Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laode Rudita
"Disertasi ini membahas perlindungan Indikasi Geografis dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2007 dari perspektif kepentingan konsumen. Sebagai bagian dari rezim Hak Kekayaan Intelektual yang paling erat kaitannya dengan perlindungan konsumen, perlindungan Indikasi Geografis sarat dengan kontroversi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa untuk menghasilkan peraturan perundang-undangan yang baik, kedaulatan negara dan kedaulatan hukum saja tidak cukup, melainkan negara dalam menjalankan kedaulatannya juga harus memperhatikan kebutuhan dan kemanfaatan undang-undang tersebut bagi rakyatnya. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2007 tidak mencerminkan hal itu. Hal ini didasari oleh: pertama, sistem perlindungan yang tidak berdasarkan perlindungan reputasi (reputation based protection) mengakibatkan relevansi perlindungan bukan untuk melindungi konsumen. Kedua, kewenangan untuk mendaftar justru menempatkan konsumen dalam posisi yang keliru. Ketiga, sistem perlindungan yang bersifat tertutup tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang selalu berkembang. Keempat, terdaftarnya Indikasi Geografis tidak serta-merta membuktikan bahwa perlindungan efektif diterapkan, karena setelah pendaftaran barang berIndikasi Geografis tersebut harus mampu menjamin mutu dan kualitasnya tidak hanya di atas kertas. ...... This dissertation discusses the protection of Geographical Indications in Act No. 15 of 2001 and Government Regulation No. 51 of 2007 from the perspective of consumer interests. As part of the Intellectual Property Rights regime most closely related to consumer protection, protection of Geographical Indications loaded with controversy. This study uses normative legal research methods. The results of this study proves that to produce a good legislation, state sovereignty and the rule of law is not enough, but the state in carrying out its sovereignty must also consider the need and benefit of these laws for their people. The Act No. 15 of 2001 and Government Regulation No. 51 of 2007 does not reflect that. This is based on: first, the protection system which did not adopt reputation-based protection resulting relevance of protection rather than to protect consumers. Second, the authority to register it puts the consumer in the wrong position. Third, the static protection system can not meet the consumers needs who are always evolving. Fourth, the registered Geographical Indication does not automaticaly prove that effective protection is applied, because after registration Geographical Indications of goods should be able to guarantee the quality not only on paper."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
D1298
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vita Hapsari
"Skripsi ini membahas mengenai perbuatan melawan hukum dalam suatu tindak pelanggaran desain industri yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dan tipologi bersifat deskriptif.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah bilamana penggunaan desain oleh pihak ketiga dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum, bagaimana pengaturan perbuatan melawan hukum pada pelanggaran desain industri menurut hukum perdata, dan bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara perbuatan melawan hukum pada putusan Mahkamah Agung No. 435 K/Pdt-Sus-Hki/2013.
Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah suatu penggunaan desain oleh pihak ketiga dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum apabila penggunaan desain tersebut sama persis atau sama secara substansial dan penggunaan tersebut dilakukan secara sengaja dan tanpa hak. Pengaturan perbuatan melawan hukum dalam pelanggaran hak desain industri terdapat pada Pasal 46 ayat (1) UU Desain Industri yang mengacu pada Pasal 9 ayat (1) UU Desain Industri dan Pasal 26 ayat (1) TRIPs. Perihal pertimbangan putusan Mahkamah Agung No. 435 K/Pdt-Sus-Hki/2013 yang menguatkan putusan Pengadilan Niaga tersebut terdapat sedikit kekuranglengkapan namun telah tepat dalam hal menentukan ganti rugi.

This thesis discusses the unlawful act in infringement of industrial design that has been regulated in Law No. 31 of 2000 about Industrial Design. In conducting this research, the writer uses juridicial-normative library research methods and the typology is descriptive.
The problem in this thesis is when the use of the design by third parties can be regarded as an unlawful act, how the regulation, and how the consideration of judges in deciding the case on the Supreme Court Decision No. 435 K/Pdt-Sus-HKI/2013.
The conclusion to these problems is a use of the design by third parties can be considered as an unlawful act when the design is exactly or substantially the same, and the use of the design has to be intentional and without right. The regulation for unlawful act in industrial design infringement contained in Article 46 (1) Industrial Design Act that refers to Art. 9 (1) Industrial Design Act and Art. 26 (1) TRIPs. Regarding consideration of the Supreme Court Decision No. 435 K/Pdt-Sus-HKI/2013 is a little sketchy, but has been precise in terms of determining the compensation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59668
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia, 2005
346.048 IND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Paten adalah hak eksklusif yang dntuk memberikan oleh negara kepada penemu selama periode tertentu dan mendorong penemu untuk membuka hasil penemuannya demi kemajuan masyarakat. Telah dilakukan kajian terhadap akses terbuka koleksi informasi paten digital peneliti Lembaga Pemerintah non kementerian (LPNK) di lingkungan Kementerian Riset dan Teknologi. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan penelusuran ke pangkalan data paten portal Dirjen Hak Kekayaan Intelektual selama tiga bulan yaitu Januari-Maret 2014. Data yang terkumpul meliputi jumlah paten, status paten yang diberikan perlindungan hukum, status paten dalam proses perlindungan, status paten yang dibatalkan dan attus paten yang berakhir masa perlindungannya. Hasil kajian menunjukkan bahwa BPPT mempunyai jumlah paten terbanyak yaitu 62 judul (37,80%) dan yang diberikan perlindungan hukum sebanyak 42 judul (52,50%). LIPI mempunyai jumlah paten terbanyak yang dibatalkan yaitu 17 paten (50%) dan dalam proses perlindungan 24 paten (57,14 %). Jumlah paten yang berakhir masa perlindungannya paling banyak adalah Badan Tenaga Nuklir Nasional sebanyak 6 paten (75%). Paten yang berakhir masa perlindungannya dapat dimanfaatkan oleh industri kecil dan menengah dalam mengembangkan usahanya."
VIS 16:3 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library