedures were analyzed.

NR2A antibodies serum level were measured by ELISA. GSH (glutathione) serum level were measured in collaboration with department of Biochemistry and molecular Bioloy, Faculty of Medicine, University of Indonesia.

Result: From 40 patients most are male (77,5%) with mean age 30,78 years. Patient present with favorable GCS (GCS>8) was 57,5 %, while unfavorable GCS (GCS<8) was 42,7%. There was an increase of GCS on day-7 post operation. There was also an increase on patients' GOS on month 3 compared to month-1 post operation.

The postoperative NR2A antibody serum level showed a downward trend compared to preoperative value ( median difference -1,34 ng/dl). There is no significant association of NR2A antibody and GSH serum level with GCS, GOS and neurosurgical procedure.

Conclusion : Serial postoperative NR2A antibody serum level need to be measured in serial manner. NR2A antibody serum may have prognostic values in brain -injured patient.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Nurasi Lidya E.
Abstrak :
Overtraining OT dapat meningkatkan produksi reactive oxygen species ROS sehingga menurunkan antioksidan endogen seperti glutation GSH yang menyebabkan stres oksidatif. Stres oksidatif dapat terjadi pada sistem saraf pusat, terutama hipokampus yang penting untuk pembentukan memori spasial. Stres oksidatif pada neuron mempengaruhi fungsi astrosit ditandai dengan meningkatnya Glial Fibrillary Acidic Protein GFAP dan menurunkan kadar protein yang diperlukan untuk proses pemelajaran dan memori seperti protein utama presinaps synaptophysin SYP . Pada akhirnya mengganggu proses long term potentiation LTP yang diperlukan dalam pembentukan memori. Pemberian ekstrak metanol Hibiscus sabdariffa Linn. H.sabdariffa , antioksidant yang poten, diharapkan dapat meningkatkan kadar GSH pada tikus OT, sehingga mencegah stres oksidatif, menurunkan kadar GFAP dan meningkatkan kadar SYP serta fungsi memori. Penelitian ini adalah studi eksperimental menggunakan 25 ekor tikus jantan Rattus norvegicus 250 ndash; 320 gram , dibagi secara acak dalam 5 kelompok: kontrol C ; kontrol dengan H.sabdariffa C-Hib ; latihan fisik aerobik A-Ex ; latihan overtraining OT ; latihan overtraining dengan H.sabdariffa OT-Hib . Ekstrak metanol H.sabdariffa 500mg/kgBB selama 11 minggu diberikan melalui mulut melalui kanula. Latihan OT berdasarkan protokol OT dari Hohl dkk. Memori spasial bergantung hipokampus diukur dengan Y-maze pada akhir minggu ke 11. Kadar GSH hipokampus diukur dengan metode Ellman, kadar GFAP dan SYP dengan ELISA. Aktivitas OT dapat menurunkan kadar GSH, meningkatkan kadar GFAP dan menurunkan kadar SYP serta fungsi memori. Pemberian ekstrak metanol H.sabdariffa 500 mg/kgBB pada tikus yang diberi latihan OT, dapat meningkatkan kadar GSH, menurunkan kadar GFAP dan meningkatkan kadar SYP serta fungsi memori. Hasil tersebut menyimpulkan bahwa pemberian ekstrak metanol H.sabdariffa 500mg/kgBB berpotensi sebagai anti oksidan dapat mencegah terjadinya gangguan fungsi memori pada tikus yang diberi latihan OT. ...... Overtraining OT can increase the production of reactive oxygen species ROS that would decrease endogen antioxidant like glutathione GSH and can affect oxidative stress. Oxidative stress could be happenned in the brain, especially in the hippocampus that plays an important role in spatial memory formation. Oxidative stress in neuron could effect astrosit function, with increasing Glial Fibrillary Acidic Protein GFAP dan decreasing protein level that needed for learning and memory function like the most protein in presinpas neuron, synaptophysine SYP . This would impaired long term potentiation LTP Administration methanolic extract of Hibiscus sabdariffa Linn. H.sabdariffa, a potent antioxidant, is expected to increase glutathione GSH level in OT rats, prevent oxidative stress, decreasing GFAP level, increasing SYP level dan memori function. This experimental study was conducted on 25 male rats Rattus norvegicus 250 350 grams, randomly allocated into 5 groups control C control with H.sabdariffa C Hib mild aerobic exercise A Ex overtraining exercise OT overtraining exercise with H.sabdariffa OT Hib. Methanolic extract of H.sabdariffa 500 mg kg d, 11 weeks were administered orally via syringe cannula. Overtraining exercise correspondent to Hohl et al overtraining protocol. Hippocampus dependent spatial memory was measured by using consolidation Y Maze test in the end week 11. Hippocampal GSH level will be measured by Ellman method. Hippocampal GFAP and SYP level will be measured by ELISA. OT could decreased GSH level, increased GFAP level and decreased SYP level and memory function. Administration 500mg kgBW H.sabdariffa methanolic extract could increased GSH level, decreased GFAP level, and increased SYP level and memory function. This result indicated that 500 mg kgBW H.sabdariffa methanolic extract as potent antioxidant could prevent oxidative stress and memory function impaired on OT rats.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>