Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dimas Brilliant Sunarno
Abstrak :
Hubungan Karakteristik Bising dan Faktor-Faktor Determinan yangBerkontribusi dengan Gangguan Pendengaran Pada Pekerja TerpajanBising di Area Produksi Perusahaan Daerah Air Minum PT XTingkat kebisingan di Instalasi Pengolahan Air IPA cukup tinggi. Meningkatnyakebutuhan air bersih seiring dengan bertambahnya populasi penduduk, membuatPerusahaan Daerah Air Minum PDAM dituntut untuk meningkatkan kapasitasproduksi. Terdapat alat-alat dan proses produksi yang memiliki karakteristikberbeda dibanding jenis industri lain. Terdapat 306 PDAM di seluruh Indonesia,potensi jumlah pekerja yang terpajan bising sangat besar, maka perlu diteliti lebihlanjut mengenai hubungan karakteristik bising serta faktor-faktor determinannyaterhadap gangguan pendengaran pada pekerja di PDAM untuk memperoleh bentukpengendalian yang paling tepat. Penelitian ini menggunakan desain studi potonglintang. Tahapan penelitian ini yaitu mengukur tingkat kebisingan sertamemberikan kuesioner sebagai data primer, menganalisis hasil audiometri pekerjasebagai data sekunder dan menggunakan uji statistika Chi Square dan analisis multideterminan untuk mengetahui hubungan di antara variabel independen dandependen. Hasil penelitian diperoleh bahwa sumber bising di instalasi pengolahanair adalah pompa, exhaust fan, kompresor, blower, vacuum dan terjunan air.Sebanyak 84.4 pekerja di area produksi terpajan bising > 85 dBA. Sebanyak15.6 pekerja mengalami gangguan pendengaran. Diperoleh kesimpulan bahwapekerja yang terpajan bising di atas 85 dBA yang memiliki frekuensi bisingdominan > 2000 Hz dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi pendengarandan diperparah apabila pekerja berusia > 40 tahun dan memiliki masa kerja > 14tahun. ...... Relation of Noise Characteristic and Determinant Factors that Contribute toHearing Loss on Workers Exposed by Noise at Production Area in Water SupplyCompany PT XNoise level in Water Treatment Plant WTP is high enough. Increasing the needfor clean water in line with the increasing population, making the Water SupplyCompany PDAM is required to increase production capacity. There are machinesand production processes that have different characteristics than other types ofindustries. There are 306 PDAMs throughout Indonesia, the potential number ofworkers exposed to noise is very large, it is necessary to further investigate therelationship between noise characteristics and its determinants to hearing loss toPDAM workers to obtain the most appropriate form of control. This study used across sectional study design. The stages of this study are to measure the noise leveland provide questionnaires as primary data, analyzing the worker audiometricresults as secondary data and using Chi Square statistical test and multi determinantanalysis to find out the relationship between independent and dependent variables. The results obtained that the source of noise in water treatment plants are pumps,exhaust fan, compressor, blower, vacuum and waterfall. About 84.4 of workersin the production area exposed to noise 85 dBA. About 15.6 of workers havehearing loss. It is concluded that exposure workers over 85 dBA with dominantnoise frequency 2000 Hz can cause hearing impairment and aggravate if workersare 40 years old and have a working life 14 years.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49842
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kusumawati
Abstrak :
