Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adrian Coto
Abstrak :
Penulisan tesis ini memiliki tujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pendapatan rumah tangga pada setiap propinsi di Indonesia seperti pertumbuhan ekonomi, kontribusi output sektor industri, upah minimum regional, dan tingkat pendidikan pekerja. Selain itu akan dibandingkan pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi, kontribusi output sektor industri, dan upah minimum regional terhadap kesenjangan pendapatan rumah tangga sebelum dan setelah tahun 1997. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahun 1993, 1996, dan tahun 1999 dengan data cross section 26 propinsi di Indonesia tidak termasuk Timor-Timur. Variabel-variabel yang digunakan dalam mempengaruhi kesenjangan pendapatan adalah pertumbuhan ekonomi, persentase output sektor industri pengolahan, upah minimum regional propinsi, dan tingkat pendidikan pekerja. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi dari model yang digunakan oleh Lyndon (2001) untuk menangkap pengaruh variabel bebas pada periode setelah tahun krisis moneter 1997. Metode estimasi yang digunakan adalah fixed effect yang memungkinkan adanya perbedaan tingkat kesenjangan pendapatan rumah tangga pada setiap propinsi di Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi mempengaruhi persentase pendapatan 40% kelompok rumah tangga berpenghasilan terendah secara positif dan signifikan. Sebaliknya persentase output sektor industri pengolahan, upah minimum regional dan tingkat pendidikan pekerja mempengaruhi persentase pendapatan 40% kelompok pendapatan rumah tangga berpenghasilan terendah secara negatif dan signifikan. Krisis ekonomi telah membawa dampak pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesenjangan distribusi pendapatan semakin memburuk. Sebaliknya, pengaruh persentase output sektor industri pengolahan dan upah minimum regional memperbaiki kesenjangan distribusi pendapatan. Selain itu, hasil estimasi menunjukkan bahwa apabila variabel bebas tidak mengalami perubahan, propinsi Papua memiliki kesenjangan distribusi pendapatan yang paling tinggi yaitu sebesar 20,04% yang artinya 40% kelompok rumah tangga berpenghasilan terendah hanya menguasai 20,04% dari seluruh pendapatan rumah tangga propinsi tersebut. Propinsi yang memiliki kesenjangan distribusi pendapatan yang terendah adalah propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yaitu sebesar 29.04% yang artinya 40% kelompok rumah tangga berpenghasilan terendah menguasai 29.04% dari seluruh pendapatan rumah tangga propinsi tersebut.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T 17082
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Purwanto
Abstrak :
Sistem pemerintahan di Indonesia yang mengatur hubungan antara pusat-daerah telah terjadi perubahan yang mendasar semenjak dilaksanakannya UU No. 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah. Berdasarkan keaua UU tersebut, daerah diberikan kewewenangan yang lebih luas dalam mengatur rumah tangganganya sendiri, termasuk bidang keuangan (fiscal decenUalisatlon) dimana daerah diberikan hak untuk menggali sumber-sumber pendapatan asli daerah (generating revenue). Kreativitas daerah yang Iidak terkontrol dalam menggali sumbersumber pendapatan asli daerah, dikhawatirkan berdampak distortifterhadap para pelaku ekonomi dan pada gilirannya akan berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. PT. Pelabuhan Indonesia II sebagai BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi yang pada awal pelaksanaan otonomi harus menghadapi serangkaian tuntutan dari daerah-daerah di wilayah perusahaan beroperasi. Tuntutan-tuntutan dan kreativitas daerah tersebut diajukan oleh daerah dalam rangka meninkatkan penerimaan PAD. Studi ini dimaksudkan hendak mengkaji bagaimana dampak upaya penggalian peneriman PAD yang dilakukan oleh daerah dalam rangka otonomi, terhadap kegiatan usaha PT. Pelabuhan Indonesia II. Kreativitas daerah dalam menggali sumber-sumber PAD diawal pelaksanaan otonomi menunjukkan adanya peningkatan penerimaan PAD yang signifikan dibandingkan sebelum otonomi. Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa di sebagian daerah penelitian yaitu di Kota Cilegon dan Kabupaten Serang, peningkatan penerimaan PAD tersebut semra nyata berdampak negatif terhadap pendapatan PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Ciwandan Banten yang beroperasi di wilayah tersebut. Sedangkan di daerah-daerah lainnya pada umumnya belum menunjukkan dampak yang nyata terhadap pendapatan Cabang Pelabuhan yang beroperasi di masing-masing daerah. Kota Cilegon dan Kabupaten Serang secara kreatif telah menerbitkan dan melaksanakan secara penuh perda-perda tentang pajak jasa pelabuhan dan retribusi jasa pelabuhan dan mendirikan BUMD bidang jasa kepelabuhanan. Pajak/retribusi tersebut, dikenakan terhadap subyek pajak/retribusi alas obyek pajak/retribusi yang juga merupakan sumber pendapatan Pelabuhan Cabang Ciwanda Banten. Demikian juga BUMD tersebut, didirikan dengan maksud mengambilalih kegiatan pelayanan jasa pelabuhan dad PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Ciwandan Banten. Kewenangan pemungutan pajak/retribusi (taxing power) tersebut didasari oleh kewenangan penyelenggaraan pelabuhan yang masih dalam sengketa/konflik, dimana sebelum otonomi, kewenangan penyelenggaraan pelabuhan sepenuhnya berada di pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada PT. Pelabuhan Indonesia II sebagai BUMN yang ditunjuk. Sebagian daerah lainnya telah menerbitkan perda-perda sejenis namun belum diterapkan secara penuh sehingga belum berdampak pada penerimaan pendapatan PT. Pelabuhan yang beroperasi di wilayahnya. Beberapa daerah lainnya telah menyiapkan regulasi dibidang kepelabuhanan dan bersikap 'wait and see; menunggu kepastian kewenangan penyelenggaraan pelabuhan yang masih dalam sengketa/konflik antara pemerintah kota/kabupaten/propinsi disatu pihak dengan dengan Pemerintah Pusat di pihak lain. Dibidang Kepelabuhanan, persoalan mendasar dalam pelaksanaan UU No 22 tahun 1999 dan UU No 25 tahun 1999 sebagaimana telah diubah masing-masing dengan UU No 32 tahun 2004 dan UU No 33 tahun 2004, adalah masih ditemuinya perbedaan persepsi diantara stakeholders, terutama antara Pemerintah Kota/Kabupaten /Provinsi di satu pihak dengan PT. Pelabuhan Indonesia II dan Pemerintah Pusat di lain pihak, sehingga mengakibatkan munculnya konflik diantara kedua pihak. Berdasarkan jenis permasalahannya, konflik yang muncul dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis konflik, yaitu: 1) Konflik kewenangan pengelolaan pelabuhan; 2) Konflik penerimaan pendapatan asli daerah; 3)Konflik pengakuan eksistensi hak-hak masyarakat lokal. Pada dasarnya, daerah menuntut agar semua regulasi dibidang kepelabuhanan disesuaikan dengan UU No 22 tahun 1999 dimana daerah mengklaim bahwa berdasarkan UU tersebut, peyelenggaraan pelabuhan menjadi kewenangan daerah. Sementara itu, dengan dasar yang lama, pemerintah pusat bertahan bahwa penyelenggaraan pelabuhan tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilimpahkan kepada BUMN. Seiring perjalanan waktu, konflik kewenangan ini semakin melebar diantara kedua pihak. Potensi konflik kewenangan ke depan masih terbuka lebar sepanjang belum ada kepastian hukum yang mengatur batasan-batasan kewenangan penyelenggaraan pelabuhan yang diberikan dari pemerintah kepada daerah yang dapat diterima oleh semua pihak (stakeholders). Selain itu, daerah menuntut kontribusi PT. Pelabuhan Indonesia II yang beroperasi di wilayahnya untuk meningkatkan penerimaan PAD. Bentuk tuntuntan tersebut antara lain berupa tuntutan pembagian pendapatan/revenue, tuntutan penerimaan royalty, tuntutan kepemilikan saham, dan pembagian laba BUMN sebagai dana alokasi umum yang dibagikan secara langsung kepada daerah. Sementara itu kreativitas daerah menggali sumber-sumber PAD melalui pajak dan retribusi jasa kepelabuhanan menimbulkan konflik baru, mengingat subyek dan obyek pajak/retribusi tersebut merupakan salah satu sumber pendapatan PT. Pelabuhan Indonesia II yang diambilalih oleh daerah. PT. Pelabuhan Indonesia II juga menghadapi tuntutan-tuntutan dari masyarakat total hampir diseluruh daerah untuk mendapatkan pengakuan eksistensi ha-hak masyarakat lokal. Bentuk tuntutan tersebut antara lain partisipasi menyediakan fasilitas umum, fasilitas sosial, kesempatan kerja, penyelamatan lingkungan dan sumbangan untuk kegiatan lokal. Di daerah tertentu intensitas tuntutan sampai pada pengerahan massa secara fisik. Upaya penyelesaian sengketa kewenangan dalam pengelolaan kepelabuhanan dapat diselesaikan