Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cornelia Ingrid Setiawan
"Tugas Karya Akhir ini membahas tentang tindakan greenwashing yang dilakukan oleh industri fast fashion melalui koleksi pakaian berkelanjutan, dengan berfokus pada koleksi dari H&M Conscious. Dengan menggunakan metode pengumpulan data existing statistics reseach dan metode content analysis, penulis menggunakan data dari buku, artikel jurnal, laporan tahunan terkait keberlanjutan yang dikeluarkan oleh H&M, laporan dari NGO, dan beberapa artikel berita untuk melakukan analisis. Lebih lanjut, penulis juga mengidentifikasi peran video promosi dan media daring milik H&M dalam tindakan greenwashing. Dengan menggunakan perspektif green criminology, hasil analisis menunjukkan bentuk tindakan greenwashing yang dilakukan oleh perusahaan H&M dalam proses produksi dan penggunaan bahan yang menyebabkan terjadinya environmental harm. Dalam hal ini, perusahaan kemudian memanfaatkan media daring yang dimiliki oleh perusahaan untuk membangun citra dan meyakinkan konsumen.

This Final Assignment discusses the greenwashing practices done by the fast fashion industry through sustainable clothing collections by focusing H&M Conscious collection. Using existing statistics research data collection method and content analysis method, the author utilized data from books, journal articles, H&M's annual sustainability reports, reports from NGOs, and several news articles for analysis. Furthermore, the author also identified the role of H&M's promotional videos and online media in greenwashing practices. By applying a green criminology perspective, the analysis revealed forms of greenwashing conducted by H&M in the production process and the materials used that result in environmental harm. In this regard, the company then leverages its online media platforms to maintain its image and convince consumers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zevanya Lavita Ebella Noija
"Tulisan ini tentang pencucian hijau terkait perubahan iklim (climate washing) yang sedang marak terjadi. Seiring meningkatnya upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, timbul kekhawatiran dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, konsumen, dan aktivis lingkungan mengenai kredibilitas dan integritas dari aksi iklim yang dilaksanakan oleh sektor privat maupun sektor publik. Kekhawatiran ini terutama disebabkan oleh banyaknya komitmen terkait iklim dan lingkungan yang dinyatakan secara luas. Pembuatan komitmen dan klaim terkait lingkungan dan iklim yang tidak berdasar sehingga menyesatkan tersebut diistilahkan sebagai climate washing oleh ahli maupun lembaga internasional. Dalam menghadapi maraknya kasus dan tuduhan terkait climate washing, terdapat beberapa kerangka hukum dan kebijakan yang berkaitan dengan climate washing. Tulisan ini mengkritisi bahwa meski sudah tersedia kerangka hukum dan kebijakan Indonesia terkait climate washing, masih terdapat beberapa kerangka hukum dan kebijakan di Indonesia yang membutuhkan pengoptimalan untuk menghadapi maraknya climate washing. Kritik tersebut diperoleh melalui pembelajaran yang didapatkan dari kerangka hukum dan kebijakan terkait climate washing yang ada di dunia internasional.

This article is about greenwashing related to climate change (climate washing) which is currently happening. As efforts to mitigate and adapt to climate change increase, concerns arise from various parties, including the public, consumers and environmental activists regarding the credibility and integrity of climate action carried out by the private and public sectors. This concern is mainly due to the many widely stated climate and environmental commitments. Making commitments and claims related to the environment and climate that are unfounded so that the agreement is termed as Climate Washing by international experts and institutions. In facing the increasing number of cases and accusations related to Climate Washing, there are several legal and policy frameworks related to Climate Washing. This article criticizes that even though Indonesia's legal and policy framework regarding Climate Washing is available, there are still several legal and policy frameworks in Indonesia that play a role in dealing with the rise of Climate Washing. This criticism was obtained through lessons learned from the existing climate-related legal and policy frameworks in the international world."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afiatha Rania Fitri
"Salah satu permasalahan lingkungan yang sedang marak dibicarakan adalah sampah plastik dari produk kecantikan. Hal tersebut mendorong perusahaan untuk memproduksi produk yang aman bagi lingkungan, salah satunya The Body Shop. Dimana The Body Shop mengeluarkan klaim “New Commitment : Enrich Not Exploit. Namun, klaim tersebut dikritik oleh banyak pihak karena hanya dianggap sebagai teknik marketing. Mengacu dari hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi konsumen terutama generasi Milenial & Z, terkait greenwashing yang dilakukan oleh The Body Shop dan menganalisis risiko yang dialami konsumen seperti financial perceived risk dan green perceived risk. Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu kuantitatif dengan metode konklusif. Pada penelitian ini melakukan pengumpulan data yang dilakukan menggunakan metode non probability sampling dengan purposive sampling dan snowball sampling. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan software SPSS dan SMARTPLS. Hasil yang ditemukan pada penelitian ini menunjukan bahwa dengan adanya persepsi greenwashing yang dimiliki oleh konsumen meningkatkan risiko finansial dan risiko hijau yang dirasakan. Dan dengan adanya risiko finansial dapat menurunkan niat membeli konsumen.

