Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 61 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Montolalu, Lucy Ruth
"Dalam disertasi ini dilaporkan hasil telaah keaspekan dalam wacana bahasa Indonesia. Dengan bertumpu pada Teori Dwikomponen telaah ini menjawab (1) cara mengidentifikasi aspek dalam bahasa Indonesia, (2) cara menyatakan interaksi aspek situasi dengan argumen dan sudut pandang dalam proposisi, (3) perilaku semantis komponen aspek situasi dan sudut pandang dalam wacana bahasa Indonesia.
Hasil analisis data memperlihatkan bahwa ada enam tipe verba dalam bahasa Indonesia, yakni (1) verba keadaan dengan ciri semantis kewaktuan [+statis] [+duratif][-telis]; (2) verba kegiatan dengan ciri semantis kewaktuan [-statis][+duratif][-telis]; (3) verba penyelesaian dengan ciri semantis kewaktuan [-statis],[+duratif][+telis]; (4) verba semelfaktif dengan ciri [-statis][-duratif][-telis], (5) verba pencapaian dengan ciri semantis kewaktuan [-statis][-duratif][+telis]; dan (6) verba perulangan dengan ciri semantik [-statis[+duratif][-telis][+berulang]. Tipe-tipe verba ini membentuk aspek situasi yang berinteraksi dengan komponen lain dalam proposisi, sehingga muncul pemertahanan Situasi atau pergeseran Situasi.
Makna aspektual yang dijumpai dalam wacana bahasa Indonesia adalah (l) makna aspektual perfektif, (2) makna aspektual imperfektif, dan (3) makna aspektual netral yang ditentukan berdasarkan interaksi antara tipe situasi dengan keterikatan titik akhir alamiah dalam situasi. Sudut pandang perfektif berinteraksi dengan situasi yang bertitik akhir alamiah, sedangkan sudut pandang imperfektif berinteraksi dengan situasi yang tidak bertitik akhir. Sudut pandang netral tidak berinteraksi dengan titik akhir.
Dari analisis makna aspektual dijumpai enam buah kerangka makna aspektual yakni (1) perfektif aktif, (2) perfektif pasif, (3) perfektif-imperfektif, (4) imperfektif, (5) imperfektif-perfektif, dan (6) netral. Kerangka makna aspektual itu ditentukan berdasarkan analisis makna aspektual dalam konstituen yang membentuk wacana. Telaah ini menghasilkan dua buah rumusan aspek dalam bahasa Indonesia dan enam rumusan aspek situasi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
D230
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ngusman Abdul Manaf
"This study is aimed at describing and explaining the variation of the realization of politeness strategies on the directive in the Indonesian language produced by members of the Minangkabau ethnic group in Padang. The sources of the data are Indonesian speakers who originally belong to the Minangkabau ethnic group. In addition, there are also data taken from documents. The data consist of utterances performing directives in Indonesian produced by members of the Minangkabau ethnic group in Padang. The data were collected using survey questionnaire, interview, participant observation and from documentary sources. The main method of data analysis was quantitative and supported by qualitative analysis.
The results of the study reveal that the cues showing the phenomena are as follows. In the realization of directives in Indonesian, the respondent uses the various types of utterances that can be grouped into five categories as suggested by Brown and Levinson (1987). The frequency distribution among categories is different. The five main speech act categories are (1) bald on record, (2) on record with redressive action using positive politeness, (3) on record with redressive action using negative politeness, (4) off record, and (5) not doing the face-threatening act (FTA).
The use of speech strategies is in-line with the degree of politeness, namely the awareness to show that the speaker saves the face of the participants, specifically the face of the addressee from the acts threatening his face. The respondents of this study (possibly the other speakers as well) minimize the threat to participants' face by mitigating the illocutionary force of the utterance. Basically, they mitigate the illocutionary force in two ways, namely (1) minimizing the distance between speaker and addressee (in-group ness) and (2) maximizing the distance between speaker and addressee (distancing).