Penelitian ini membahas hubungan tingkat kebisingan di lingkungan kerja dengan kejadian gangguan pendengaran pada pekerja PT X. Desain penelitian yang digunakan adalah coss sectional. Sampel penelitian berjumlah 110 pekerja pada area kerja AC dan mesin cuci. Terdapat 33 pekerja yang mengalami gangguan pendengaran setelah dilakukan pemeriksaan menggunakan garpu tala. Intensitas kebisingan di dua area kerja antara 86,4 dB-90,1 dB setelah diukur menggunakan Sound Level Meter. Hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan bermakna, tetapi tingkat kebisingan di dua area kerja telah melebihi nilai ambang batas. ......This study aims to determine the relationship between noise levels in working environment with hearing loss occurrence in workers in PT X. The study design used was cross sectional study. Sample of this study is 110 workers in AC and laundry system areas. There are 33 workers that suffer of hearing loss after measured by tuning fork. The noise intensity in two area is between 86,4 dB - 90,1 dB after measured by Sound Level Meter. The study result showed there is no significant relation, but noise level in two areas exceed the limit.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Zainal Adhim
Abstrak :
Indonesia sebagai negara berkembang banyak menggunakan pesawat sebagai alat transportasi maupun pertahanan udara. Kegiatan penerbangan oleh berbagai jenis pesawat, khususnya yang bermesin jet, menghasilkan bidding dengan intensitas tinggi. Hal ini merupakan bahaya potensial bagi orang yang berada di sekitarnya. Menurut OSHA (Occupational Safety and Health Administration), batas aman pajanan bising tergantung pada lama pajanan, frekuensi dan intensitas bising serta kepekaan individu dan beberapa faktor lain. Pemerintah melalui Depnaker, di dalam Keppres no 2/1993, mencantumkan penurunan pendengaran sebagai salah satu jenis penyakit akibat kerja. Daerah kerja dengan basil pengukuran di atas 85 dBA merupakan daerah kerja yang menjadi prioritas di dalam program perlindungan pendengaran. Pemerintah Indonesia menentukan nilai ambang bising di dalam KepMenaker no 51/1999 sebesar 85 dBA, dengan waktu kerja selama 8 jam. Pajanan bising yang dianggap cukup aman adalah pajanan rata-rata sehari dengan intensitas bising tidak melebihi 85 dBA selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Gangguan pendengaran akibat pajanan bising, sering dijumpai pada pekerja industri penerbangan di negara maju maupun negara berkembang, terutama yang belum menerapkan sistem perlindungan pendengaran dengan baik. Penelitian tentang tuli akibat bising (TAB) di Indonesia telah banyak dilakukan sejak lama. Survey yang dilakukan Hendarmin pada tahun 1971 di Manufacturing Plant Pertamina dan dua pabrik es di Jakarta diperoleh adanya gangguan pendengaran pada 50% karyawan, disertai peningkatan ambang dengar sementara sebesar 5-10 dB yang dialami karyawan yang telah bekerja terus menerus selama 5-10 tahun. Adenan melakukan penelitian pada 43 orang penduduk yang bertempat tinggal di sekitar lebih kurang 500 meter dari ujung landasan Bandara Polonia Medan, dengan lama hunian lebih dari 5 tahun dan rentang usia 20-42 tahun. Dari basil penelitian tersebut ditemukan sebanyak 50% menderita tuli sensorineural akibat bising pada penduduk dengan lama tinggal rata-rata 17 tahun dan waktu papar rata-rata 22 jamlhari. Hasil survei kebisingan di Lanud Halim Perdanakusuma tahun 2003, menunjukkan 23,8 % penerbang TNI Angkatan Udara menderita tuli akibat bising. Pada penelitian TAB terdahulu, audiometer nada murni digunakan sebagai alat untuk mendeteksi gangguan pendengaran. Hall (2000) menyatakan bahwa audiometer nada murni ini memberikan gambaran abnormal setelah terjadi kerusakan koklea lebih dari 25 %. Karena gangguan pendengaran akibat bising ini bersifat irreversibel dan tidak dapat dilakukan operasi maupun pengobatan, program konservasi pendengaran terutama diagnosis dini sebelum terjadi gangguan pendengaran menjadi sangat penting. Sejak ditemukan emisi otoakustik (OAE) oleh Kemp, banyak penelitian dilakukan untuk mendeteksi kerusakan sel rambut luar koklea akibat pajanan bising. Dari berbagai penelitian, temyata alat ini mampu mendeteksi kerusakan tersebut yang tidak tampak pada gambaran audiometer nada murni 56 . Lutman. et al, menggunakan OAE untuk memilah (screening) pendengaran pada pasien dengan risiko tinggi terpajan bising. