Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Ridho Ilahi
"Tulisan ini menjelaskan bagaimana peran yang dapat dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam penanganan tindak pidana penodaan dan penyalahgunaan agama Islam. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Peran yang dapat dilakukan oleh MUI dalam penanganan kasus penodaan agama saat ini adalah sebagai sebagai ahli dan fatwa MUI dijadikan sebagai bukti surat yang secara materil tidak mengikat. Peran MUI dalam sistem peradilan hingga saat ini terbatas hanya pada sektor alat bukti. Meskipun demikian, dengan adanya Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman membuka peluang MUI dapat berkedudukan sebagai amicus curiae. Tulisan ini juga memberikan gagasan untuk dimasa mendatang adanya fungsi MUI sebagai pelaksana pembinaan yang berlandaskan pendekatan restorative justice terhadap pelaku tindak pidana penodaan agama Islam. Peran- peran tersebut dapat diisi oleh MUI dikarenkan MUI memiliki kredibelitas dalam aspek aqidah, dan daya kepercayaan masyarakat terhadap MUI yang tinggi sebab kopetensi kelembagaan serta kopetensi personal yang dimiliki oleh MUI. Peran nyata MUI saat ini dapat dilihat pada putusan hakim, penulis menemukan 6 (enam) dari 8 (delapan) putusan menjadikan unsur MUI sebagai pertimbangan putusan hakim, bahkan hal ini berbanding terbalik dengan upaya peringatan keras melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) dengan jumlah hanya 1 kasus yang telah diberikannya Surat Keputusan sebelum melakukan upaya pidana. Hal ini berimplikasi bahwa prinsip ultimum remedium yang dianut konsideran induk aturan tentang penodaan agama di Indonesia cenderung diabaikan oleh penegak hukum.

This paper explains how the role that can be played by the Indonesian Ulema Council (MUI) in handling the crime of blasphemy and abuse of Islam. This thesis is prepared using doctrinal research methods. The MUI's role in handling the current blasphemy case is that of an expert, and the MUI's fatwa is used as evidence of a letter that is not materially binding. The role of the MUI in the judicial system until now is limited to the evidence sector. However, Law No. 48 of 2009 concerning Judicial Power opens up opportunities for the MUI to take a position as an amicus curiae. This paper also provides ideas for the future of the function of MUI as an implementer of coaching based on a restorative justice approach to perpetrators of Islamic blasphemy. MUI can fill these roles because MUI has credibility in the aspect of aqidah, and public trust in MUI is high because of the institutional competence and personal competence possessed by MUI. The fundamental role of the MUI today can be seen in the judge's decision; the author found 6 (six) out of 8 (eight) decisions that made the MUI element a consideration of the judge's decision, even if this is inversely proportional to the effort to warn hard through the Joint Decree (SKB) with the number of only 1 case that the Decree has been given before committing criminal efforts. This implies that the principle of ultimum remedium adopted by the parent rule on blasphemy in Indonesia was ignored by law enforcement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library