dengan adanya kepastian hukum tentang batas-batas kewenangan di antara para stakeholders dengan mengakomodir trend desentralisasi. Dengan tujuan efsiensi, pengelolaannya haruslah dilakukan oleh kedua pihak secara concurrent dimana kewenangan penyelenggaraan pelabuhan tingkat nasional dan internasional tetap dipegang oleh pemerintah pusat, sedangkan pelabuhan tingkat regional dan lokal masing-masing diserahkan kepada daerah propinsi dan daerah kota/kabupaten. Karena derajat ekstemalitasnya yang Iuas, maka untuk mengatur bidang kepelabuhanan, diperiukan peraturan khusus yang "berterima umum" oleh semua unsur masyarakat secara nasional, sehingga level peraturan yang paling sesuai adalah undang-undang khusus bidang kepelabuhanan. Daerah dalam menggali sumber-sumber baru penerimaan PAD haruslah memperhatikan adanya resistensi dan potensi konflik dengan pihak terkait dan haruslah didasari oleh kewenangan yang jelas dan pasti. Sedangkan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan eksistensi hak-hak masyarakat lokal, disarankan sebaiknya PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia II dalam melaksanakan program community development agar lebih "didaerahkan" dengan prioritas wilayah kerja yang intensitas konfliknya tinggi dan menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah secara intensif.
Government system in Indonesia that regulate relationship between central - regional have been changed basically since implemented Laws No. 22, 1999 as has been changed to Laws No. 32, 2004 of Regional Government and Laws No. 25, 1999 as has been changed to Laws No. 33, 2004 Of Financial Balance Between Central and Regional. Based on the both Laws, regional is given wider authority to manage its own district, including of financial (fiscal decentralization) in which the regional is given right to obtain its regional native sources outcome, it is worried will have impact of distort over the financial actors and its turn will have negative impact over the national financial. PT. Pelabuhan Indonesia II as BUMN is one of financial actors that on the beginning of autonomy implementation must face serial of claim from the regional in which the company operate. The claims and creativity of the regional is delivered by regional in order to optimize PAD acceptance. This study is meant to analyst how the optimize impact of PAD acceptance that implemented by the regional in order of autonomy, over the business activity of PT. Pelabuhan Indonesia II. Regional creativity in obtain PAD resources in the beginning of autonomy shows that there is significant increasing of PAD acceptance if compared before autonomy. The analyst that have been done shows that in part of analyzed districts that is in Cilegon city and Serang District, increasing of PAD acceptance in fact have negative impact over the outcome of PT. Pelabuhan Indonesia II Branch Ciwandan Banten that operate in the regional. Meanwhile in the other districts in generally have not shown the true impact over the outcome of Branch Pelabuhan (hat operated in each district. Cilegon city and Serang District creatively have issued and fully implemented the regional regulations of port tax services and port service retribution also establish BUMD in field of port services. The taxes 1 retributions , is charged to the tax I retribution subject over the tax I retribution object that also is a resource of port outcome of Banten Ciwanda Branch. Also with the BUMD, is established by purpose of to lake over service activity of PT. Pelabuhan Indonesia II Banten Ciwandan II Branch. The authority of tax 1 retribution collection (taxing power) is based on authority of fully port implementation that still in conflict, in which before autonomy, authority of fully port implementation is on central government that its implementation is fully authorized to PT. Pelabuhan Indonesia II as the appointed BUMN. Some of the other regional have issued the similar regional regulations but have not fully implemented yet so have not impact yet over the PT. Pelabuhan's outcome that operated in its regional. Some of the other regional have prepare regulation in field of port and nature of "wall and see", waiting for certainty of port implementation authority that still in conflict between government of city I district