Search Result  ::  Save as CSV :: Back

Search Result

Found 58 Document(s) match with the query
cover
Sajuti Thalib
Jakarta: Bina Aksara, 1984
297.432 SAJ h
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sudarsih
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22203
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfia Eka Wirianti
Depok: Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mei Zushaniaty I
"Hukum Kewarisan merupakan himpunan aturan-aturan hukum yang mengatur tentang siapa ahli waris yang berhak inewarisi harta peninggalan seorang yang telah meninggal dunia meninggalkan harta peninggalannya. Wasiat merupakan bagian dari hukum kewarisan, dimana wasiat itu adalah suatu pernyataan kehendak oleh seseorang mengenai apa yang akan dilakukan terhadap hartanya sesudah ia meninggal kelak.
Menurut KUHPerdata terdapat 2 cara untuk mendapatkan warisan yaitu dengan ketentuan Undang-Undang atau ab in testate, dan karena ditunjuk dalam surat wasiat atau testamentair, Dalam KUHPerdata, wasiat tidak boleh melebihi bagian mutlak (Legitime Portie), sedangkan dalam hukum kewarisan Islam wasiat tidak boleh melebihi 1/3 dari har ta peninggalan.
Wujud harta warisan dimana termasuk didalamnya hutang simati, menurut hukum Islam penyesuaiannya adalah didahulukan pelaksanaannya sebelum warisan dibagikan. Sedangkan menurut KUHPerdata, apa yang diterima oleh ahli waris itu adalah harta peninggalan dalam keadaan bersih, berarti setelah dikurangi dengan hutang-hutang sipewaris."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Tjahyono
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Sismarwoto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1990
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irna Ismaranti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Pamelia Meuthia
"Hukum Kewarisan dalam Islam sangatlah penting, karena mengatur kepentingan manusia dalam hal hak-hak dan kewajiban-kewajiban mewaris akibat dari meninggalnya seseorang yang meninggalkan harta peninggalan untuk para ahli warisnya. Ilmu pengetahuan berkembang dengan pesatnya diantaranya adalah di bidang kedokteran yang dikhususkan pada tulisan ini adalah pada operasi penggantian kelamin. Operasi penggantian kelamin membawa pertanyaan kepada masyarakat (penulis khususnya) mengenai mengapa seseorang ingin. mengganti kelaminnya, dan apa pengaruh penggantian kelamin itu terhadap status hukum serta kedudukan waris orang tersebut menurut hukum Islam? Penggantian kelamin yang dilakukan oleh seseorang yang khuntsa menurut pengertian Islam atau disebut juga banci (transexual) jelas mempengaruhi status hukum dan kedudukan warisnya. Penggantian atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan oleh seorang khuntsa jelas membawa dampak terha dap status hukum dan status waris yang berbeda dengan penggantian kelamin yang dilakukan oleh seorang transexual."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idris
"Hukum kewarisan Islam pada dasar nya berlaku secara universal terhadap seluruh umat Islam di mana saja di dunia ini. Sungguhpun demikian sistem kekeluargaan suatu negara atau daerah memberikan pengaruh terhadap hukum kewarisan di daerah tersebut. Pengaruh ini terjadi pada bagian-bagian yang berasal dari ijtihad ahli-ahli hukum Islam dalam memahami garis-garis pokok ketentuan kewarisan yang terdapat dalam alqur'an dan sunah Rasul. Hukum kewarisan Islam di Indonesia mengenal adanya sistem kewarisan patrilineal Syafi i (ahlussunah) dan sistem kewarisan bilateral Hazairin. Kedua sistem kewarisan itu pada prinsipnya sama, namun dalam beberapa hal keduanya berbeda satu sama lain. Salah satu perbedaan di antara keduanya ialah dalam memahami kedudukan cucu yang orang tuanya telah meninggal sebelum meninggalnya pewaris. Menurut kewarisan bilateral, cucu yang demikian akan mendapatkan bagian warisan sebesar bagian orangtuanya seandainya masih hidup, karena cucu ini merupakan ahli waris pengganti (mawali) yang menggantikan kedudukan orangtuanya. Sedangkan menurut kewarisan patrilineal, kedudukan cucu tersebut dipisahkan antara cucu melalui anak perempuan dan cucu melalui anak laki-laki. Cucu melalui anak laki- laki memperoleh warisan apabila tidak ada anak laki-laki. Sedangkan cucu melalui anak perempuan baru bisa memperoleh warisan apabila sudah tidak ada lagi ahli waris yang lain. Kalangan ahlusunah telah lama menyadari bahwa ketentuan itu sangat janggal dan tidak adil, oleh karena itu mereka memberikan jalan keluarnya melalui wasiat wajibah untuk cucu yang besarnya sebesar bagian orangtuanya seandainya masih hidup tetapi tidak boleh lebih dari sepertiga. Di antara kedua sistem kewarisan yang berbeda itu, Kompilasi Hukum Islam mengambil jalan tengah. Pasal 185 Kompilasi Hukum Islam merumuskan (1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173, (2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti. Dalam hal yang menyangkut kedudukan cucu, pasal 185 ayat (1) mengakomodir atau menampung pendapat-pendapat baik dari konsep ahli waris pengganti menurut sistem kewarisan bilateral maupun pendapat-pendapat dari konsep wasiat wajibah menurut sistem kewarisan patrilineal. Karena kedua konsep tersebut pada prinsipnya sama-sama memberikan bagian dari harta warisan kepada cucu yang orangtuanya telah meninggal. Sedangkan mengenai besarnya bagian untuk cucu, dimana menurut konsep ahli waris pengganti (dalam hukum kewarisan bilateral) besarnya bagian cucu sama persis seperti bagian orangtuanya seandainya masih hidup dengan tidak ada pembatasan, dan menurut konsep wasiat wajibah (dalam hukum kewarisan patrilineal) besarnya bagian cucu sebesar bagian orangtuanya seandainya masih hidup dengan pembatasan tidak lebih dari sepertiga, pasal 185 ayat (2) memberikan ketentuan sendiri yaitu besarnya bagian cucu tidak boleh lebih besar daripada bagian ahli waris yang sederajat dengan yang digantikan. Ketentuan ayat (2) ini sangat adil, karena tidak logis apabila bagian untuk cucu yang menggantikan kedudukan orangtuanya (anak dari pewaris) lebih besar dari pada bagian untuk anak pewaris yang lain (paman atau bibi dari si cucu) yang merupakan ahli waris langsung. Sehingga ketentuan ini dapat diterima baik oleh sistem kewarisan bilateral maupun oleh sistem kewarisan patrilineal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20646
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>