Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Noor Rifqi Farid Ma`ruf
"Penelitian ini berdasarkan anggapan bahwa artefak merupakan refleksi dari ide atau gagasan manusia dalambentuk materi dan juga merupakan refleksi dari tingkah laku yang berpola yang diterima atau disepakati oleh asyarakat. Hasil penelitian diperoleh benyuk-bentuk nisan seperti bentuk segi lima dan segi empat dengan berbagai variasi. Bentuk-bentuk nisan ini tidak lepas dari unsur-unsur yang terdapat dalam nisan, seperti puncak nisan, sayap nisan dan ragam nisan. Nisan Kubur di Komplek Makam Pengeran Pojok ini mempunyai persamaan bentuk dengan tipe Demak dan Tipe Troloyo pada pada hasil penelitiaan Hasan Muarif Ambary."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S11972
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandi Wijaya
"ABSTRAK
Awal kedatangan Islam di Pulau Jawa belum di ketahui secara pasti, namun bukti budaya dari masyarakat Islam dapat diketahui melalui penemuan nisan di Leran, Gresik yang berangka tahun 475 H(1082 M). Merupakan nisan dengan angka tahun tertua. Hal ini menunjukkan kedatangan Islam di Pulau Jawa telah muncul sejak abad ke Xl M. Salah satu bukti keberadaan Islam yang sampai pada kita sekarang adalah makam-makam Islam kuno. Makam Islam di Indonesia biasanya berbentuk persegi panjang dengan arah lintang utara-selatan dan terdiri dari bangunan bawah yang dikenal dengan nama kijing atau jirat dan bangunan atas dengan nama nisan atau maesan dan cungkup.
Kata nisan menurut Damais (1957) berasal dari Bahasa Sansekerta niahisa yang artinya kerbau. Pendapat ini didasarkan kebiasan masyarakat prasejarah yang menegakkan batu semacam menhir dan pemotongan kerbau pada upacara kematian dan setelah upacara kematian itu selesai batu itu ditinggalkan. Nisan kubur di Indonesia diletakkan di alas jirat pada sudut puncak bagian utara-selatan, biasanya terbuat dari batu, kayu dan logam. Nisan di Indonesia, selain mendapat pengaruh lokal seperti masa prasejarah, Hindu-Buddha, juga mendapat pengaruh dari luar, seperti Gujarat, Cambay dan Persia, bahkan tidak mungkin ada beberapa nisan yang khusus diimport dilihat dari bahan dan gayanya. Nisan kubur dari sebuah makam dapat dijadikan data untuk mengetahui keberadaan Islam di suatu daerah dan merupakan artefak sebagai tanda dari orang yang dimakamkan.
Penelitian nisan di kompleks makam Kali Pasir, Tangerang bertujuan untuk mengidentifikasi terhadap ciri-ciri bentuk dan motif hias yang ada di kompleks makam ini yang kemudian dilakukan tipologi. Setelah menghasilkan tipologi akan diketahui bentuk seperti apa yang paling banyak digunakan oleh masyarakat Kali Pasir, Tangerang pada waktu. Selain itu juga untuk menunjukkan kekunoan dari nisan-nisan yang ada pada kompleks makam ini dilihat bentuk nisan karena nisan-nisan ini belum masuk benda cagar budaya.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka dilakukan pengumpulan data kepustakaan, dengan cara menyelusuri sumber-sumber tertulis tentang penelitian nisan. Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan pengumpulan data di lapangan, dilakukan dengan cara mengukur, mengambar dan memfoto nisan-nisan tersebut agar mendapatkan data yang akurat. Setelah semua data itu didapatkan dilakukan pengolahan data dengan cara melakukan klasifikasi taksonomi karena tujuan dan penelitian ini adalah pembentukkan tipe-tipe nisan di kompleks makam Kali Pasir, Tangerang.
Dari klasifikasi yang dilakukan dihasilkan bahwa pada kompleks makam Kali Pasir, Tangerang terdapat 6 tipe nisan yaitu tipe nisan AIBIC1 yang terdapat sebanyak 12 nisan dengan 3 variasi ragam hias, tipe AIB4C1 sebanyak 2 nisan dengan 2 variasi ragam hias, tipe A2B2C1 sebanyak sebanyak 3 nisan, tipe A2B2C2 sebanyak 7 nisan dengan 3 variasi ragam hias, tipe A2B3C1 sebanyak 5 nisan dengan 3 variasi dan tipe A2B3C2 sebanyak 8 nisan dengan 4 variasi. Dari tipe dan variasi nisan yang dihasilkan dapat diketahui bahwa tipe A1BIC1 didapatkan juga di daerah Banten Lama. Hal ini menunjukkan bahwa nisan-nisan di kompleks makam kali Pasir, Tangerang dari bentuknya memang menunjukkan bentuk-bentuk yang kuno dan itu bisa dimasukkan dalam benda cagar budaya, agar bisa dirawat dan dilindungi. Melihat kondisinya yang tidak terawat.