I province in one party with Central Government in the other party. In field of port, the principal matter of implementation Laws No. 22, 1999 and Laws No. 25, 1999 as have been changed to each Laws No. 32, 2004 and Laws No. 33, 2004, is still founded the difference of perception between stakeholders, especially between Government of city 1 District 1 Province in one side and PT. Pelabuhan Indonesia II and Central Government in the other side, so arise the conflict between the both parties. Based on the kind of its cases, conflict that arise can be classified become three kind of conflict, that is : 1) Port Operational Authority Conflict; 2) Regional Native Outcome Acceptance Conflict; 3) Admission of Local Community Rights Existence Conflict. Basically, the regional requires in order al regulation in field of port is adjusted to Laws No. 22, 1999 in which the regional claim that based on the Laws, port implementation become to regional authority. Meanwhile, with the same basic, central government keep maintain that port implementation still become the authority of central government that its implementation is authorized to BUMN. Together with passing the time, this authorization conflict become more and more wider between the both parties. Authorization conflict potency in the future is still open widely as long as there is not law certainty that regulate limitation of port implementation authority that given from government to regional that acceptable by all parties (stakeholders). Beside that, regional claim contribution of PT. Pelabuhan Indonesia that operate in its regional to increase PAD acceptance. Kind of the claim are the claim for revenue proportion, royalty acceptance, share ownership, and BUMN profit proportion as general allocation fund that delivered directly to the regional. Meanwhile the regional creativity to obtain PAD new resources through tax and port service retribution arise new conflict, to remind subject and object of tax l retribution is one of sources of PT. Pelabuhan Indonesia 11 that taken over by regional. PT. Pelabuhan Indonesia II also facing the claims from local community almost in all regional to get confession of local community rights existences. Kind of the claims are participation to facilitate public and social facility, working chances, environment safety and aid for local activity. At the certain regional claim intensity until the forcing of mass physically. The effort to resolve the conflict of authority in port operational can be resolved with the existence of law certainty about limitation of authority between stakeholders by accommodate decentralization trend. By the purpose of efficiency, its operational must be done by both parties concurrently in which the authority of port implementation in national and international level is still hold by central government, meanwhile the regional and local port is authorized to province and regional district. Because of its externality is wide, so to manage the field of port, is needed special regulations that "general acceptance" by all community sectors nationally, so the most suitable regulation level is special laws in filed of port. Regional in obtain new resources of PAD acceptance must concern the existence of resistance and conflict potency with the related party and must be based on the clear and certain authority. To cover the claim of local community right existences, it is better of PT. Pelabuhan Indonesia II in implementing community developing program in order more "regionalized" with working district priority that its conflict intensity is high and make relationship with regional government intensively.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T14154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Dellina Putri
Abstrak :