One of the environmental problems that is being widely discussed is plastic waste from beauty products. This encourages companies to produce products that are safe for the environment, one of which is The Body Shop. Where The Body Shop issued the claim "New Commitment: Enrich Not Exploit. However, this claim was criticized by many parties because it was only considered a marketing technique. Referring to this, this research aims to determine consumer perceptions, especially the Millennial & Z generation, regarding greenwashing carried out by The Body Shop and analyze the risks experienced by consumers such as financial perceived risk and green perceived risk. The research design used in this research is quantitative with a conclusive method which aims to test hypotheses, look at problems and make decisions. In this research, sample collection was carried out using non-probability sampling methods with purposive sampling and snowball sampling. Data processing in this research used SPSS and SMART PLS software. The results found in this research indicate that the perception of greenwashing presence of greenwashing can also increase financial risk and perceived green risk. And the presence of financial risks can reduce consumers' purchasing intentions."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aghniya Fitri Kamila
"Keterlibatan dalam praktik corporate greenwashing telah memicu munculnya tuduhan dari NGO lingkungan kepada perusahaan. Penelitian ini menggunakan studi kasus teknik netralisasi perusahaan X dalam menanggapi tuduhan melakukan corporate greenwashing. Objek utama dalam penelitian ini adalah reaksi NGO lingkungan. Data diperoleh dari hasil wawancara terstruktur dengan tiga perwakilan NGO lingkungan di Indonesia dan dianalisis menggunakan teori interaksionisme simbolik. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun ketiga informan terlibat dalam kegiatan yang sama, hal tersebut tidak menjamin reaksi serupa. NGO lingkungan melihat teknik netralisasi sebagai bentuk lain dari corporate greenwashing. Dari kesembilan teknik netralisasi perusahaan X, reaksi NGO lingkungan cenderung mencerminkan peran sebagai bad cop yang meliputi menentang, memberikan apresiasi dengan catatan tambahan, memberikan tekanan, dan menyerang kembali. Temuan ini menunjukkan bagaimana reaksi NGO lingkungan berkaitan erat dengan prinsip, ideologi, dan/atau peraturan tertulis masing-masing sehingga hanya mencerminkan NGO lingkungan sebagai satu organisasi dan tidak mewakili NGO lingkungan secara keseluruhan.