"
2001
S12022
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian terhadap nisan-kubur di kompleks Banten lama, bertujuan mandapatkan data kwantitatif dan kwalitatif. Kwalitatif ditekankan pada gambaran utama bentuk fisik yang jelas dan dapat dibedakan (clear and distinct), sedangkan kwantitatif, terutama populasi dari nisan kubur yang erat hubungannya dengan para tokoh sejarah. Dalam penelitian ini, pengkaitan terhadap latar-belakang filsafat yang prima, mengingat porsi yang wajar dari nisan-kubur, dalam arti (meaning), guna (using) dan kedudukan (function), dalam penelitian ini tidak dilakukan.Terlihat bahwa beberapa bentuk nisan-kubur tertentu, dipergunakan oleh golongan pameran dalam keagamaan maupun dalam bidang kenegaraan..."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1976
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Herdiana
"
ABSTRAK
Penelitian rnengenai pengaruh bentuk-bentuk nisan tipe Demak di Kompleks Makam Kaliwungu dan Tegal Arum yang telah dilakukan ini, tujuannya ialah untuk mengetahui perbedaan nilai kekuatan pengaruh bentuk nisan tipe Demak di kedua tempat tersebut Pengukuran nilai ke_kuatan pengaruh didasarkan pada penghitungan jumlah prosentase persa_maan dan perbedaan bentuk nisan melalui variabel-variabelnya.
Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung di lokasi penelitian dan inventarisasi laporan-laporan penelitian. Pengolahan data di_lakukan melalui analisis bentuk untuk menghasilkan jenis-jenis atau tipe-tipe nisan pada masing-masing kompleks makam. Kemudian jenis-jenis nisan pada masing-masing kompleks makam tersebut dibandingkan dengan jenis nisan tipe Demak, sehingga menghasilkan gambaran persamaan dan perbedaannya melalui nilai jumlah prosentase.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk nisan di Kaliwungu mempunyai nilai kekuatan pengaruh bentuk nisan tipe Demak sebesar 6,9 % berdasarkan frekuensi jumlah persamaan jenis bentuk nisan dan 57 % berdasarkan frekuensi jumlah persamaan variabel-variabel bentuk nisan. Sedangkan di Tegal Arum sebesar 3,1 % berdasarkan frekuensi jumlah persamaan jenis bentuk nisan dan 42,7 % berdasarkan frekuensi jumlah persamaan variabel-variabel bentuk nisan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kaliwungu yang lokasinya lebih dekat ke Demak memiliki kekuatan pengaruh bentuk nisan tipe Demak yang lebih besar dibandingkan dengan Tegal Arum yang lokasinya lebih jauh.
Hasil penelitian ini dapat memperkuat suatu teori tentang daerah kebudayaan yang menyebutkan bahwa suatu kebudayaan cenderung untuk berkembang dan menyebar yang berkaitan dengan faktor waktu, jarak.dan keadaan lingkungan. Kemudian semakin jauh jarak dan waktunya, maka akan semakin kecil hubungan persamaannya.
