Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saleh A. Djamhari
Jakaarta: Komunitas Bambu, 2004
959.8 SAL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Moh. Sarief Arief
"Kebijakan pemerintah kolonial terhadap perfilman di Hindia Belanda tergantung kepada satu hal. Yaitu, semakin menguatnya penonton pribumi memasuki pasaran perfilman, dalam arti pengkonsumsi bentuk film. Bila film-film itu secara _nuansa_ dapat memberikan hasil relatif positif terhadap pemerintah kolonial tentulah kebijakan pemerintah kolonial tidak akan mengutak-katik keberadaan bentuk perfilman ini. Yang terjadi adalah, penonton pribumi yang ketika itu menjadi penonton aktif di bioskop banyak mengkonsumsi film-film keluaran Hollywood yang jelas-jelas memperlihatkan kebrutalan orang barat, ketidak efektifan hukum yang dipergunakan. Kesemuanya ini jelas-jelas akan mengaburkan pandangan orang pribumi terhadap orang barat. Citra yang kemudian ditakutkan oleh pemerintah kolonial adalah orang pribumi melihat orang baratbukan sebagaimana yang telah diracik oleh pemerintah kolonial dengan ujudnya menjadikan orang barat orang nomor satu di Hindia Belanda yang secara tak tertulis menyiratkan bahwa orang baratlah yang harus dicontoh dalam hidup sehari-hari orang pribumi. Ketidak sinkronan ini menyebabkan pemerintah kolonial mengambil kebijakan. Kebijakan menghentikan masuknya film import amat mustahil, karena bentuk hiburan film ketika itu bisa dikatakan menjadi mata pencaharian cukup baik bagi beberapa orang Belanda dan Indo Belanda. Untuk itulah pemerintah kolonial mengambil dua kebijakan. Pertama, kebijakan memperketat jaringan perluasan pemutaran film import. Ini ditempuh dengan pembentukan komisi sensor serta hak dan wewenang anggota komisi sensor. Sayangnya, komisi sensor ini tidaklah terikat dengan lembaga apapun dalam birokrasi kolonial. Sehingga anggota komisi sensorpun tidak bertanggung jawab secara formal terhadap kekuasaan pemerintah. Hal ini tercermin dengan direvisinya beberapa kali kebijakan pemerintah kolonial akan komisi sensor film ini. Kebijakan kedua adalah membantu dasar hukum peredarannya serta menyokong fasilitas pembuatannya. Namun konsekuensi yang harus dibuat adalah film-film produksi di Hindia Belanda haruslah dapat menyiratkan pula bagaimana rendahnya moral dan tidak taatnya orang pribumi dengan hukum yang ada. Hal ini dikaitkan dengan keinginan pemerintah kolonial untuk menyemakan citra buruk orang barat dalam fil Genre Hollywood dengan film produksi dalam negeri. Kondisi inilah yang tidak disadari oleh pemerintah Indonesia setelah tampuk kedaulatan diakui oleh seluruh bangsa di muka ini. Jadilah kemudian persinggungan yang ada adalah monopoli film dalam kerangka mengindonesiakan film Indonesia. Bukan berupaya memberikan alternatif citra lain terhadap film-film buatan dalam negeri."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uyung
"Dalam persepsi pemerintah kolonial, haji merupakan bahaya terselubung yang harus diawasi, terlebih jika di_kaitkan dengan posisi strategis di belakang mereka, serta timbulnya pemberontakan yang diilhaminya. karenanya seluruh kebijakan pemerintah kolonial tentang masalah ini, ialah bagaimana mengawasi jika tidak ingin dikatakan meredam aktifitas mereka. Ada pun komponen yang dikuasai pemerintah kolonial, antara lain penggunaan kapal haji, pembukaan konsulat jenderal haji, juga ujian-ujian yang harus diluluskan jika ingin menunaikan ibadah haji. Dalam masa depresi ekonomi 1930, pengawasan-pengawasan tidak hanya bertendensi politik, namun juga ekonomis. Dengan banyaknya orang menunaikan ibadah haji ini, berarti juga berbarengan dengan keluaranya devisa negara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
s13108
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariasari
"Setelah diperkenalkannya ekonomi uang dalam masa Raffles, walau kemudian mengalami kegagalan. pemerintah kolonial mulai merasakan bahwa diperlukan sebuah bank untuk mengatur akumulasi modal dan perdagangan, pada sebuah tanah jajahan. Untuk tidak mengulangi kegagalan yang dialami pada masa Raffles. didirikan NHM, yang di Indonesia juga berfungsi sebagai sebuah bank perta_nian, yang memberikan, pinjaman untuk memperlancar usaha perke_bunan. Dengan modal bersama antara NHM dan Pemerintah Hindia Belanda, kemudian berdiri sebuah lembaga keuangan yang berfungsi sebagai sebuah bank sirkulasi dan bank pemberi kredit yang se_paruh modalnya adalah milik sebuah perusahaan swasta. NHM sebagai pemegang hak monopoli dagang pada masa Tanam Paksa, mempunyai kepentingan yang besar dalam pengakumulasian modal di Indonesia, oleh karena itulah. dirasakan perlu untuk mempunyai sebagian modal yang ada pada De Javache bank untuk tetap melancarkan investasi yang dilaksanakannya di Indonesia. Permasalahannya adalah bagaimanakah bank baru ini kemudian menjalankan fungsinya untuk mengernbangkan modal dalam usaha tanaman ekspor. yang lalu di pasar an Eropa. Bank ini kemudian memberikan pinjaman pada pengusaha yang terlibat dalam usaha penanaman tanaman ekspor tersebut. Disamping untuk memenuhi kebutuhan usaha penanaman. Pinjaman itu iuga djperlukan untuk pernbayaran upah buruh tani serta untuk pembayaran pekerjaan bebas seperti pengangkutan dengan gerobak dan lain sebagainya. Jadi akibat diperkenalkannya ekonomi uang untuk pembayaran upah, secara tidak langsung bank ini telah ikut serta dalam menunjang kehidupan masyarakat sehubungan dengan kondisi sosial ekonomi mereka. nampak sistem, Tanam Paksa yang sangat berpengaruh pada_ struktur sosial ekonominya ialah bahwa sistern ini hanya merupakan suatu intensifikasi sistem produksi prakapitalis, sehingga tidak mampu menciptakan kekuatan-kekuatan yang melahirkan pertumbuhan ekonorni dengan perkembangan kapitalismenya. Sistem Tanam Paksa menciptakan usaha pertanian yang padat karya pada pihak pribumi, serta usaha industri pertanian yang padat modal pada pihak pengu_saha Eropa atau asing lainnya. Dalam masa paruh terakhir pelaksanaan Sistem Tanam Paksa, yaitu antara tahun 1850-1870. juga terdapat suatu proses timbal balik antara pertumbuhan ekonomi kerajaan Belanda dengan perge_seran dari kapitalisme komersiai ke kapitalisme industri pada satu pihak dan perkembangan politik liberal di pihak lain. Hubungan De Javasche Bank dalam sebuah sistern perekonomian yang kapitalistik dengan sebuah perusahaan besar yang lainnya seperti NHM dan onderneming yang juga terdapat pada periode ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S12125
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library