Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Septy Veronita
Abstrak :
ABSTRAK
Perkawinan berakhir bila terjadi perceraian atau salah satu pihak meninggal dunia. Berdasarkan penelitian yuridis normatif diketahui bahwa hak dan kedudukan anak setelah putusnya perkawinan orang tuanya tetap sama dengan sebelumnya dimana kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberi nafkah, pakaian, tempat tinggal dan kebutuhan lainnya sampai mereka dewasa. Upaya hukum pemohon untuk memperoleh hak perwalian terhadap cucunya, dilakukan melalui pengadilan untuk mendapatkan penetapan, dari Pengadilan Negeri sampai ke tingkat Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam memutuskan perkara Nomor: 372 K/Pdt/2008 memberi putusan berdasarkan pada kepentingan anak dan karena sang ibu dianggap tidak layak menjadi wali anak-anaknya.
ABSTRACT
The marriage ended in case of divorce or death of either party. The rights and status of children after the breakdown of marriage is to provide a living, clothing, shelter and other necessities. Legal efforts to gain custody through the courts to get a determination from the court and the High Court or the Supreme Court. Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia to decide the case based on 372 K/Pdt/2008 the interests of children who are under age and ability of the economy, her mothers is not worthy of being legal guardians are minors.
2013
T32539
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Nugroho
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Hesti Lestari
Abstrak :
Tujuan suatu perkawinan pada intinya adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Walaupun begitu, dengan alasan-alasan tertentu perkawinan dapat putus karena perceraian. Perceraian menimbulkan beberapa akibat, antara lain terhadap hubungan orang tua dengan anak di bawah umur. Dengan bercerainya kedua orang tua, harus ditentukan dengan orang tua yang manakah anak akan tinggal. Pasal 41 butir a Undang-Undang no. 1 tahun 1914 tentang Perkawinan menentukan bahwa apabila terjadi berselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi putusannya. Putusan ini menentukan siapa yang berhak mengas uh anak, semata-mata didasarkan pada kepentingan anak. Pada kenyataannya, putusan mengenai penguasaan anak didasarkan pada permohonan para pihak, sehingga kepentingan anak belum tentu benar-benar terwakili. Untuk itu, dirasa perlu untuk melibatkan pihak tertentu yang dapat memperhatikan dan mewakili kepentingan anak dalam proses pemeriksaan mengenai penguasaan anak ini. Selain itu hak penguasaan dalam prakteknya diberikan oleh hakim dalam bentuk perwalian, padahal dalam Undang Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak diatur bahwa kekuasaan orang tua beralih menjadi perwalian setelah Grang tua bercerai. Pemakaian "perwalian" oleh hakim ini menimbulkan ketidak seragaman dan kerancuan dalam bidang hukum Seharusnya, berdasarkan pengaturan yang ada, penguasaaan terhadap anak tidak diberikan dalam bentuk perwalian. Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan pengaturan yang ada ini mungkin akibat tidak adanya pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penguasaan anak. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk membentuk peraturan yang mengatur lebih lanjut mengenai penguasaan anak. Peraturan ini harus meliputi: 1. dalam bentuk apa penguasaan anak diberikan, 2. hal-hal apa saja mengenai kepentingan anak yang harus diperhatikan, dan 3. bagaimana proses pemeriksaan dan penentuan hak penguasaan anak dilangsungkan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S21035
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natania Rosalina
Abstrak :
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan perceraian hanyalah merupakan pengecualian dari prinsip kekal abadinya perkawinan, sehingga pada prinsipnya UU Nomor 1 Tahun 1974 sejauh mungkin menghindarkan terjadinya perceraian. Akan tetapi UU Perkawinan tetap mengatur mengenai putusnya perkawinan berserta akibatakibatnya dalam Bab VII Undang-Undang ini. Dalam tulisan ini diangkat dua pokok permasalahan yaitu bagaimanakah akibat hukum putusnya perceraian menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 khususnya terhadap hak asuh anak serta bagaimanakah Putusan Pengadilan mengenai kasus perselisihan dalam menentukan hak asuh anak beserta analisis yuridisnya. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan data sekunder, baik dari Undang-Undang maupun berbagai literatur. Dengan metode tersebut dapat dilihat bahwa Perceraian akan membawa akibat-akibat hukum terhadap hubungan suami isteri maupun terhadap harta benda perkawinan dari suami isteri tersebut. Akibat hukum yang terpenting adalah terhadap anak. Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 dengan terjadinya perceraian maka akan timbul pemeliharaan anak atau penguasaan anak yang secara de facto akan dipegang oleh salah seorang dari kedua orang tuanya, meskipun keduanya tetap sebagai pemegang kekuasaan orang tua. Hal inilah yang sering menimbulkan perselisihan antara kedua orang tua karena keduanya merasa berhak untuk mengasuh dan merawat anak-anak mereka. Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 memang tidak secara jelas dikatakan siapa dari kedua orang tua yang berhak untuk melakukan penguasaan terhadap anak mereka. Akan tetapi dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa penguasaan anak haruslah dilakukan demi kepentingan si anak. Oleh sebab itu dalam Putusan-Putusan Pengadilan yang menjadi pertimbangan dalam menentukan hak asuh anak adalah kepentingan si anak. Untuk menentukan pihak orang tua yang mana yang berhak mendapatkan hak asuh atas anaknya pertimbangan sosiologis dan psikologis juga bisa menjadi pertimbangan bagi Hakim.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S22049
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azmi Sharfina Wayundra
Abstrak :
Penelitian ini menganalisis mengenai perbedaan batasan kewenangan pengampuan di Indonesia dan California yang merupakan negara bagian Amerika Serikat berdasarkan peraturan formil masing-masing. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Penulis menguraikan dan menganalisis ketentuan umum pengampuan di Indonesia, batasan kewenangan pengampuan di Indonesia juga California, dan analisis putusan pengadilan dan kasus terkait pembatasan kewenangan pengampuan tersebut. Analisis putusan pengadilan di Indonesia yang dilakukan adalah berdasarkan Putusan Nomor 480/Pdt.P/2020/PN Dps sedangkan di California menggunakan kasus dalam Pemberitahuan Penghapusan Tindakan Dalam Perkara Pengadilan Tinggi Negara Bagian Los Angeles Nomor Perkara BP 108870. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa adanya batasan kewenangan pengampuan yang telah diatur secara komprehensif di California dengan melihat seberapa jauh ketidakcakapan seseorang. Batasan kewenangan tersebut adalah konservatori umum, konservatori terbatas, dan konservatori Lanterman-Petris-Short (LPS). Sementara di Indonesia, secara formil belum terdapat peraturan terkait batasan kewenangan pengampuan tersebut. Adapun pengampuan masih dilihat sebagai opsi utama untuk mewakili individu yang tidak cakap di Indonesia sedangkan di California terdapat beberapa opsi yang lebih tidak membatasi. Oleh karena itu, berdasarkan analisis yang dilakukan disarankan kepada pemerintah Indonesia untuk menambahkan batasan kewenangan pengampuan dalam peraturan formil di Indonesia. ......This research analyzes the differences in the limits of guardianship authority in Indonesia and California, a state in the United States, based on their respective formal regulations. Doctrinal research methods structure this study. The author outlines and analyzes the general provisions of guardianship in Indonesia, the limits of guardianship authority in both Indonesia and California, and examines court decisions and cases related to these limitations. The analysis of court decisions in Indonesia is based on Decision Number 480/Pdt.P/2020/PN Dps, while in California, it uses the case within the Notice of Removal of Action in Los Angeles County Superior Court Case Number BP 108870. The results of this research indicate that California has comprehensively regulated the limits of guardianship authority by considering the extent of a person's incapacity. These limits include general conservatorship, limited conservatorship, and Lanterman-Petris-Short (LPS) conservatorship. Meanwhile, in Indonesia, there are no formal regulations related to the limits of guardianship authority. Guardianship is still seen as the primary option for representing individuals who are incapacitated in Indonesia, whereas in California, there are several less restrictive options. Therefore, based on the analysis conducted, it is recommended that the Indonesian government add limits on guardianship authority within formal regulations in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1996
346.018 NAS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library