"
1997
S11580
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryo Kusumanto
"ABSTRAK. Penelitian ini dilakukan di wilayah Jakarta, yaitu di Taman Prasasti (TP), Musium Wayang (MW) dan Gereja Sion (GS). Nisan kubur yang diteliti berjumlah 57 buah. Pengamatan terhadap nisan kubur meughasilkan 2 macam atribut, yaitu atribut kuat (essential attributes) dan atribut lemah (inessential attributes). Setiap atribut kuat masih memiliki lagi bermacam-macam variasi motif hias den penggambaran. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada atribut kuat nisan kubur selama kurun waktu abad 17 -18 M. Metode yang digunakan adalah metode seriasi frekwensi (frequency serietion). Metode ini mempunyai asumsi dasar yaitu frekwensi setiap tipe artefak atau mode meugikuti satu bentuk yang sudah dapat diduga, dimulai dari pencipta_an (frekwensi minimal), disukai (frekwensi maksimal) dan akhirnya tidak disukai lagi (frekwensi minimal). Berdasarkan urutan frekwensi inilah dapat dibuat diagram kurve yang dikenal dengan sebutan 'kurva kapal perang' (battleship shaped curves). Ada 7 atribut kuat yang digunakan sebagai penentu perubahan yaitu : bingkai nisan, bingkai lambang, perisai, sulur daun, helmet, baju ziarah dan gelang besi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S12047
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoserizal Achmaddin
"Arkeologi adalah ilmu yang bertujuan mengungkapkan masa lampau manusia melalui artefak atau benda hasil buatan manusia. Fokus studinya adalah artefak,2 akan tetapi di dalam usaha merekonstruksi masa lampau manusia itu jangkauan studinya lebih luas lagi. Perhatian studi adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan artefak atau arti seluasnya: segala aspek kehidupan dan lingkungan manusia masa lampau (Binford 1971: 158; 1972: 8G-81). Aspek-aspek masa lampau manusia meliputi aspek material dan spiritual. Aspek spiritual ini dapat di_pahami melalui studi yang mendalam terhadap aspek materialnya, yaitu berupa kesimpulan tentang aspek ma_terial yang meliputi aspek biologis manusia, lingkungan alam, sarana serta sumber kehidupan dan kehidupan jasmaniah. Dari data ilmiah dapat dicari petunjuk-pe_tunjuk ke arah rekonstruksi aspek rohaniah seperti kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya (Soejono 1981:1-3). Perekaman dan penyajian data yang seyogyanya menghasilkan pemahaman akan riwayat serta masa lampau bangsa, pada hakikatnya merupakan tugas utama arkeologi. Tujuannya ialah membangkitkan kesadaran masyarakat akan suatu masa lampau yang pernah dilalui. Baik buruknya, dinamis statisnya, dan tinggi rendahnya derajat masa lampau itu dapat dinilai dan dipahami oleh generasi sekarang melalui penyajian yang tepat (Soejo_no 1981:1-3). Hal ini yang menjadi salah satu latar belakang dalam pemilihan topik mengenai peti kubur batu, karena peti kubur batu megalitik merupakan salah satu aspek material, artefak hasil kebudayaan dari ma_sa lampau. Salah satu masalah di dalam arkeologi adalah usaha untuk mencoba mengerti berbagai fungsi artefak. Ciri-ciri teknologis, konteks serta asosiasi4 berbagai temuan, seringkali belum dapat menjelaskan penger_tian tentang fungsinya di ruasa lalu, karena satu artefak tidak harus ditafsirkan mempunyai satu fungsi, ini pun berlaku terhadap sisa-sisa bangunan atau monumen megalitik. Sampai sejauh ini monumen-monumen megalitik sering kali dikaitkan pada ritus atau kultus kepada leluhur. Istilah megalitik sering diartikan mengandung suatu pengertian tentang dihasilkannya bangunan dari batu. Latar-belakang timbulnya kebudayaan ini berakar pada tradisi animistis atau berpangkal kepada pemujaan aural leluhur. Oleh karena itu bentuk materinya menghasilkan sejumlah anasir bangunan dan benda kebudayaan yang erat hubungannya dengan pemujaan arwah."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hikmah
