Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuyun Miftahul Rahma
"ABSTRAK
Latar Belakang. Efek penurunan kadar hematokrit oleh manitol memberi
manfaat lebih pada tata laksana cedera kepala. Kadar hematokrit 30-35%
merupakan kadar hematokrit efektif untuk mendapatkan keluaran yang baik pasca
cedera kepala. Meski dosis awal rekomendasi pemberian manitol memiliki
rentang yang cukup besar antara dosis rendah dengan dosis tingginya, kedua dosis
ini memiliki efektivitas yang sama dalam menurunkan Tekanan Intrakranial
(TIK). Diduga kedua dosis ini juga memiliki efek yang sama terhadap penurunan
kadar hematokrit.
Metode. Penelitian ini merupakan uji eksperimental klinis dengan randomized
controlled trial tersamarkan. Subjek penelitian adalah pasien cedera kepala
sedang (CKS) dan cedera kepala berat (CKB) dengan gejala dan tanda klinis
peningkatan TIK yang terindikasi mendapat terapi manitol yang datang ke Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dan bersedia mengikuti penelitian.
Dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik umum dan neurologis serta pemeriksaan
kadar hematokrit. Dilakukan analisis data menggunakan perangkat SPSS 17.0.
Hasil. Diperoleh 30 subjek pasien cedera kepala sedang dan berat yang mendapat
terapi manitol, masing-masing 15 orang untuk kelompok manitol dosis 0.5g /
kgBB dan 1g/ kgBB. Terjadi penurunan kadar hematokrit sebesar 5% pada
kelompok dosis 0.5g/ kgBB dan sebesar 6% pada kelompok manitol dosis 1g/
kgBB pasca 10 menit pemberian manitol. Kadar tersebut meningkat kembali ke
kadar normal 6 jam pasca pemberian. Didapatkan kecendrungan penurunan ratarata
Mean Arterial Blood Pressure (MABP) dan frekuensi nadi pasca 10 menit
pemberian manitol, yang kemudian mengalami peningkatan nilai saat dilakukan
pengukuran 6 pasca jam pemberian. Didapatkan kecendrungan peningkatan GCS
dan perbaikan reaktivitas pupil pada kedua kelompok dosis manitol di dua waktu
pengukuran.
Kesimpulan. Terdapat kecenderungan penurunan kadar hematokrit pasca 10
menit pemberian manitol, yang meningkat kembali ke kadar normal 6 jam pasca
pemberian pada kedua dosis manitol yang diteliti. Pada penelitian ini juga
didapatkan kecendrungan perbaikan kondisi klinis pasien yang tidak berbeda pada
kedua dosis manitol pasca 10 menit dan 6 jam pemberian.

ABSTRACT
Background: The decreasing effect of hematocrit due to mannitol gives
additional benefit in management of traumatic brain injury (TBI). Hematocrit
level of 30 - 35% is the effective level to obtain good outcome after TBI. Even
though initial recommended dosage of mannitol has a relatively wide range
between low and high dosage, both dosages have similar effectivity in reducing
intracranial pressure (ICP). It is assumed that both dosages also have similar
effect on decreasing hematocrit level.
Methods: This was a clinical experimental study with double-blind randomized
controlled trial. The study subjects were patients with moderate and severe TBI
with signs and symptoms of increased ICP who have indications to be given
mannitol and were hospitalized in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta and
agree to participate in the study. All subjects were interviewed, underwent general
and neurological physical examination, as well as level of hematocrit. Data
analysis were done by using SPSS 17.0.
Results: There were 30 patients with moderate and severe TBI who received
mannitol. They were divided into two groups, each consists of 15 patients. The
first group received mannitol 0.5g/kgBW and the second group received 1g/
kgBW. Hematocrit level was decreased by 5% in the first group, and 6% in the
second group after 10 minutes administration of mannitol. The hematocrit level
was observed to increase to its normal value after 6 hours administration of
mannitol. There was a tendency of decreasing Mean Arterial Blood Pressure
(MABP) and heart rate after 10 minutes administration of mannitol, which then
would increased after 6 hours after administration. In addition, there were also
tendencies of increasing GCS and better pupillary reactivity in both groups on
both measurement.
Conclusions: The hematocrit level was found to decrease after 10 minutes
administration of mannitol, and increase back to its normal value after 6 hours
administration on both dosages. This study also found that moderate and severe
TBI patients receiving mannitol tend to show clinical improvement which were
similar on both dosages both after 10 minutes and 6 hours of adminstration."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dannis
"Latar Belakang: Sirosis merupakan proses difus yang biasanya ditandai dengan adanya fibrosis dan terdapat perubahan dari bentuk dan fungsi hati yang normal menjadi terbentuknya suatu struktur nodul yang abnormal dan akan berkembang menjadi sirosis dan terjadi perubahan pada hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit dan leukosit. Sirosis dikelompokkan dalam 3 kelompok dengan menggunakan teknik diagnostic non-invasif menggunakan skor APRI.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui terdapat perbedaan yang signifikan pada hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit dan leukosit pada tingkatan sirosis hati berdasarkan skor APRI.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan 60 pasien sesuai dengan kriteria penelitian dari rekam medis pusat dan Laboratorium Patologi Klinik RSCM.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit memiliki nilai rerata 11,20; 32,94; 3,96 dan simpangan baku 2,66; 7,48; 0,90 dan jumlah leukosit median 9,66, minimum 2,01 dan maksimum 28,13 . Uji Anova menunjukkan perbedaan yang bermakna pada jumlah eritrosit p < 0,05 dan perbedaan yang tidak bermakna pada hemoglobin dan hematokrit p > 0,05 terhadap tingkat keparahan sirosis hati sesuai dengan skor APRI. Sedangkan uji kruskal-wallis menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna pada jumlah leukosit p > 0,05 terhadap tingkat keparahan sirosis hati sesuai dengan skor APRI.
Kesimpulan : Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada perbandingan jumlah eritrosit berdasarkan skor APRI dan perbedaan yang tidak bermakna pada hemoglobin, hematokrit dan jumlah leukosit berdasarkan skor APRI.