The speaker chooses a certain speech strategy based on the potential weight of the threat to the participants face. The weight of the threat is calculated on the basis of two main parameters, namely (1) degree of power differences between speaker and addressee (+ P or -P) and (2) degree of solidarity between speaker and addressee (+S or -S). If the power of the speaker is higher than that of the addressee and the solidarity between the speaker and the addressee is low and other factors remain constant, the weight of the face threat is high. On the contrary, if the power of the speaker is lower than that of the addressee and the degree of solidarity is high while the other factors remain constant, the weight of the face threat is low. If the weight of the face threat is high, the respondents tend to choose more indirect speech strategies. On the other hand, if the face threat is low, the participants tend to choose the more direct speech strategies.
Among the five main speech strategies, the strategy on record with redressive action using negative politeness is the most frequently used for realizing directive in Indonesian. The plausible explanation for this choice is the fact that this strategy contains medium level indirectness; the utterances produced are not too direct as in bald on record, nor is it too indirect as in hints. Bald on record strategy produces a strong illocutionary force that can be perceived by the addressee as imperative. On the other hand, hints are considered as utterances, which are so indirect that the addressee as irony can perceive them. Both imperative and irony might threaten the addressee's face. The selection of speech strategies in the realization of directive speech act in Indonesian by the respondents is influenced by the use of the Minangkabau language that recognizes four types of register so-called longgam kato non ampek (four types of Minangkabau register which functions to differ the level of politeness). The influence of langgam kato nary ampek on the selection of speech strategy can clearly be observed in the use of address terms and the use of indirect speech acts.
The findings show that there are inter-group differences within the Minangkabau ethnic community in Padang in the realization of directives on the basis of age group and social class, but the difference is not significant in terms of gender variable. Respondents who are younger and those who come from lower social class use indirect speech strategies more frequently than those who are older or those who come from the higher social class. The younger respondents and those who come from the lower social class possess higher awareness to save the participants' face, specifically the addressee's face as compared to the older respondents and those who come from the higher social class. The tendency to use indirect speech act in the realization of directives by the younger respondents and those who come from the lower social class results from their evaluation that more indirect speech strategies tend to have a lower probability to threaten the face than direct speech acts.
The differences in the realization of speech strategies by the respondents on the basis of age group and social class show that there is an on-going shift in the way of viewing the politeness principle by Minangkabau ethnic group in Padang. Politeness principle, which used to be adhered to by minimizing the social distance between the speaker and the addressee (in-group ness), is slowly replaced by the politeness principle which is observed by maximizing the social distance between the speaker and the addressee (distancing). The shift is hypothesized to result from the fact that the younger respondents and those from the lower social class feel unsafe when they use on record with redressive action using positive politeness strategy, whose basic principle is to minimize the social distance between the speaker and the addressee."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
D534
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kastanya, Helmina
"Maraknya penggunaan bahasa asing diberbagai media masyarakat merupakan fenomena bahasa yang patut untuk di perhatikan. Banyak kondisi yang memungkinkan terjadinya pemartabatan bahasa asing di Indonesia. Indonesia telah lama dijajah dinegrinya sendiri mengakibatkan besarnya pengaruh pengguaan bahasa asing di masyarakat. Sejumlah kajian sebelumnya telah banyak menguraikan tentag pengaruh kolonialisme terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat bebeas koloni, namun penelitian ini dilakukan untuk mengkaji pengaruh cultural imperialism dalam penggunaan bahasa media luar ruang di Kepulauan Banda Naira. yang merupakan salah satu wilayah yang sangat digemari untuk dikunjungi basngsa asing baik pada zaman 2000 tahun yang lalu sampai denagn saat ini. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan historis. Penelitian ini dilakukan di Kepulauan Banda Neria, Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku. Hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh imperialisme kultural dalam penggunaan bahasa di media luar ruang oleh masyarakat Kelupauan Banda Neira. Dengan demikian perlu adanya perhatian serius pemerintah serta adanya dukungan dari masyarakat untuk mampu keluar dari pengaruh tersebut serta berupaya untuk menunjukan rasa cinta terhadap tanah air melalui sikap positif terhadap bahasa Indonesia sehingga upaya pemartabatan bahasa Indonesia di seluruh wilayah NKRI dapat terwujud."