"Komplek Makam Kawah Tengkurap yang dibangun tahun 1728 merupakan salah satu bukti arkeologi panting dari masa Kesultanan Palembang. Di dalamnya terdapat empat cungkup makam sultan dan keluarga dengan bentuk dan ragam hias cukup variatif yang belum diteliti secara khusus. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi, dan rnenggambarkan bentuk dan ragam hias pada nisan-nisan di keempat cungkup, serta mengetahui ada tidaknya kaitan bentuk dan ragam hias dengan status sosial tertentu. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap. Pertama, pengumpulan data yang meliputi pengumpulan data pustaka, seleksi data, dan perekaman data lapangan. Kedua, analisis data, meliputi klasifikasi data secara bertahap dengan mengacu pada atribut bentuk (bentuk dasar, badan, kepala, kaki, dan bahu nisan) dan atribut gaya (motif hias pads badan, kepala, dan kaki nisan) dan korelasi atribut. Hasil korelasi kemudian diintegrasikan hingga terbentuk tipe, sub tipe, dan varian nisan berdasar bentuk dan motif hiasnya. Dari kelompok yang terbentuk kemudian dapat dianalisa hubungan yang terjadi antara bentuk dan motif hias.Tahap ketiga adalah penafsiran data dimana dibuat penafsiran terhadap hubungan yang terjadi antar fenomena dan membandingkannya dengan fenomena lain di luar penelitian. Dalam hal ini data primer yang telah diolah dihubungkan dengan data sekunder lain berkaitan dengan sejarah dan budaya Palembang. Juga dilakukan perbandingan dengan data penunjang lain berupa nisan-nisan di komplek makam kuno lainnya yang ada di Palembang atau peninggalan kepurbakalaan lain yang berkaitan dengan obyek penelitian dan dapat membantu dalam penafsiran data.Hasilnya, ke-160 nisan yang diteliti dapat digolongkan ke dalam 3 tipe : Demak, Aceh, dan sederhana. Nisan tipe Demak berjumlah 119 nisan atau 74, 375% dari keseluruhan nisan yang diteliti. Pada tipe ini tampak bahwa makin komplek bentuk nisan, makin komplek juga ragam hiasnya. Umumnya tipe Demak digunakan pada nisan sultan din keluarganya. Walau kadang digunakan jugs pada makam yang bukan berasal dari golongan priyayi, namun bentuk dan motif hiasnya secara kualitas dan kuantitas tidak sebaik dan seraya nisan sultan dan keluarganya. Selain itu tampak bahwa keluarga sultan menggunakan motif tertentu dengan makna khusus yang langsung atau tak langsung mencerminkan ketinggian status sosial mereka. Nisan tipe Aceh hanya ditemukan 2 buah atau 1,25% dari keseluruhan. Dan penelitian dan peninjauan yang dilakukan pada komplek makam Islam kuno lainnya di Palembang tampak bahwa nisan tipe ini umumnya dipakai oleh orang-orang keturunan Arab."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11806
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Somad
"Perkataan nisan berasal atau maesan jika dilihat dari segi-segi etimologi telah diuraikan oleh beberapa ahli. L.Ch. Damais berpendapat bahwa nisan/ maesan berasal dari kata mahisa yang artinya Kerbau, pada jaman pra Hindu terdapat tradisi untuk memasak atau menegakkan batu semacam menhir dengan disertai upacara pemotongan Kerbau. Bentuk nisan beraneka ragam demikian pula dengan ragam hiasnya mulai dari yang sederhana hingga nisan yang memiliki hiasan yang raya. Penelitian tentang nisan telah banyak dilakukan diantaranya oleh Hasan Muarif Ambary (1984) meneliti tipologi nisan di Indonesia, dan Halina Budi Santosa (1976) yang meneliti nisan Banten. Penelitian ini didasari anggapan bahwa artefak merupakan refleksi dari ide dan gagasan manusia dalam bentuk materi dan juga merupakan refleksi dari tingkah laku yang berpola yang diterima dan disepakati oleh masyarakat. Permasalahan yang ingin diketahui adalah mengenai bentuk dan perkembangan dan persebaran nisan di sekitar masjid tua di Jakarta abad XVII-XVIII M. Hasil yang diperoleh adalah bentuk -bentuk pilar dan papan persegi, bentuk - bentuk nisan ini tidak terlepas dari unsur-unsur yang terdapat dalam nisan seperti bentuk dasar (A), bentuk badan (B), bentuk kepala (C), bentuk puncak kepala (D), bentuk kaki (E), sayap (F), dan ragam bias (F) diperoleh tipe sebanyak 20 tipe nisan utama, dan 31 tipe dengan variannya. Sedangkan hasil metode seriasi tipe III, IV, VI,VII, dan XIII, merupakan nisan yang menunjukan perkembangan popularitas , ini terlihat pada penggunaan, dan persebaran antar situs di Jakarta berdasar kronologisnya. Sedang untuk popularitas suatu tipe pada suatu situs, tertinggi ada pada tipe III pada masjid Kebon Jeruk (1786 M) dan tipe XIII (1761 M) yang mencapai tingkat 100%"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gayatri Rejeki