Involvement in corporate greenwashing practices has sparked accusations against companies from environmental NGOs. This research uses a case study of company X's neutralization technique in response to accusations of corporate greenwashing. The main object of this research is the reaction of environmental NGOs. Data was obtained from structured interviews with three representatives of environmental NGOs in Indonesia and analyzed using symbolic interactionism theory. The results show that even if all three informants are involved in the same activity, this does not guarantee similar reactions. Environmental NGOs see neutralization techniques as another form of corporate greenwashing. Out of all the nine neutralization techniques of Company X, NGOs reactions tend to reflect the role of bad cop which includes opposing, providing appreciation with additional notes, applying pressure, and attacking. These findings show how the reactions of environmental NGOs are closely related to their respective principles, ideologies and/or written rules so that they only reflect environmental NGOs as an organization and do not represent environmental NGOs as a whole."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sylvi Sabrina
"Pada penelitian ini membahas mengenai strategi mitigasi dan adaptasi yang dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk pelaku usaha. PT Grab Teknologi Indoneisa memiliki berbagai program ramah lingkungan seperti carbon offset. Namun, program ini mendapat kritik sebagai potensi praktik greenwashing, yakni klaim lingkungan yang menyesatkan. Penelitian ini membahas mengenai struktur dan pelaksanaan program carbon neutral fund PT Grab Teknologi Indonesia. Lebih lanjut, terdapat analisis mengenai ketentuan pengaturan dan kebijakan di Indonesia, Uni Eropa, Belanda, Amerika Serikat, dan Australia. Penelitian ini juga mencakup kasus greenwashing yang sudah terjadi di Belanda dan Inggris. Penelitian ini akan disusun berdasarkan metode penelitian doktrinal. Adapun hasil dari penelitian ini adalah penemuan aturan di Indonesia yang sudah melindungi konsumen, tetapi masih terdapat beberapa hal yang dapat di adopsi dari negara lain. Terdapat langkah pemasaran yang dilakukan oleh PT Grab Teknologi Indonesia yang merupakan bagian dari greenwashing karena menggunakan kalimat yang bersifat luas dan umum serta tidak menyertakan bukti yang valid. Terdapat upaya hukum yang dilakukan, yaitu mengajukan gugatan ke pengadilan atas dasar wanprestasi dengan beberapa pertimbangan. Mengingat tujuan adanya gugatan greenwashing untuk memberhentikan klaim pemasaran palsu yang menyesatkan, maka gugatan dengan menjadikan dasar wanprestasi merupakan suatu hal yang tepat.

This study examines the mitigation and adaptation strategies undertaken by various parties, including business actors. PT Grab Teknologi Indonesia has implemented several environmentally friendly programs, such as carbon offset initiatives. However, these programs have been criticized for their potential to constitute greenwashing practices, which involve misleading environmental claims. The research focuses on the structure and implementation of PT Grab Teknologi Indonesia's carbon neutral fund program. Furthermore, it provides an analysis of regulations and policies in Indonesia, the European Union, the Netherlands, the United States, and Australia. The study also explores greenwashing cases that have occurred in the Netherlands and the United Kingdom. This research is conducted using a doctrinal research method. The findings reveal that while Indonesian regulations already provide consumer protection, there are aspects that could be adopted from other countries. Some marketing strategies employed by PT Grab Teknologi Indonesia qualify as greenwashing due to the use of vague and general statements without providing valid evidence. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Zaky Nur Fajar
"

Diluncurkan pada tahun 2013, Belt and Road Initiative (BRI) merupakan salah satu mega proyek terbesar di dunia, dengan fokus utama pada pengembangan infrastruktur transportasi dan energi. Dengan skala dan ambisi yang besar, BRI mendapat banyak sorotan terkait dampak lingkungan dan keberlanjutannya. Sebagai tanggapan, komitmen hijau BRI diperkenalkan oleh China pada tahun 2017 dan diamplifikasi kembali pada tahun 2019. Sayangnya, masih banyak pihak yang skeptis bahwa komitmen hijau tersebut hanya sekadar greenwashing  untuk memperbaiki citra China di kancah global. Oleh karena itu, studi ini mengadopsi pendekatan kuantitatif eksperimental, menggunakan metodologi staggered multiple difference-in-difference untuk mengevaluasi efektivitas BRI sebelum dan setelah komitmen hijau dalam mengamplifikasi dampak lingkungan OFDI di negara-negara sepanjang rute. Hasil menunjukkan bahwa BRI tidak dapat mengamplifikasi pengaruh signifikan antara OFDI China dengan emisi CO2 per kapita secara keseluruhan. Setelah komitmen hijau diterapkan, OFDI menyebabkan penurunan emisi jika sebelum komitmen tersebut sebuah negara telah terlebih dahulu mengadopsi BRI. Jika tidak, penerapan Green BRI justru mengamplifikasi hubungan positif OFDI dan CO2 per kapita. Selain itu, dampak dari komitmen hijau BRI lebih bermanfaat di negara maju dan dengan tata kelola yang baik, sedangkan di negara berkembang, negara dengan kontrol korupsi lemah, serta negara yang dilalui jalur perdagangan utama BRI, kebijakan Green BRI cenderung meningkatkan emisi. Namun, perlu menjadi catatan bahwa meskipun Green BRI menciptakan pengaruh yang negatif, dampak tersebut tidak memiliki besaran yang signifikan secara ekonomi. Kondisi ini membuktikan bahwa terdapat kemungkinan besar greenwashing dalam kerangka komitmen hijau BRI terjadi, khususnya di negara berkembang dan tata kelola yang buruk. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan sektor swasta di China serta negara-negara mitra untuk mengembangkan strategi yang memastikan manfaat lingkungan dari Green BRI dapat dirasakan secara holistik dan inklusif.