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa TEOAE (Transient Evoked Ottoacouslic Emission) and DPOAE (Distorsion Product Otoacoustic Emission) mempunyai sensitivitas dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan audiometer nada murni untuk mendeteksi kelainan koklea. Audiometer nada murni dapat menilai ambang dengar secara umum tetapi tidak spesifik menunjukkan letak kerusakan. OAE dapat memeriksa fungsi sel rambut luar dari koklea yang mudah mengalami kerusakan bila terpajan bising, tetapi tidak dapat menilai ambang dengar seseorang. Pemeriksaan dengan OAE, dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, mudah, tidak invasif dan obyektif bila dibandingkan dengan pemeriksaan audiometer nada murni. Di Indonesia, penelitian mengenai OAE pada gangguan pendengaran akibat terpajan bising belum pernah dilakukan, padahal alat ini mempunyai sejumlah keuntungan sebagai alat deteksi dini kerusakan sel rambut luar koklea. Dalam penelitian ini diperkenalkan OAE sebagai alat untuk mendeteksi kerusakan sel rambut luar koklea pada penerbang yang terpajan bising dengan harapan dapat digunakan secara luas di bidang kesehatan kerja, serta menambah wawasan dan perhatian terhadap gangguan pendengaran akibat bising yang selama ini belum disosialisasikan secara luas.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matakupan, Henry Victor
Abstrak :
Industri Minyak dan Gas Lepas Pantai PT M Tahun 2018 Paparan kebisingan merupakan penyebab paling umum gangguan pendengaran, menyebabkan noise induced hearing loss (NIHL). Penelitian ini mengevaluasi gangguan pendengaran yang berhubungan dengan pajanan bising dikaitkan dengan usia, masa kerja, lama pajanan, pemakaian alat pelindung diri, kebiasaan merokok, hobi berhubungan kebisingan dan penyakit Diabetes Mellitus, hyperlipidemia dan hipertensi pada pekerja. Ini adalah penelitian observational cross sectional meneliti variabel independen, variabel dependen dan variabel perancu pada waktu bersamaan. Menggunakan data sekunder perusahaan melalui pengamatan, pengukuran dan questioner. Hasil pengukuran kebisingan area berpotensi kebisingan menunjukan potensi kebisingan terendah adalah 63 dBA dan tertinggi 110, 6 dBA,tingkat kebisingan area field berkisar 84.88 - 93 dBA. Kebisingan di area nonfield tertinggi 79.5 dBA. Pajanan bising efektif di bawah 80 dBA, baik di area field maupun nonfield; 7.1% pekerja bekerja > 20 tahun, didapatkan hubungan antara masa kerja > 20 tahun, terjadinya gangguan pendengaran pekerja sebanyak 5.6%, 40.5% pekerja berusia > 40 tahun, didapatkan hubungan antara usia pekerja dengan kejadian gangguan pendengaran. 42.9% pekerja memiliki kebiasaan merokok, tidak didapatkan hubungan antara perilaku merokok dengan gangguan pendengaran. Tingkat pemakaian APT pada pekerja didapatkan sebanyak 90.5% pekerja yang selalu memakai APT, tidak ada hubungan antara pemakaian APT dengan gangguan pendengaran. Tidak didapatkan hubungan antara hobi dengan terjadinya gangguan pendengaran Tidak didapatkan hubungan antara status kesehatan berupa profil lipid pekerja (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida), kadar glukosa darah pekerja dan tekanan darah dengan gangguan pendengaran. ......Exposure to noise is the most common cause of hearing loss, leading to noise induced hearing loss (NIHL). This study evaluated hearing loss associated with noise exposure related to age, length of employment, length of exposure, the use of personal protective equipment, smoking habits, hobbies associated noise and diabetes mellitus, hyperlipidemia and hypertension in workers. This is a cross-sectional observational study examined the independent variable, the dependent variable, and confounding variables at the same time. Using the company secondary data, through observation, measurement and questionnaire. Noise measurement results indicate that the potential area of potential noise is 63 dBA as the lowest noise and the highest is 110, 6 dBA, field noise level area ranging from 84.88 - 93 dBA. Nonfield noise area 79.5 dBA. Exposure effective noise below 80 dBA, either in the field or nonfield area; 7.1% of workers worked > 20 years, working life > 20 years, the hearing loss of workers 5.6%, workers aged > 40 years 40 is 5%. 42.9% of workers have a smoking habit, not found a relationship between smoking behavior with hearing loss. HPD consumption levels in workers earned as much as 90.5% of the workers who always wear APT, there is no relationship between the use of HPD with hearing loss. There were no relationship between hobby with hearing loss. As well as no relationship found between workers health status such as lipid profile (total cholesterol, HDL, LDL, and triglycerides), worker glucose blood levels and blood pressure with hearing loss.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T52482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krismadies