"Penelitian ini dilakukan terhadap 36 nisan di situs makam Jambansari, Ciamis, Jawa Barat. Situs makam Jambansari secara administratif termasuk lingkungan Rancapetir, Kelurahan Linggasari, Kecamatan Ciamis. Sedangkan secara geografis berada pada ketinggian 233 m di bawah permukaan laut dan pada koordinat 07_1.9'48,7 LS & 108_20'54,2 BT. Penelitian nisan di situs makam Jambansari, Ciamis, Jawa Barat dilakukan dengan cara mengidentifikasi ciri-ciri bentuk serta ragam bias nisan yang bertujuan untuk pembentukan tipe pada nisan-nisan di situs makam Jambansari, menetukan pola keletakan ragam hias antara sisi recto-verso pada bagian kaki dan kepala si mati, pola penulisan inskripsi, serta mengetahui adanya persamaan antara nisan-nisan di situs makam Jambansari dengan tipe nisan yang dikemukakan oleh Hasan Muarif Ambary. Penelitian lebih lanjut dilakukan dengan cara membaca isi inskripsi pada nisan yang bertujuan untuk menentukan pola keletakan makam berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan penelitian ini diketahui adanya 15 tipe nisan di situs makam Jambansari (table 16). Tipe yang paling dominan adalah Tipe A2B1C2. Dal.Dbl. Db3.Db7.Db9.Dc2 (Gambar 68). Nisan di situs makam Jambansari memiliki pola keletakan ragam hias, seperti penempatan ragam hias inskripsi yang umumnya pada sisi verso (Gambar 88). Ragam hias inskripsi pada umumnya ditemukan pada bagian tengah badan nisan yang dibatasi oleh bingkai inskripsi berbentuk geometris atau hati. Selain itu nisan di situs makam Jambansari juga memiliki keteraturan dalam penulisan inskripsi, urutan tersebut: I. bagian pembuka, II. Gelar kebangsawanan, III. Nama, IV. Jabatan, dan V. pertanggalan kematian/kelahiran. Penentuan jenis kelamin tokoh yang dimakamkan diketahui dengan cara pembacaan inskripsi pada nisan. Objek yang diteliti untuk menentukan pola keletakan makam berjumlah 9 makam. Dari penelitian ini kita dapat mengetahui bahwa makam laki-laki berada di sebelah barat sedangkan makam perempuan berada di sebelah timur (Denah I). Secara keseluruhan, penelitian ini memperlihatkan bahwa nisan tipe Troloyo yang dikemukakan oleh Hasan Muarif Ambary, memiliki wilayah penyebaran di sekitar pesisir Utara Jawa, daerah pedalaman Jawa Tengah, Palembang, Banjarmasin, dan Lombok, pada kenyataannya dapat ditemukan di pedalaman Jawa Barat"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S11858
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Sani
"Sebagai obyek penulisan skripsi, pemilihan judul di atas didasarkan berbagai hal. Pokok bahasan yang utama yaitu Kompleks Makam Gede Ing Suro yang terletak di Kelurahan I Ilir Palembang, sebagai pekuburan Islam ternyata mempunyai corak dan gaya bangunan masa Hindu Majapahit yang terlihat pada bentuk, bahan, dan ragam hiasnya. Kompleks Makam Gede Ing Suro merupakan peninggalan kepurbakalaan yang paling tua dari masa awal masuknya agama Islam ke Palembang. Dari catatan sejarah, diketahui bahwa kompleks makam Gede Ing Suro adalah tempat dimakamkannya cakal bakal dari raja-raja Islam Palembang kemudian, sampai berakhirnya kerajaan itu pada pertengahan abad ke-19. Mereka sebenarnya adalah para bangsawan dari kerajaan Demak yang melarikan diri ke Palembang, karena tidak mau tunduk kepada penguasa yang baru. Di Palembang mereka mendirikan kerajaan sendiri tetapi masih di bawah kekuasaan Jawa, baru pada pertengahan abad ke-17 kerajaan tersebut me-lepaskan diri dari pengaruh Jawa. Banyak para arkeolog yang meneliti kawasan kompleks makam Gede Ing Suro, tetapi penelitian mereka berdasarkan penelitian klasik dan prasejarah dengan tujuan untuk mencari lokasi dari kerajaan Sriwijaya. Pene_litian dari sudut arkeologi Islam justru tidak ada. Untuk itulah, penu_lisan skripsi ini ditekankan ke masa Islam ditinjau dari sudut ilmu ar_keologi, sebagai bahan masukan kepustakaan bagi arkeologi Islam.Pada abad ke-20 ini, bangunan kompleks makam yang dibuat dari batu bata itu terancam kehancuran total akibat pengaruh alam. Selain itu, dampak negatif dart pabrik pupuk Sriwijaya yang terdapat di sebelah selatan kawasan kampleks makam Gede Ing Suro, jika tidak segera ditanggu_langi dapat merusak bangunan kepurbakalaan yang ada di sana. Untuk itu selain dipugar, diharapkan adanya kesadaran darti masyarakat di sekitar areal kompleks makam Gede Ing Suro untuk menj aga kelestarian bangunan peninggalan nenek mayang kita."
Depok: Universitas Indonesia, 1983
S11941
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>