Launched in 2013, the Belt and Road Initiative (BRI) is one of the world's largest mega projects, primarily focusing on developing transportation and energy infrastructure. Due to its scale and ambition, the BRI has drawn considerable attention regarding its environmental impact and sustainability. In response to these concerns, China introduced the BRI green commitment in 2017, which was further emphasized in 2019. However, skepticism remains that this commitment might merely be a form of greenwashing. This study adopts an experimental quantitative approach, employing a staggered multiple difference-in-difference methodology to assess the effectiveness of BRI before and after the green commitments in amplifying the environmental impacts of China's outbound foreign direct investment (OFDI) in countries along the BRI route. The findings indicate that BRI does not significantly influence the relationship between China's OFDI and overall CO2 emissions per capita. Post-green commitment implementation, OFDI leads to a reduction in emissions if a country has already adopted BRI; otherwise, it enhances the positive relationship between OFDI and CO2 per capita. Additionally, the green commitments of BRI are more beneficial in developed countries and those with good governance, whereas in developing countries, those with weak corruption controls, and countries along BRI’s main trade routes, these policies tend to increase emissions. However, it is noteworthy that while Green BRI has a negative impact, the magnitude is not economically significant. This suggests a high likelihood of greenwashing within the BRI's green commitment framework, particularly in developing countries and those with poor governance. Therefore, it is crucial for the Chinese government, the private sector, and partner countries to devise strategies that ensure the holistic and inclusive realization of the Green BRI’s environmental benefits.

"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indiskya Ranaila Virgiesqy
"Tindakan greenwashing merupakan salah satu bentuk dari strategi pemasaran oleh pelaku usaha yang dianggap menyesatkan konsumen. Namun demikian, praktik yang menyesatkan ini sayangnya belum menjadi isu yang cukup diperhatikan di Indonesia, baik oleh masyarakat selaku konsumen itu sendiri, maupun oleh penegak hukum. Padahal tindakan menyesatkan ini berpotensi untuk melanggar hak-hak konsumen sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam melakukan analisa, Penulis menggunakan penelitian deskriptif-analitis, yakni dengan memberikan pemaparan secara rinci terkait dengan tindakan greenwashing dan menghubungkannya dengan peran hukum perlindungan konsumen Indonesia dalam rangka mencegah tindakan tersebut. Penulis mencoba untuk mencari tahu apakah tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yang terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan turut memberikan contoh kasus di Indonesia yang terindikasi sebagai perbuatan greenwashing. Selain itu, Penulis juga melakukan komparasi dengan negara Amerika Serikat, Inggris, dan Australia dalam mengatur dan menangani tindakan ini, mengingat bahwa terdapat beberapa kasus greenwashing yang telah terjadi dan/atau ditangani di ketiga negara tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Penulis, tindakan greenwashing dapat dikategorikan sebagai pelanggaran dalam hukum perlindungan konsumen, namun dalam praktiknya peraturan-peraturan tersebut belum berperan dalam mencegah atau menanggulangi tindakan greenwashing, terlebih pembahasan mengenai tindakan ini secara umum juga belum awam di Indonesia. Adapun berkaitan dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, ketiga negara tersebut pada dasarnya lebih unggul dalam menangani tindakan greenwashing. Hal ini berangkat dari fakta bahwa masing-masing dari mereka telah mengintegrasikan hukum perlindungan konsumen mereka dengan aspek-aspek lingkungan, serta keaktifan dari otoritas perlindungan konsumen dalam melakukan investigasi dan penuntutan terhadap para aktor yang terindikasi melakukan tindakan tersebut. Demikian menimbulkan urgensi untuk melakukan pembaharuan terhadap Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang secara langsung mengintegrasikan hak-hak konsumen dengan aspek lingkungan seperti halnya yang diterapkan oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.

