Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Ammar Rasyad
"Artikel ini membahas mengenai usaha penanaman hegemoni pada pemilihan presiden 2024 melalui debat calon presiden. Pemilu presiden menjadi ajang penting peralihan pemerintahan pada negara demokrasi. Debat capres seringkali hanya dilihat sebagai panggung kampanye saja, tetapi sedikit yang melihat ini sebagai media penanaman hegemoni. Penulis juga menggunakan kerangka market for loyalties dengan menganalogikan debat calon presiden seperti pasar dengan kegiatan jual-beli. Penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan, bagaimana hegemoni ditanamkan melalui debat calon presiden 2024? Dan bagaimana identitas masing-masing pasangan calon yang diperjual-belikan dilihat menggunakan kerangka market for loyalties? Temuan pada artikel ini menyebutkan bahwa hegemoni ditanamkan melalui ideologi dan narasi yang dibawa masing-masing pasangan calon dan koalisinya. Pemerintah berperan membatasi pandangan rakyat terhadap ideologi hanya pada 3 pasangan calon presiden melalui debat calon presiden yang ditayangkan melalui media massa dan digital. Ideologi tersebut tercermin pada identitas masing-masing pasangan calon; pasangan calon 01 mewakili identitas keagamaan dan perubahan; 02 mewakili identitas pemuda, loyalitas pada Jokowi, dan keberlanjutan; 03 mewakili identitas PDIP sebagai partai pengusung dan petahana. Temuan ini dapat memberikan gambaran terkait proses penanaman hegemoni yang terjadi dalam debat calon presiden dan membuka kemungkinan penelitian lainnya terkait hegemoni dalam konteks peralihan pemerintahan.
This article discusses the efforts to instill hegemony in the 2024 presidential election through presidential candidate debates. The presidential election is an important event for the transition of government in a democratic country. Presidential debates are often only seen as a campaign stage, but few see this as a medium for planting hegemony. The author also uses the market for loyalties framework by analogizing the presidential candidate debate to a market with buying and selling activities. This research seeks to answer the question, how is hegemony instilled through the 2024 presidential candidate debates? And how is the identity of each candidate pair traded using the market for loyalties framework? The findings in this article state that hegemony is instilled through the ideologies and narratives brought by each candidate pair and their coalition. The government plays a role in limiting the people's view of ideology to only 3 pairs of presidential candidates through presidential candidate debates aired through mass and digital media. The ideology is reflected in the identity of each candidate pair; candidate pair 01 represents religious identity and change; candidate pair 02 represents youth identity, loyalty to Jokowi, and sustainability; candidate pair 03 represents the identity of PDIP as the supporting party and incumbent. These findings can provide an overview of the process of hegemony cultivation that occurs in presidential candidate debates and open up the possibility of other research related to hegemony in the context of the transition of government."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Sapardi Djoko Damono, 1940-2020
Jakarta: UI-Press, 1994
PGB 0458
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Ratna Ningtyas
"Tesis ini membahas interaksi interkultural antara etnik Yahudi dan etnik Cina dalam novel Peony 1948 karya Pearl S. Buck. Interaksi tersebut tidak berjalan secara mulus karena para tokoh memiliki ideologi budaya yang berbeda. Polarisasi kelompok antara tokoh esensialis dan nonesensialis mengawali konflik yang rumit. Interaksi interkultural antartokoh dipenuhi dengan upaya tarik menarik dan pengaruh memengaruhi sehingga muncul kontestasi ideologi budaya. Kontestasi ideologi budaya terlihat dalam perbedaan pemahaman terhadap tanah nenek moyang dan pernikahan campur.
Kontestasi ideologi Zionisme dan ideologi budaya yang terbuka dengan asimilasi direpresentasikan oleh Madame Ezra dengan David dan Ezra. Peony, sebagai tokoh utama, memiliki peran penting untuk menentukan pemenang dari kontestasi ideologi budaya yang bergulir. Tesis ini bertujuan menunjukkan pemenang dari kontestasi ideologi budaya adalah asimilasi. Beberapa factor melatarbeklakangi kemenangan asimilasi dalam kontestasi tersebut. Hibriditas juga menjadi salah satu faktor yang menguatkan ideologi budaya yang terbuka dengan asimilasi.