Abstrak :
Gangguan pendengaran karena bising merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang sering ditemui pada perusahaan manufaktur. Hazard yang bisa menyebabkan gangguan pendengaran meliputi bising, zat kimia dan getaran. Ruang lingkup penelitian tesis ini adalah melihat dampak pajanan bising terhadap fungsi pendengaran pekerja yang terpajan bising diatas 82 dBA. Jenis penelitian adalah cross sectional study yang meneliti hubungan faktor independen berupa dosisi pajanan dalam perhitungan leq, umur dan masa kerja serta faktor penggangu berupa pemakaian alat pelindung diri serta kebiasaan dengan fungsi pendengaran pekerja. Dari survei tingkat bising ditemukan departemen PVC, CDM, CDS dan CDB mempunyai tingkat kebisingan diatas nilai ambang batas yang diperbolehkan. Hasil pemeriksaan audiometri ditemukan dua orang responden yang mengalami gangguan pendengaran. Responden yang mengalami gangguan pendengaran satu orang berumur diatas 40 tahun, bekerja pada ruangan PVC dimana merupakan tingkat pajanan bising tertinggi di pabrik ini dan sudah bekerja selama lebih dari 5 tahun. Responden yang mengalami gangguan pendengaran lainnya merupakan pekerja yang berumur dibawah 40 tahun dan sudah bekerja selama lebih dari 5 tahun. Dari hasil analisis statistik tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara Leq pajanan bising, faktor masa kerja, pemakaian alat pelindung diri dan kebiasaan merokok dengan gangguan pendengaran. Ditemukan hubungan yang signifikan antara umur dan gangguan pendengaran dengan OD ratio 7.99.
Noise induced hearing loss is one of the occupational diseases are often found in manufacturing companies. Hazard that can cause hearing loss include noise, chemicals and vibration. The scope of this thesis research on the impact of noise exposure on hearing function of workers exposed to noise above 82 dBA. This type of research is a cross-sectional study examining the relationship be an independent factor in the noise dose exposure (leq), age and working period and disturbance factors such as the use of personal protective equipment, smoking with hearing function. From the survey found noise levels PVC department, CDM, CDS and CDB have noise levels above the permitted threshold value. Audiometric examination found two participant who suffered from hearing loss. Respondents who suffered from hearing loss a person aged over 40 years, working on PVC indoor noise exposure level which is the highest in the plant and it has been working for more than 5 years. Other participant who suffered from hearing loss is under the age of 40 years and has been working for more than 5 years. From the analysis found no statistically significant relationship between Leq noise exposure, working period, the use of personal protective equipment and smoking with hearing loss. Found a significant relationship between age and hearing loss with OD ratio 7.99.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T32981
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Ekayusnita
Abstrak :
