Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Gelombang radio dapat sampai ke penerima dengan cara langsung, merambat dekat permukaan bumi, dan melalui pemantulan ionosfer. Cara perambatan yang terakhir inilah yang digunakan untuk komunikasi jarak jauh, menggunakan frekuensi tinggi (HF: 3 – 30 MHz), dengan memanfaatkan pemantulan lapisan ionosfer. Antena yang umum digunakan dalam komunikasi radio HF adalah antena dipole setengah panjang gelombang (½ λ). Tiga komponen yang menentukan keberhasilan komunikasi dengan gelombang antariksa adalah frekuensi, sudut elevasi, dan daya pancar. Frekuensi berkaitan dengan kerapatan elektron di lapisan ionosfer, sudut elevasi ditentukan oleh jarak komunikasi dan ketinggian lapisan ionosfer, dan menentukan ke arah mana gelombang radio harus dipancarkan, sedangkan daya pancar menunjukkan besarnya energi gelombang radio yang dipancarkan. Ketinggian antena menentukan pola radiasinya, yaitu distribusi energi gelombang radio yang dipancarkan, oleh karena itu berperan dalam menentukan sampainya gelombang radio di tujuan komunikasi.
621 DIRGA 9 (1-4)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Makalah ini membahas sistem pengolah prediksi parameter komunikasi radio sebagai salah satu bentuk layanan informasi hasil riset ionosfer dan propagasi gelombang radio. Program utamanya adalah paket program prediksi ASAPS (Advanced Stand Alone Prediction System) buatan IPS Radio and Space Service, Australia, dengan empat program pendukung yang dikembangkan LAPAN.
621 DIRGA 9 (1-4)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Teknologi komunikasi radio menggunakan frekuensi HF pada saat ini telah berkembang pesat. Kendala terputus atau terganggunya komunikasi karena sifat ionosfer yang selalu berubah, dapat diatasi dengan pemilihan frekuensi kerja yang tepat. Sistem ALE (Automatic Link Establishment) melakukan pemantauan kualitas sinyal untuk berbagai frekuensi secara rutin dan ketika diperlukan untuk berkomunikasi akan memilih secara otomatis frekuensi kerja yang digunakan. Sistem ini membuat komunikasi dapat berlangsung dengan baik, menggunakan kanal/frekuensi yang tepat.
621 DIRGA 9 (1-4)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pada makalah ini dibahas tentang perambatan gelombang radio pada frekuensi 7,2 MHz dan 10,2 MHz yang dihasilkan dalam kegiatan uji komunikasi dengan stasiun bergerak (mobile). Uji pertama dilakukan pada tanggal 28-31 Mei 2007 dalam perjalanan Bandung-Liwa pergi pulang. Uji kedua dilakukan pada tanggal 26-29 November 2007 dalam perjalanan Bandung-Banyuwangi pergi pulang. Data pendukung untuk analisis digunakan data ionosfer hasil pengamatan dari stasiun Pengamat Dirgantara Tanjungsari dan data jarak rambat terjauh gelombang permukaan yang ditentukan menggunakan paket program prediksi GWPS. Dari analisis diperoleh kesimpulan bahwa pada siang hari frekuensi 7,2 MHz bisa menjangkau jarak sampai dengan 500km dan unutk frekuensi 10,2 MHz dapat menjangkau lokasi sampai dengan jarak 760 km atau lebih. Kemudian, untuk jarak kurang dari 75 km, frekuensi 7,2 MHz bisa merambat sebagai groundwave maupun skywave dan bergantung pada jenis permukaan yang dilaluinya. Sedangkan untuk jarak yang lebih jauh dari 75 km, gelombang ini merambat sebagai skywave dan bergantung kepada lapisan ionosfer. Selanjutnya untuk jarak kurang dari 65 km, frekuensi 10,2 MHz bisa merambat sebagai groundwave maupun skywave. Sedangkan untuk jarak yang lebih jauh dari 65 km, gelombang ini merambat sebagai skywave. Terakhir, frekuensi 10,2 MHz berpeluang lebih besar mempunyai daerah bisu dibandingkan frekuensi 7,2 MHz. Radius daerah bisu untuk frekuensi ini bisa mencapai 500 km.
520 DIRGA 10:3 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Komunikasi radio HF (3-30 MHz) dapat mencapai jarak jauh dengan bantuan lapisan ionosfer yang bersifat memantulakn gelombang radio pada rentang frekuensi tersebut. Salah satu lapisan ionosfer tersebut adalah lapisan E yang berada pada ketinggian sekitar 100 km. Lapisan E dapat mendukung komunikasi radio HF pada siang hari untuk jarak kurang dari 2000 km. Komunikasi menggunakan VHF dapat mencapai jarak sampai 3500 km dengan dukungan lapisan E, terutama ketika terjadi lapisan E sp[oradis dengan frekuensi kritis lebih dari 5 Mhz.