Greenwashing is a form of marketing strategy by business actors that are considered to mislead consumers. However, unfortunately, this misleading practice has not become an issue that is sufficiently addressed in Indonesia, both by the public as consumers, or by law enforcers. In fact, this misleading action has the potential to violate consumer rights as stated in Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. In conducting the analysis, the author uses descriptive-analytical research, namely by providing a detailed explanation related to greenwashing and linking it to the role of Indonesian consumer protection law in order to prevent this action. The author tries to find out whether this action can be categorized as a violation contained in Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection, by also providing examples of cases in Indonesia which are indicated as greenwashing actions. In addition, the author also makes comparisons with the United States, UK and Australia in regulating and handling this action, bearing in mind that there have been several cases of greenwashing that have occurred and/or been handled in these three countries. Based on the results of research conducted by the author, greenwashing actions can be categorized as a violation of consumer protection law, but in practice these regulations have not played a role in preventing or tackling greenwashing actions, moreover the discussion regarding this action in general is also not common in Indonesia. As for what happened in the United States, UK and Australia, these three countries are basically superior in dealing with greenwashing. This stems from the fact that each of them has integrated their consumer protection laws with environmental aspects, as well as the activeness of the consumer protection authorities in conducting investigations and prosecutions of actors who are indicated to have committed these actions. This creates an urgency to renew Law No. 8 of 1999 concerning Consumer Protection which directly integrates consumer rights with environmental aspects as implemented by the United States, UK and Australia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Chairunnisa
"Perlindungan lingkungan hidup memerlukan pendanaan yang memadai yang salah satunya diperoleh dari Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan/EBUBL (Green Bond) yang saat ini diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 60/POJK.04/2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond). Namun demikian, ketiadaan standar untuk menentukan kelayakan proyek penerima Green Bond mendorong terjadinya praktik greenwashing, yaitu promosi ramah lingkungan yang menyesatkan dan tidak didasari oleh upaya yang substantif untuk mewujudkan klaim ramah lingkungan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu bagaimana perlindungan hukum bagi investor EBUBL dari risiko praktik greenwashing. Menggunakan metode yuridis-normatif, penelitian ini menemukan bahwa dugaan praktik greenwashing yang terjadi dalam pasar Green Bond umumnya meliputi dua jenis, yaitu sin of lesser of two evils serta decoupling behavior, dan didorong oleh ketiadaan standar untuk menentukan kelayakan proyek penerima Green Bond. Praktik greenwashing dalam pasar Green Bond menimbulkan berbagai akibat bagi para pemangku kepentingan, mulai dari investor, penerbit/Emiten, pemerintah, hingga masyarakat serta berdampak bagi lingkungan itu sendiri. Perlindungan hukum bagi investor EBUBL meliputi dua jenis, yaitu preventif dan represif. Perlindungan hukum preventif utamanya meliputi perlindungan yang terkandung dalam syarat-syarat penerbitan EBUBL, sementara perlindungan hukum represif utamanya meliputi pengenaan sanksi yang terdapat dalam Undang-Undang terkait, serta terkandung dalam POJK Nomor 60/POJK.04/2017.

Environmental protection requires adequate funding, one of which is obtained from Environmentally Sound Debt Securities/Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (Green Bond) which is currently regulated in Financial Services Authority Regulation (FSAR/POJK) Number 60/POJK.04/2017 concerning Issuance and Requirements for Environmentally Sound Debt Securities (Green Bond). However, the absence of standards to determine the eligibility of Green Bond recipient projects encourages the practice of greenwashing, which is a misleading promotion of environmental friendliness and is not based on substantive efforts to realize these green claims. This research aims to find out how legal protection for Green Bond investors from the risk of greenwashing practices. Using the juridical-normative method, this study found that the alleged greenwashing practices that occur in the Green Bond market generally include two types, namely the sin of lesser of two evils and decoupling behavior, and are driven by the absence of standards to determine the eligibility of Green Bond recipient projects. Greenwashing in the Green Bond market has various consequences for its stakeholders, ranging from investors, issuers, governments, to the community and has an impact on the environment itself.Legal protection for Green Bond investors includes two types, namely preventive and repressive. Preventive legal protection mainly includes the protection contained in the terms of issuance of Green Bond, while repressive legal protection mainly includes the imposition of sanctions contained in the relevant Law, as well as contained in POJK Number 60/POJK.04/2017."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library