Latar belakang : Teknisi pesawat terbang militer merupakan salah satu profesi yang berisiko terpajan bising saat bertugas. Aktivitas penerbangan militer dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran akibat bising (GPAB). GPAB awalnya tidak dikeluhkan oleh teknisi, namun pada pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan penurunan nilai ambang pendengaran dan bersifat sensorineural. Deteksi dini gangguan pendengaran sebelum terjadi gangguan pendengaran meluas ke frekuensi percakapan sangat penting karena GPAB bersifat permanen namun hal tersebut dapat dicegah. Audiometri nada murni tidak menyertakan frekuensi yang lebih tinggi (>8KHz) dan pemeriksaan ini tidak peka terhadap kerusakan akibat bising yang terjadi pada koklea. High Frequency Audiometry (HFA) dan Distortion Product Otoacoustic Emissions (DPOAE) dapat digunakan untuk deteksi dini GPAB. HFA mengevaluasi ambang pendengaran pada frekuensi yang lebih tinggi dari 8000 Hz. DPOAE dapat menilai sel-sel rambut luar koklea yang sensitif terhadap pajanan bising yang berlebihan dan dapat digunakan untuk deteksi dini GPAB. Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran DPOAE, audiometri nada murni, HFA dan faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran DPOAE dan HFA. Penelitian ini juga untuk mengetahui kesesuaian antar gambaran audiometri dengan DPOAE pada teknisi yang terpajan bising mesin pesawat di Skadron Udara 2. Metode: Penelitian dilakukan 27 Desember 2021- 14 Januari 2022 di Skadron Udara 2 dan RSAU dr. Esnawan Antariksa. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) dengan subjek penelitian adalah teknisi mesin pesawat terbang di Skadron Udara 2 yang berusia 20-58 tahun, semuanya pria, dengan masa dinas minimal lima tahun dan bebas bising 12 jam sebelum pemeriksaan. Subjek penelitian didapatkan 50 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Pemeriksaan menggunakan audiometri nada murni, HFA dan DPOAE Hasil: Berdasarkan DPOAE, terdapat 23 subjek (46%) dengan SNR<6 pada telinga kanan dan 25 subjek (50%) dengan SNR <6 pada telinga kiri. Berdasarkan pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan 18 subjek (36%) terdapat peningkatan intensitas pada telinga kanan dan 15 subjek (30%) dengan peningkatan intensitas pada telinga kiri. Berdasarkan hasil hasil pemeriksaan HFA, menunjukkan 14 subjek (28%) terdapat peningkatan intensitas pada telinga kanan dan 13 subjek (26%) dengan peningkatan intensitas pada telinga kiri. Faktor risiko yang paling berpengaruh pada hasil DPOAE dan HFA adalah pemakaian alat pelindung pendengaran. Pada pemeriksaan audiometri dan DPOAE pada frekuensi 3 kHz dan 10 kHz menunjukkan hubungan bermakna dengan kesesuaian yang moderate (cukup), frekuensi 4 kHz dan 6 kHz terdapat hubungan bermakna dengan kesesuaian yang kuat sedangkan pada frekuensi 8000 terdapat hubungan bermakna dengan kesesuaian yang lumayan (fair) Kesimpulan: Audiometri nada murni, HFA dan DPOAE dapat digunakan saling melengkapi dalam mendeteksi dini GPAB ......Background: Military aircraft technician is one of the professions with risk of being exposed to noise. Military aviation activities can cause noise-induced hearing loss (NIHL). NIHL ​​was not initially complained by workers, but on pure tone audiometry examination showed a decreased hearing threshold value and was sensorineural. Early detection of hearing loss before hearing loss extends to the frequency of conversation is very important because NIHL is permanent but can be prevented. Pure tone audiometry excludes higher frequencies (>8KHz) and is insensitive to noise-induced damage to the cochlea. High Frequency Audiometry (HFA) and Distortion Product Otoacoustic Emissions (DPOAE) can be used for early detection of NIHL. HFA evaluates hearing thresholds at frequencies higher than 8KHz. DPOAE can assess cochlear outer hair cells that are sensitive to excessive noise exposure and can be used for early detection of NIHL. Objective: This study was conducted to determine DPOAE, pure tone audiometry, HFA and the factors that affect DPOAE and HFA images on technicians exposed to aircraft noise in Air Squadron 2. This research also determine the compatibility of audiometric images with DPOAE on technicians exposed to noise. Methods: The study was conducted December 27th ,2021 until January 14th ,2022 at the Squadron 2 and Esnawan Antariksa Air Force Hospital. This research use cross sectional design with the subjects are aircraft engine technicians in Air Squadron 2 aged 20-58 years, all men, with a minimum service period of five years and noise-free 12 hours before the examination. The subjects of this study were 50 subjects who met the inclusion