621 DIRGA 8 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Untuk mengoptimalkan jaringan komunikasi radio HF (SSB) di instansi pemerintah daerah Kalimantan Timur, diperlukan analisis untuk pemilihan frekuensi kerjanya. Bagian Sandi dan Telekomunikasi Provinsi Kalimantan Timur telah meminta LAPAN memberikan referensi frekuensi-frekuensi kerja untuk komunikasi di lingkungannya. Dari hasil analisis menggunakan prediksi frekuensi untuk semua sirkit, diperoleh alokasi frekuensi yang dapat digunakan di lingkungan Provinsi Kalimantan Timur. Analisis dilakukan di bulan Januari sampai Desember, untuk tingkat aktivitas matahari rendah, menengah, dan tinggi, dan menyesuaikannya dengan daftar alokasi frekuensi. Karena kpomunikasi di kantor pemerintah dilakukan terutama pada jam kerja, disarankan untuk menggunakan dua alokasi, yaitu 4000-4.063 MHz dan 6.765-7000 MHz.
621 DIRGA 8 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Automatic Link Establishment (ALE) dapat digunakan untuk pengamatan propagasi gelombang radio HF (3-30MHz) secara real time. Dari hasil penerapan yang dilakukan, diperoleh data yang mewakili kondisi propagasi suatu sirkit komunikasi radio HF secara real time. Data yang diperoleh meliputi nilai frekuensi yang dapat digunakan, kualitas sinyal, dan identitas stasiun penerima. Informasi dari data tersebut disajikan secara real time dalam bentuk grafis pada sebuah alamat website yang dapat diakses secara umum, yakni www.hflink.net. Informasi grafis yang dihasilkan merupakan garis penghubung antara stasiun dengan warna yang berbeda-beda. Warna tersebut menyatakan nilai frekuensi kerja yang dapat digunakan. Selain itu berdasarkan hasil analisis perbandingan antara data dari salah satu sirkit ALE dengan hasil pengamatan menggunakan Ionosonda, diperoleh kesesuaian data ALE dengan variasi lapisan ionosfer. Berdasarkan hasil tersebut, maka sistem ALE untuk pengamatan propagasi gelombang radio HF secara real time dapat diterapkan.
621 DIRGA 12:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Karakteristik lapisan ionosfer, baik variasi harian, musiman, maupun variasi yang berkaitan dengan aktivitas matahari perlu diketahui untuk dapat dimanfaatkan secara optimal. Salah satu lapisan ionosfer adalah lapisan E yang berada pada ketinggian sekitar 100 km. Karakteristik lapisan E ionosfer diteliti untuk pengembangan model gangguan ionosfer terhadap propagasi gelombang radio. Makalah ini membahas karakteristik lapisan ionosfer dari 3 stasiun pengamat dirgantara LAPAN di Tanjungsari-Sumedang (6.5 derajat LS, 107.47 derajat BT, Kototabang (0.2 derajat LS, 100.3 derajat BT), dan Biak (1.2 derajat LS, 136.00 derajat BT). Data yang digunakan masing-masing adalah data Tanjungsari tahun 2001-2006, Kototabang tahun 2005-2006, dan Biak tahun 2005. Data pendukung yang digunakan adalah indeks T, sebagai indikator aktivitas matahari. Hasil penelitian menunjukkan maksimum frekuensi kritis lapisan E (foEs)tercapai pada pukul 12:00, yang menunjukkan pengaruh posisi matahari (sudut zenith) pada pembentukan lapisan E. Besarnya foE bervariasi antara 2.2-4.5 MHz. Variasi musiman nampak lebih jelas pada saat aktivitas matahari tinggi (tahun 2001-2003), dimana foE tinggi pada bulan Oktober sampai Maret dan rendah pada bulan April sampai September. Pada saat aktivitas matahari rendah, variasi musiman ini kurang jelas. Variasi aktivitas matahari tidak terlalu jelas dampaknya pada frekuensi kritis lapisan E ionosfer. Korelasi antara median foE dengan indeks T juga rendah (R = 0,2638). Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah lapisan ionosfer, pengaruh aktivitas matahari semakin kecil. Perbadingan karakteristik antar stasiun pengamat menunjukkan bahwa pada tingkat aktivitas matahari rendah pada tahun 2005, ketiga stasiun (Biak, Tanjungsari, Kototabang) mempunyai karakteristik foE yang hampir sama. Nilai maksimum median foE sekitar 3.7 MHz, sedangkan nilai minimumnya sekitar 2.15 MHz.
621 DIRGA 8 (1-4) 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Ketergantungan penggunaan frekuensi HF (high frequency : 3-30 MHz) pada kondisi alam menyebabkan diperlukannya prediksi frekuensi, untuk mendapatkan acuan tentang frekuensi yang sebaiknya digunakan untuk komunikasi pada saat ini. Selain membrikan gambaran tentang frekuensi yang dapat digunakan untuk komunikasi, prediksi frekuensi komunikasi radio HF dapat dimanfaatkan untuk penjadwalan penggunaan frekuensi, pemilihan frekuensi kerja, dan perencanaan frekuensi kerja. Kegiatan inilah yang disebut manajemen frekuensi.
621 DIRGA 7:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library