Ketimpangan di Indonesia telah mengalami peningkatan tinggi selama sepuluh tahun terakhir, karena itu perlu dilakukan upaya untuk mengurangi ketimpangan yang terjadi. Untuk mengetahui upaya yang tepat guna mengurangi ketimpangan perlu dilakukan studi terkait ketimpangan itu sendiri. Studi ini bertujuan agar dapat memberikan gambaran pada kondisi apa terjadi ketimpangan yang tinggi serta mengapa ketimpangan meningkat. Metode yang digunakan adalah dekomposisi ketimpangan, atau dekomposisi statis, serta dekomposisi perubahan ketimpangan, atau dekomposisi dinamis. Penduduk dikelompokan berdasarkan tingkat pendidikan kepala rumah tangga, lokasi rumah tangga yaitu kota-desa dan provinsi, serta status pekerjaan kepala rumah tangga. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa ketimpangan yang tertinggi terjadi antara penduduk dengan tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang berbeda. Terdapat indikasi sudah terjadi peningkatan pendidikan kepala rumah tangga di Indonesia pada periode studi ini, namun, hal ini tidak cukup berkontribusi untuk menurunkan ketimpangan. Oleh karena itu untuk mengurangi ketimpangan sebaiknya yang dilakukan adalah dengan mendorong peningkatan pendidikan masyarakat.   ......Income inequality in Indonesia has been worse for the past ten years, therefore the right policy is really needed to reduce inequality. However, to know what is the right policy that can reduce income inequality, studies about the inequality itself is necessary. The purpose of this study is to give picture about in what condition high inequality happened and why inequality increased. The methods used are static decomposition and decomposition of changes inequality or dynamic decomposition. Households were grouped by education level of household head, location of household based on urban-rural or province, also  job status of household head. The result of this study show that highest inequality happened between population with different education level of household head. There was indication that education level of household head already increased, but it still did not contribute significantly to reduce inequality. Therefore to reduce inequality, Indonesian people should be supported to increase their education level.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Polak, J.J.
New York, N.Y.: Netherlands and Netherlands Indies Council of the Institute of Pacific Relations , 1939
339.309 492 POL n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sissy Lusiyanti Saptalia
Abstrak :
Tesis ini dimotivasi karena terdapat kecenderungan rendahnya tingkat keberlanjutan sekolah menuju jenjang yang lebih tinggi. Keadaan ini menimbulkan pertanyaan apakah gejala tersebut disebabkan return pendidikan yang rendah. Tesis ini bertujuan untuk menguji apakah pendidikan memiliki hubungan dengan penghasilan.

Studi ini menggunakan model Mincerian Earnings Function untuk melihat dampak pendidikan terhadap penghasilan. Penghasilan sebagai variabel terikat dipengaruhi oleh pendidikan dan variabel kontrol lainnya. Hasil estimasi pada data Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) BPS bulan Februari 2006, menunjukkan bahwa dampak pendidikan (balk menurut kriteria years of schooling maupun kategori pendidikan terakhir yang ditamatkan) adalah selalu konsisten signifikan dan positif mempenganthi penghasilan. Artinya kenaikan dalam pendidikan selalu mengakibatkan kenaikan pendapatan. Untuk kasus Propinsi Jawa Barat diketahui bahwa rate of returns tambahan satu persen tahun bersekolah hanya menyebabkan kenaikan prosentase penghasilan sebesar 0,05%. Returns pendidikan yang rendah ini menjelaskan alasan kurangnya minat masyarakat (terutama golongan miskin) untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Returns pendidikan lebih besar ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Pada setiap jenjang pendidikan ditamatkan, ditemukan bahwa mulai dari kategori tamat SLTP sampai ke kategori tamat Universitas, penghasilan semakin meningkat sejalan dengan semakin tingginya pendidikan yang ditamatkan. Sedangkan bagi responden tamatan SD penghasilannya tidak berbeda dengan orang yang tidak sekolah/tidak tarnat SD. Keadaan ini terutama dijumpai pada kelompok responden perempuan.Bagi responden laki-laki pendidikan tamat SD masih signifikan membedakan tingkat penghasilan.

Pengaruh variabel kontrol umur dan jam kerja membentuk hubungan parabola dengan penghasilan. Secara prosentase penghasilan laki-laki lebih tinggi 0,19% dibandingkan perempuan. Dummy lokasi tempat tinggal di kota dan dummy pekerjaan di sektor formal menunjukkan penghasilan yang signifikan berbeda dan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tinggal di desa maupun bekerja di sektor informal. Hal ini dijumpai pula pada hasil analisa pada responden pria dan wanita.