criteria. Examination using pure tone audiometry, HFA and DPOAE. Results: Based on the DPOAE, there were 23 subjects (46%) with SNR <6 in the right ear and 25 subjects (50%) with SNR <6 in the left ear. Based on pure tone audiometry examination, there were 18 subjects (36%) with an increased intensity in the right ear and 15 subjects (30%) with an increased intensity in the left ear. Based on the HFA examination, there were 14 subjects (28%) with an increased intensity in the right ear and 13 subjects (26%) with an increased intensity in the left ear. The use of hearing protection equipment is the most influenced risk factor which affected the results of DPOAE and HFA. On audiometric and DPOAE examination at a frequency of 3 kHz and 10 kHz showed a significant relationship with moderate (adequate), frequencies of 4 kHz and 6 kHz there was a significant relationship with conformity, while at a frequency of 8000 there was a significant relationship with fair compliance. Conclusion: Pure tone audiometry, HFA and DPOAE can be used complementary in early detection of NIHL
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Indar Ayuningtyas
Abstrak :
Proses kerja di Area Forging PT X dapat menimbulkan risiko bahaya dari tekanan suara yang ditimbulkan oleh mesin produksi yang dapat menimbulkan kebisingan dan dapat berpengaruh pada gangguan fungsi pendengaran pekerja. Diperlukan analisa faktor yang mempengaruhi gangguan pendengaran agar dapat digunakan sebagai langkah pengendalian yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tekanan bising, gambaran pajanan bising (Leq 8 jam), gambaran gangguan pendengaran dan faktor yang mempengaruhi gangguan pendengaran sensorineural pada pekerja di Area Forging PT X. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional untuk melihat hubungan gangguan fungsi pendengaran akibat pajanan bising dengan menganalisa faktor lain yang dapat mempengaruhinya seperti usia, masa kerja, kebiasaan merokok, pajanan getaran, hobi terkait bising, dan pemakaian alat pelindung diri (alat pelindung telinga). Berdasarkan hasil didapatkan bahwa gambaran tekanan bising di Area Forging PT X berkisar antara 74,1 – 103,4 dBA, pajanan bising (Leq 8 jam) 44 orang (66,7%) terpajan bising tinggi ≥85dBA dan 22 orang (33,3%) terpajan bising <85 dBA dan rata-rata pajanan adalah sebesar 91,5 dBA. Dari 66 partisipan, 8 (12,1%) partisipan mengalami gangguan fungsi pendengaran sensorineural dan 58 (87,9%) partisipan memiliki pendengaran normal. Faktor – faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi pendengaran adalah pajanan bising memiliki p value 0,045 dengan nilai OR 0,818, hobi terkait bising memiliki p value 0,005 dan nilai OR 14,37, masa kerja memiliki p value 0,045 dan nilai OR 0,818, usia memiliki p value 0,001 dan nilai OR 20,07, kebiasaan merokok memiliki p value 0,008 dan nilai OR 12,33, serta penggunaan alat pelindung diri memiliki p value 0,009 dan nilai OR 10,6. Faktor yang paling dominan mempengaruhi gangguan fungsi pendengaran sensorineural adalah usia. Untuk mengandalikan faktor yang mempengaruhi gangguan fungsi pendengaran dapat menggunakan hierarki pengendalian risiko yaitu eliminasi, substitusi, pengendalian teknis, pengendalian administratif dan alat pelindung diri. ......The work process in Forging Area PT X can pose a danger from sound pressure generated by production machines which can cause disturbances to worker functions. Analysis of factors that influence hearing loss so that it can be used as an appropriate control measure. This study aims to determine the description of noise, noise exposure description (Leq 8 hours), description of hearing loss and factors that influence hearing loss in workers in the Forging Area of ​​PT X. This study is an observational study with cross sectional design to see the relationship between functional impairment due to exposure noise by analyzing other factors that can influence it such as age, years of service, smoking habits, vibration, hobbies related to noise, and use of personal protective equipment (ear protection). Based on the results obtained