This research discusses about intercultural interaction between two different ethnics, Jews and Chinese, in the novel Peony 1948 by Pearl S. Buck. Instead of simply generating intercultural interaction, it raises an interaction based on different cultural ideology. Group polarization among essentialist and non essentialist opens up complex conflicts. Interactions among the characters of diverse ethnic backgrounds are tinged with efforts to influence, change, and persist in each other rsquo s cultural ideology. Such a process creates the indication of contestation of cultural ideology. It is reflected in each group rsquo s understanding of homeland and mixed marriage.
Contestation between Zionism and assimilation is represented by Madame Ezra, David, and Ezra. Peony, as the main character, has her important role to decide who the winner of the contestation of cultural ideology is. This research aims to reveal the winner of the contestation is assimilation. It perceives many factors are involved to make assimilation wins the contestation. Hybridity is also one of the factors that strengthen the cultural ideology of assimilation to win.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T49555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andy Bayu Nugroho
"Pemarkah gaya bahasa (PGB) adalah tanda atau fenomena kebahasaan khusus dalam wacana yang digunakan oleh seorang pengarang untuk mengungkapkan maksud tertentu dan yang memungkinkan peneliti atau pembaca untuk mengidentifikasi atau mengenali gaya bahasanya. Penelitian ini merupakan studi kasus mengenai PGB dalam swaterjemah karya sastra. Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan variasi PGB TSu dan TSa yang berdampak pada persepsi ideologis pengarang-penerjemah.
Penelitian ini menggunakan rancangan yang sesuai dengan metode kualitatif dengan analisis wacana kritis atas novel The Question of Red sebagai TSu dan novel Amba sebagai TSa. Data penelitian berupa pemarkah gaya bahasa yang termasuk kategori leksikal di dalam TSu dan terjemahannya di dalam TSa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ungkapan dengan pola PGB tertentu di dalam TSu diterjemahkan menjadi ungkapan dengan pola PGB yang sama, menjadi ungkapan dengan pola PGB yang berbeda, menjadi ungkapan dengan pola PGB yang diperluas atau direduksi, atau tidak diterjemahkan. Fenomena ini disebut sebagai variasi PGB yang dapat diklasifikasikan menjadi (1) invariasi pemarkah, (2) ekstensi pemarkah, (3) reduksi pemarkah, (4) transposisi pemarkah, (5) penambahan pemarkah, dan (6) eliminasi pemarkah. Sebagai sebuah penciptaan ulang novel Amba mengalami sejumlah besar pengubahan pola PGB kategori leksikal. Namun, secara umum narasi ideologis yang dibangun tidak berubah meskipun variasi eliminasi pemarkah mengakibatkan banyak kategori leksikal yang mengandung persepsi ideologis pengarang penerjemah tidak diungkapkan di dalam TSa.

Style markers are specific linguistic markers or phenomena in a group of discourse used by an author to achieve certain intentions and allow researchers or readers to identify or recognize his/her style. This research is a case study of the style markers in a literary self-translation. The purpose of this study is to identify variations of the style markers of the ST and TT which affects the ideological perception of the self-translator.
This study uses a qualitative method design by applying a critical discourse analysis on the novel The Question of Red as the ST and Amba as the TT. The research data are in the form of lexical category markers in the ST and their translations in the TT.
The results show that expressions with certain style markers patterns in the TT are translated in various ways, such as translated into expressions with the same patterns, translated into expressions with different patterns, translated with extension or reduction of the patterns, or left untranslated. These phenomena can be classified into six variations of style markers as (1) invariance, (2) extension, (3) reduction, (4) transposition, (5) addition, and (6) elimination of the markers. As a re-creation, Amba undergoes a large number of variations of lexical categories of style markers. However, in general the ideological narrative constructed does not change even though elimination of markers results in the presence of many lexical categories containing ideological perceptions of the self-translators that are not expressed in the TSa.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library