Background: Cirrhosis is a process of diffusion which is usually characterized by fibrosis and there is a change from a normal liver form and function to the formation of an abnormal nodular structure that develops into cirrhosis and causing changes in hemoglobin, hematocrit, the amount of erythrocytes and leukocytes. Cirrhosis is grouped into 3 groups using non invasive diagnostic techniques using APRI scores.
Objective: The purpose of this study was to investigate the significant differences in hemoglobin, hematocrit, amount of erythrocytes and leukocytes at the level of liver cirrhosis based on APRI scores.
Methods: This study used cross sectional design with 60 patients according to the study criteria from the central medical record and the RSCM Clinical Pathology Laboratory.
Results: The result of the research using Kolmogorov Smirnov test showed hemoglobin, hematocrit, the amount of erythrocytes had value average 11,20 32,94 3,96 and standard deviation 2,66 7,48 0,90 and leukocyte count median 9,66, minimum 2,01 and maximum 28,13 . Anova test showed a significant difference in the amount of erythrocytes p 0,05 towards the severeness staging of cirrhosis according to the APRI score. While the cruciate wallis test showed no significant difference in the number of leukocytes p 0,05 towards the severeness staging of cirrhosis according to APRI score.
Conclusion: The results of this study indicate that there is a significant difference in the number of erythrocytes based on APRI scores and the non significant differences in hemoglobin, hematocrit and leukocyte counts based on APRI scores.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sanny Kusuma Sary
"Masa yang paling rentan sepanjang kehidupan anak adalah masa neonatus dengan kematian paling banyak terjadi dalam minggu pertama kehidupan. Penyebab kematian tertinggi adalah kelahiran prematur, asfiksia, infeksi dan cacat lahir. Deteksi dini dengan pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk memahami faktor yang berpengaruh terhadap keluaran buruk dalam menentukan pengawasan ketat dan tindakan intervensi dengan segera. Pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan darah tali pusat dapat menjadi solusi. Penelitian ini menganalisa hubungan antara kadar glukosa, hemoglobin (Hb) dan nilai hematokrit (Ht) darah tali pusat dengan keluaran buruk jangka pendek neonatus yang terdiri dari skor Apgar 5 menit < 7, IVH, distres napas atau kardiovaskular yang butuh perawatan intensif, diagnosis sepsis neonatorum dan kematian neonatus. Empat puluh empat subjek yang terdiri dari 22 subjek dengan keluaran buruk dan 22 subjek tanpa keluaran buruk diikutsertakan dalam penelitian ini. Rerata kadar glukosa, Hb dan nilai Ht pada kelompok neonatus dengan keluaran buruk lebih rendah dari kelompok neonatus tanpa keluaran buruk. Terdapat hubungan antara kadar glukosa, Hb dan nilai Ht dengan tingkat kejadian keluaran buruk jangka pendek neonatus. Parameter kadar glukosa, Hb dan nilai Ht masing-masing memiliki area under curve (AUC) 70,6%; 71,1% dan 65%. Analisis regresi logistik menghasilkan model probabilitas keluaran buruk menggunakan parameter metode persalinan, usia kehamilan dan kadar Hb tali pusat dengan titik potong 15,55 g/dL.

The most vulnerable period throughout a children life is neonatal period with most deaths occurring in the first week of life. The leading cause of death are prematurity, asphyxia, infection and birth defects. Early detection using laboratory testing is needed to understand factors that influence bad outcomes and to determine intensive care or immediate intervention. Laboratory testing using umbilical cord blood sample can be a solution. This study analyzed the relationship between cord blood glucose, hemoglobin (Hb) levels and hematocrit (Ht) values with short-term neonatal bad outcomes consisting of 5-minute Apgar score less than 7, intraventricular hemorrhage (IVH), respiratory or cardiovascular distress requiring intensive care, diagnosis of neonatal sepsis and neonatal death. Forty-four subjects consisting of 22 subjects with bad outcomes and 22 subjects without bad outcomes were included in this study. The mean glucose, Hb levels and Ht values in the group of neonates with bad outcomes were lower than the group of neonates without bad outcomes. There is a relationship between glucose, Hb levels and Ht values with the incidence of short-term neonatal adverse outcomes. Cord blood glucose, Hb levels and Ht values each have an area under curve (AUC) of 70.6%; 71.1% and 65%. Logistic regression analysis showed a bad outcome probability model using delivery method, gestational age and the cord blood hemoglobin levels cut-off point of 15,55 g/dL."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library