that the description of noise pressure in the Forging Area PT X ranges from 74.1 – 103.4 dBA, noise exposure (Leq 8 hours) 44 people (66.7%) high noise exposure >85dBA and 22 people (33.3 %) exposed to noise ≤85 dBA and the average exposure was 91.5 dBA. Of the 66 participants, 8 (12.1%) have sensorineural hearing loss and 58 (87.9%) have normal hearing. Factors that are significantly related to hearing loss are noise exposure have p value of 0.045 with an OR value of 0.818, a noise hobby have p value of 0.005 and OR value of 14.37, years of service have p value of 0.045 and OR value of 0.818 , age have p value of 0.001 and OR value of 20.07, smoking habits have p value of 0.008 and OR value of 12.33, and the use of personal protective equipment have p value of 0.009 and an OR value of 10.6. The most dominant factor influencing sensorineural hearing loss is age. To control those affecting hearing function impairment, risk control factors can be used, namely elimination, substitution, control, control, and personal protective equipment.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nassor Rashid Hamad
Abstrak :
Gangguan pendengaran merupakan gangguan yang paling umum ditemukan pada neonatus. Gangguan dapat diatasi dengan mudah bila didiagnosis pada awal kelahiran. Prevalensi global gangguan pendengaran permanen pada neonatus kebanyakan berasal dari negara berkembang sekitar 0,5-5 per 1000 kelahiran. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi efek terapi aminoglikosida dan faktor yang dapat menginduksi gangguan pendengaran pada neonatus yang dirawat di NICU Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian bersifat case-control dengan sampel 112 neonatus di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Data skrining pendengaran neonatus secara retrospektif dikumpulkan melalui data rekam medis elektronik dan data medis pasien. Hanya pasien yang dirawat dan diobati di Neonatal Intensive Care Unit (NICU) dari November 2018 hingga Oktober 2019 yang diambil sebagai sampel penelitian. Usia gestasional saat kelahiran (LGA) dan anomali kraniofasial dianggap sebagai faktor risiko yang berpengaruh terhadap gangguan pendengaran karena secara statistik signifikan (p < 0,05). Penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan dari jenis kelamin, berat badan saat kelahiran, ventilasi mekanik, lama rawat di NICU (>5 hari), hiperbilirubinemia (> 10 mg/dl), asfiksia, dan terapi aminoglikosida (p > 0,05). Prevalensi gangguan pendengaran pada neonatus dengan usia gestasional saat lahir dibawah dari 37 minggu dan adanya anomali kraniofasial memiliki signifikansi yang tinggi dibandingkan bayi yang lahir dengan normal. Kedua faktor tersebut memiliki risiko gangguan pendengaran pada neonatus 8 hingga 14 kali lebih tinggi. Sebaliknya, terapi aminoglikosida ditemukan tidak berbeda signifikan pada penelitian ini dikarenakan nilai p sebesar 0,124 yang lebih besar dari 0,05 untuk interval kepercayaan 95%. Temuan lainnya yang tidak berbeda secara signifikan adalah jenis kelamin, berat badan saat lahir, lama rawat di NICU selama > 5 hari, dukungan ventilator > 5 hari, bayi lahir dengan asfiksia dan hiperbilirubinemia > 10 mmol/l ......Hearing loss is the most common disorder in neonates; it can be best managed if diagnosed at an early stage of life. The global prevalence of permanent neonatal hearing loss mainly occurs in developing countries, accounting for 0.5 to 5.0 per 1000 live births. This study's objective was to evaluate effects of aminoglycoside therapy, and associated factors that can induce hearing loss in neonates admitted to NICU at Dr.Cipto-Mangunkusumo Hospital. This was a case-control study conducted among 112 neonates at Dr. Cipto-Mangunkusumo Hospital (CMH). Data of neonatal hearing screening were retrospectively collected from hospital electronic medical records and medical files. Only patients admitted and treated at the Neonatal Intensive Care Unit from November 2018 to October 2019 were recruited. Out of 112 neonates studied, the Low Gestational Age at birth (L.G.A.) and Craniofacial anomalies were