Terhadap hasil penelitian ini disarankan agar hendaknya pemerintah lebih konsisten dalam menjalankan program wajib belajar 9 tahun atau minimal sampai dengan tingkat SLTP. Kebijakan untuk mempersempit kesenjangan penghasilan antara desa-kota dan sektor formal-informal perlu lebih diintensifkan, antara lain dengan meningkatkan aksesibilitas penduduk desa menuju kota, relokasi industri ke desa, juga upaya bantuan terhadap sektor informal seperti peIatihan manajemen, bantuan permodalan bahkan pemasaran produk sektor ini.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T33913
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian Syahriza
Abstrak :
Kabupaten Sleman terletak di lereng Selatan Merapi jumlah penduduk terbesar di DIY Keadaan lereng, ketinggian dan kepadatan penduduk di Sleman menampakkan pola sebaran yang terkait dengan posisi Gunung Merapi. Kepadatan penduduk Sleman yang terkonsentrasi pada bagian selatannya diikut pula oleh sebaran jumlah usaha pada setiap sektor ekonomi di luar sektor pertanian. Dengan demikian faktor produksi di Sleman akan mempunyai kaitan dengan kondisi fisik dan kepadatan Pada segi lain Sleman mampu memberikan sumbangan pendapatan daerah terbesar sesudah Kotamadya Yogyakarta di Propinsi DIY. Dengan berlatar belakang pada kondisi fisik Sleman maka akan dicoba diteliti hubungan antara faktor produksi dengan pendapatan daerah yang kemudian membentuk region-region ekonomi di Kabupaten Sleman. Adapun masalah yang akan dibahas al bagaimana distribusi faktor produksi kegiatan ekonomi di Sleman ? imana distribusi region ekonomi sehubungan dengan faktor produksi dan pendapatan daerah ? pada sisi f1sik dan kepadatan penduduk yang bagaimana region ekonomi terdapat ?
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fakhri Marzuki
Abstrak :
ABSTRAK
Pajak merupakan penerimaan negara terbesar di Indonesia yang pemungutannya bersifat memaksa sebagaimana diatur didalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan KUP. Namun dalam pelaksanaan pemungutannya terdapat permasalahan, salah satunya tindakan penerbitan dan penggunaan faktur pajak fiktif yang dilakukan oleh wajib pajak agar dapat mengurangi setoran pajaknya sehingga menyebabkan penerimaan negara dari sektor pajak menjadi tidak terpenuhi yang mana pengembalian pengembalian dengan dasar hukum yang tepat di pengadilan menjadi penting agar penerimaan yang hilang tersebut dapat dikembalikan sehingga penerimaan pajak tersebut dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif dan data yang dihasilkan adalah berbentuk deskriptif analitis. Berdasarkan analisa dapat disimpulkan bahwa terdapat dua pengaturan tindakan faktur pajak fiktif didalam undang-undang perpajakan sehingga para penegak hukum menggunakan dua dasar hukum yang berbeda sebagai dasar pengenaan denda.
ABSTRACT
Tax is the largest source of income for Indonesias revenue which is collected from the citizen forcefully by the government. The basic of this action is Constitution No. 16 Year 1999 about General Requirement and Tax Collecting Procedure. In reality, tax collecting procedure has some problems, such as the act of Issuing and using Fictitious Tax Invoices by the taxpayers to reduce their tax amount. As a result, the National Income is less than it should be. Therefore, returning unpaid taxes with the right legal basis is important in order to prosper the citizen. The methodology of this research is normative juridical and the data collected is descriptive analytical. Based on data analysis, writer concluded that there are two arrangements of fictitious tax invoice action on tax laws to be used by law enforcement officer as punishment basis.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ace Partadiredja
Jakarta: LP3ES , 1994
339.2 ACE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ace Partadiredja
Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1989
339.2 ACE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sritua Arief
Jakarta: Lembaga Studi Pembangunan, 1979
330.991 SRI i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>