Ambon: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2017
400 JIKKT 4:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Supriyanto Widodo
"Penelitian di Kota Madya Surakarta, Jawa Tengah ini adalah penelitian sosiolinguistik yang metode pemerolehan datanya menggunakan metode penelitian kuantitatif dipadukan dengan metode penelitian kualitatif. Penelitian bahasa dengan ancangan sosiologi seperti yang dikemukakan oleh Joshua Fishman ini menerapkan analisis ranah. Penelitian ini hanya difokuskan pada ranah keluarga, ranah pekerjaan, dan ranah pendidikan. Untuk mengetahui adakah pergeseran atau pemertahanan bahasa digunakan analisis ranah keluarga karena benteng terakhir dari pemertahanan suatu bahasa ibu sering dirujuk dari pemilihan bahasa dalam ranah ini.
Korpus data terutama dikumpulkan dengan kuesioner survei. Di dalam kuesioner ini responden ditanya umur, jenis kelamin, pendidikan, dan jenis pekerjaannya. Didalam ranah keluarga, responden ditanya bahasa apa yang mereka gunakan ketika berbicara dengan orang tua, saudara, pembantu, dan tamu ketika berada di rumah dan bercakap-cakap tentang persoalan sehari-hari. Didalam ranah pekerjaan, responden ditanya bahasa apa yang mereka gunakan ketika berbicara dengan atasan, bawahan, dan teman sejawat/sekerja ketika bercakap-cakap tentang pekerjaan di kantor. Didalam ranah pendidikan, responden ditanya bahasa apa yang mereka gunakan ketika berbicara dengan guru dan teman sekolah/kuliah ketika bercakap-cakap tentang pelajaran sekolah/mata kuliah di sekolah/kampus. Teknik pengamatan digunakan juga dalam penelitian ini agar hasilnya benar-benar sahih.
Responden yang berhasil dijaring sebanyak 89 orang penutur jati bahasa Jawa yang semuanya mengaku sebagai orang Jawa dan masih fasih berbahasa Jawa (dwibahasawan bahasa Jawa-bahasa Indonesia). Dengan teknik pengamatan berhasil diamati sebanyak 56 peristiwa tutur.
Di dalam ranah keluarga, responden cenderung selalu/hampir selalu menggunakan bahasa Jawa, dengan siapa pun yang diajak bicara; dalam ranah pekerjaan, responden cenderung menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia sama seringnya; dan dalam ranah pendidikan responden cenderung lebih sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa Jawa.
Berdasarkan hasil analisis varian (anava, pada taraf signifikansi 0,05), di dalam ranah keluarga, ternyata perbedaan umur tidak berpengaruh secara signifikan dalam hal pemilihan bahasa, dengan siapa pun yang diajak bicara, kecuali ketika berbicara dengan tamu yang lebih tua. Implikasinya, ada pemertahanan bahasa Jawa di kalangan penutur jati bahasa Jawa di Kota Madya Surakarta. Dilihat dari segi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan, yang berpengaruh secara signifikan dalam hal pemilihan bahasa adalah tingkat pendidikan, itupun hanya di dalam ranah pekerjaan.