considered as risk factors for hearing loss since they were statistically significant (p< 0.05). The study showed no statistically significant association in gender, birth weight, mechanical ventilation, NICU stay period (>5 days), hyperbilirubinemia (>10mg/dl), asphyxia, and aminoglycoside therapy (p>0.05). The prevalence of hearing loss in neonates with a lower gestational age of leser than 37 weeks and craniofacial anomalies are significantly higher compare to full-term neonates born. They are more associated with 8 to 14 times increased risk of hearing loss in neonates. In contrast, aminoglycoside therapy was found insignificant different in this study since its p-value were 0.124 which is greter than p-value <0.05 for 95% signicant interval. Other finds that were not significantly different are gender, birth weight, extended stay at ICU for >5 days, ventilatory support > 5days, baby borns with asphyxia and hyperbilirubinemia > 10mmol/l.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gardilla Eka Febriana
Abstrak :
Bising merupakan salah satu bahaya fisik yang sulit dipisahkan dari dunia industri modern terutama industri minyak dan gas. Safe work Australia pada tahun 2010 merilis hasil bahwa dalam 5 tahun periode Juli 2002 hingga Juni 2007 terdapat 16.500 klaim kompensasi dari para pekerja di Australia yang mengalami ketulian akibat pajanan bising, dan 99% diantaranya merupakan pajanan jangka panjang lebih dari 5 tahun. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara dosis kebisingan dengan penurunan fungsi pendengaran pada pekerja terkait kebisingan di sebuah pertambangan minyak dan gas bumi di Jawa Timur. Desain penelitian yang digunakan adalah metode analitik cross-sectional. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-square. Penelitian di perusahaan ini dilakukan pada Januari-Februari 2014 dan Mei 2014. Dari 33 orang pekerja, didapati 3 pekerja mengalami penurunan fungsi pendengaran. Dalam penelitian ini, hasil sejalan dengant teori tetapi tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara dosis kebisingan dengan penurunan fungsi pendengaran pekerja.
Noise is one of the physical hazard which difficult to separate from industrial modern especially oil and gas industry. Safe work Australia, 2010, has released a result that in periode range Juli 2002 until Juni 2007 there are 16.500 compensation claims from workers in Australia who exposed with noise, and 99% of them has exposed more than 5 years. The objective of this research is to find relationship between noise dose and noise-induced hearing loss at workers in an oil and gas company in East Java. Research design that I used in this research is cross-sectional method. Statistic test that I used in this research is chi-square test. Research in this company has done in January-February 2014 and continued in May 2014. The result is, there are 3 from 33 workers has suffered noise-induced hearing loss. In this research, the results are equal with the theory but I did not find any significant relations between noise dose and noise-induced hearing loss.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55139
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrew Ebenezer Timanta
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik dan faktor perilaku pekerja seperti usia, lama kerja, penggunaan alat pelindung telinga, rotasi kerja, riwayat penyakit DM/Hipertensi, dan tingkat kebisingan dengan gangguan pendengaran di Garuda Maintenance Facility AeroAsia GMF AeroAsia tahun 2017. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan melibatkan 73 pekerja di area power service yang terpapar tingkat kebisingan.
ABSTRACT
This study aims to analyze the characteristics and factors of worker behavior, including age, the use of ear protection, work rotation, history of diabetes or hypertension, and noise hazards with hearing loss in Garuda Maintenance Facility AeroAsia GMF AeroAsia in 2017. A cross sectional study was conducted involving 73 workers in power service area which exposed to noise level
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>