Dari penelitian ini berhasil pula diketahui sikap bahasa penutur Jati bahasa Jawa di Kota Madya Surakarta, sikap mereka sangat positif, baik terhadap bahasa Jawa maupun terhadap bahasa Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T9951
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Ratnawati Rachmat
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zarmahenia Muhatta
"Tesis yang berjudul "Pemakaian Tutur Sapaan Orang Kedua Tunggal Masyarakat yang berbahasa Jawa Banten di Desa Banten" ini adalah kajian sosiolinguistik. Objek penelitian tesis ini adalah berbagai macam tutur sapaan yang digunakan oleh masyarakat yang berbahasa Jawa di Desa Banten. Penelitian dalarn tesis ini bertujuan untuk: (1) menemukan tutur sapaan orang kedua tunggal masyarakat Desa Banten yang berbahasa Jawa, (2) menemukan pola pemakaian tutor sapaan orang kedua tunggal masyarakat Desa Banten yang berhahasa Jawa berdasarkan norma sosial yang mempengaruhinya, dan (3) menemukan pemilihan pemakaian tutu sapaan orang kedua tunggal sebagai pemarkah struktur sosial masyarakat Desa Banten yang berbahasa Jawa. Cakupan penelitian ini dibatasi pada tutor sapaan masyarakat Banten yang berbahasa Jawa yang digunakan pembicara terhadap kawan bicara orang kedua tunggal. Kehadiran orang ketiga adalah di luar jangkauan penelitian ini. Dui basil penelitian diperoleh 46 kelompok Marian tutur sapaan yang digimakan masyarakat Desa. Banten yang berbahasa Jawa, yang dikelompokkan menjadi kelompok kawan hicara antarpasangan hidup, kawan bicara yang berkerabat dan kawan bicara tak berkerabat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tutur sapaan yang digunakan dipengaruhi konsep kesopanan, usia, jenis kelamin, status perkawinan, status sosial dari tingkat generasi Selain itu, tutur sapaan yang menggunakan gelar kebangsawanan dan jabatan yang diperoleh dalam stratfikasi sosial menjadi pemarkah struktur sosial."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006
T17641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabarti Akhadiah
Jakarta: Erlangga, 1990
499.221 1 SAB p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sabarti Akhadiah
Jakarta: Erlangga, 1995
499.221 1 SAB p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nurdin Yatim
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1981
499.2 NUR b (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Sunu Wijayanto
"ABSTRAK. Penelitian mengenai prefiks khususnya prefiks sa- telah dila kukan oleh para linguis bail( secara morfologis maupun sintak_tis. Namun apa yang telah dibahas para linguis hanya secara umum se_hingga kurang memadai. Maksud penelitian ini ialah mengupas apa yang telah dibicarakan dan yang belum pernah dibicarakan oleh para linguis sehingga dari apa dikupas dapat diketahui mana yang harus diperbaiki dan mana yang harus ditambah. Pengumpulan data dilakukan dengan mengutip dari majalah Panyebar semangat, kamus-kamus bahasa Jawa serta wawancara dengan beberapa orang yang masih aktif. Bahasa yang dipergunakan dalam pengumpulan data ini ialah bahasa Jawa standar. Tataran bahasa yang digunakan adalah tataran bahasa karma dan ngoko. Dalam membahas masalah ini digunakan teori linguistik struk_tural dan ditinjau secara deskriptif. Hasil penelitian prefiks sa- dan afiks sa- -e secara morfolo_gis ternyata dapat diungkapkan beberapa masalah dalam proses morfo_logis, makna dalam pembentukan kata, dan variasi bentuk afiks. Masa_lah proses morfologis dari prefiks sa- dan afiks sa- -e di sini yaitu afiksasi, reduplikasi, pemendekan, dan perpaduan. Dalam pembentukan kata prefiks sa- dan afiks sa- -e mempunyai beberapa makna. Prefiks sa- mempunyai makna numeralia, sama dengan, seluruh, sampai, dan deiksis. Afiks sa- -e mempunyai makna superlatif, temporal, se_sudah, tempat, bersama dengan, tiap-tiap, sampai dan numeralia. Pe_neliti,an mengenai vari.asi bentuk afiks sa- menghasilkan beberapa va_riasi antara lain /sal, /sa?/, /s?/, /su/ dan /s/. Penelitian pre_fiks sa- dan afiks sa- -e secara sintaktis menghasilkan beberapa ma_salah yang dapat diungkapkan yaitu masalah kategori kata yang ber_prefiks sa- dan/atau afiks sa- -e, hubungan prefiks sa- dan/atau afiks sa- -e dengan kata yang dilekati kemudian diungkapkan masalah kata yang berprefiks sa- dan/atau afiks sa- -e dalam tataran klausa dan kalimat."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7   >>