Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 89 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Musdah Mulia
"Bukan perjalanan biasa! Buku ini istimewa karena begitu jernih memotret perjalanan intelektual dan spiritual dari seorang pejuang kemanusiaan, Musdah Mulia. Isinya menceritakan perjalanan penulis ke seratus kota lebih di 51 negara, menghadiri berbagai forum internasional bertema kemanusiaan, globalisasi dan perdamaian. Pembaca bukan hanya disuguhi gambaran kota-kota yang dikunjungi, melainkan lebih tajam mengulik isu-isu kontemporer terkait demokrasi, HAM, agama, teknologi dan kebudayaan.
Kehadiran penulis di berbagai ajang dunia tersebut melahirkan perjumpaan lintas batas dengan beragam warga negara, bangsa, suku, budaya, gender, agama, kepercayaan dengan seluruh variannya. Perjalanan ini juga membawanya berinteraksi secara intens dengan kelompok rentan-tertindas (al-mustadh’afin) akibat posisi mereka sebagai minoritas. Perjumpaan dengan orang-orang berbeda dimungkinkan karena penulis teguh memegang prinsip humanis, inklusif, toleran dan terbuka. Dia selalu berusaha membuka diri dan berempati kepada semua golongan tanpa kecuali, tanpa stigma dan prejudice. Baginya, semua manusia adalah setara dan sederajat sebagai makhluk Tuhan Maha Pengasih.
Menjadi lebih istimewa karena penulis bangga merepresentasikan dirinya sebagai Muslimah reformis, perempuan aktivis sekaligus ulama yang tak bosan mengingatkan umat Islam agar mengedepankan pendekatan maqashid al-syari`ah (tujuan universal agama). Esensi agama tiada lain membimbing manusia agar teguh mengamalkan prinsip keadilan, kesetaraan, persaudaraan sehingga bermanfaat bagi semua makhluk (rahmatan lil alamin).
Melalui perjalanan lintas batas tersebut, penulis menyajikan informasi paling komprehensif tentang berbagai isu krusial di dunia modern. Di antaranya, isu kelompok agama minoritas, masyarakat adat dan indigenous religion (penganut agama-agama lokal), para pengungsi yang terusir dari negaranya, buruh migran, perempuan korban trafficking, anak-anak korban perang, para disabilitas, mereka yang terpapar HIV/Aids, kelompok trans-gender dan orientasi seksual berbeda yang hak asasi mereka kerap diabaikan. Ironisnya, pelanggaran hak asasi manusia kerap didasarkan pada dalih agama.
Intinya, seluruh tulisan reflektif ini menggugah kesadaran nurani untuk segera meyakini bahwa hakikat hidup adalah perjalanan menuju Tuhan. Hiduplah penuh makna, memperjuangkan harkat dan martabat sesama serta merawat kelestarian alam demi perdamaian abadi dan peradaban dunia yang lebih baik!
"
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2023
204.4 MUS p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Suryani
"Penelitian komunikasi antar pribadi ini mengamati 3 (tiga) pasang informan yang berkomitmen dalam perkawinan secara agama Katolik. Fokus penelitian adalah tahap-tahap perkembangan hubungan pribadi dalam perkawinan pada usia perkawinan yang berbeda. Informan dipilih dari latar belakang agama Katolik karena agama Katolik mempunyai beberapa ketentuan dalam perkawinan. Pertama, calon suami-istri harus mengikuti Kursus Persiapan Perkawinan, Hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan menurut Gereja Katolik diberitahukan kepada pasangan tersebut termasuk cara berkomunikasi dalam keluarga, mendidik anak, mengelola keuangan rumah tangga, kesehatan keluarga dan lain-lain. Ketentuan kedua, agama Katolik menerapkan prinsip perkawinan satu kali seumur hidup dan melarang perceraian, Penelitian ini menggunakan teori Tahap-Tahap Perkembangan Hubungan (DeVito, 2001:253) yang menyatakan bahwa suatu hubungan intim dibangun melalui serangkaian tahapan yakni: Kontak, Keterlibatan, Keintiman, Penurunan, Perbaikan dan Pemutusan. Perkembangan hubungan ini bersifat standar namun tidak semua pasangan mengalami hal yang sama. Setiap tahap memiliki fase awal dan akhir; menjelaskan sifat suatu hubungan dan bukan menilai atau memprediksi bagaimana seharusnya suatu hubungan. Teori Ketertarikan juga dimanfaatkan untuk melihat bagaimana awal suatu hubungan berlanjut menjadi perkawinan.
Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu "prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif (Miles dan Huberman, 1993: 15). Sementara Bogdan dan Taylor (1975: 5) berpendapat bahwa "penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku yang diamati dari orang-orang (subyek) itu sendiri". Paradigma yang menjadi acuan penelitian adalah konstruktivis atau interpretif yakni peneliti memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap tindakan sosial yang penuh makna. Peneliti terlibat langsung dengan pelaku sosial dalam kehidupan sehari-hari sehingga mampu memahami dan menafsirkan bagaimana para pelaku sosial menciptakan dan mengelola dunianya. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan pengamatan.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa hubungan antar pribadi pasangan yang terlibat perkawinan secara Katolik berkembang melalui serangkaian tahap: Kontak, Keterlibatan, Keintiman, Penurunan dan Perbaikan. Tahap Pemutusan tidaklbelum dialami karena prinsip perkawinan menurut agama Katolik yang diyakini informan. Ketiga pasang informan menyatakan berusaha untuk. tidak memikirkan pemutusan hubungan atau perpisahan atau perceraian sebagai alternatifjalan keluar ketika menghadapi konflik atau masalah.
Usia perkawinan tidak berkaitan dengan perkembangan hubungan. Suami istri dengan usia perkawinan lima, limabelas dan tigapuluh tahun sama-sama melewati pengulangan tahap: Keintiman, Penurunan, Perbaikan, lalu kembali berada di tahap Keintiman. Tahap-tahap perkembangan hubungan yang terjadi pada tiap pasangan bervariasi dari segi waktu, situasi dan proses.
Kesimpulan penelitian ini yakni perkembangan hubungan antar pribadi pada suami-istri Katolik sesuai dengan teori Tahap-Tahap Perkembangan Hubungan yang dikemukakan DeVito dan teori tersebut masih relevan dengan situasi saat ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Sulaikin
"ABSTRAK
Dalam Garis - Garis Besar Haluan Negara Tahun 1988 - 1993 di bidang hukum dinyatakan bahwa pembangunan hukum ditujukan untuk memantapkan dan mengamankan pelaksanaan pembangunan dan hasil - hasilnya, menciptakan kondisi yang lebih mantap sehingga setiap anggota masyarakat dapat menikmati iklim kepastian dan ketertiban hukum, lebih memberi dukungan dan pengarahan kepada upaya pembangunan untuk mencapai kemakmuran yang adil dan merata serta menimbulkan dan mengembangkan disiplin nasional dan rasa tanggung jawab sosial pada setiap anggota masyarakat.
Selanjutnya GBHN Tahun 1988 - 1993 tersebut menyatakan bahwa dalam rangka pembangunan hukum perlu lebih ditingkatkan upaya pembaharuan hukum secara terarah dan terpadu antara lain kondisi dan unifikasi bidang-bidang hukum tertentu serta penyusunan perundang undangan baru yang sangat dibutuhkan untuk dapat mendukung pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang claim masyarakat.
Dalam kaitannya dengan pembangunan nasional dan pembangunan hukum nasional, hukum Islam telah berpartisipasi aktif karena hukum Islam ini bersumber pada sumber yang abadi, yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah, serta dilengkapi pula dengan Ijtihadlar-Ra'yu, yang manifestasinya berupa Ijma' dan Qiyas. Suatu kenyataan pula bahwa masyarakat Indonesia sebagian besar beragama Islam, dan karenanya dapat dipahami apabila ada keinginan agar dalam penyusunan hukum nasional pihak berwenang mengindahkan hukum Islam.
Salah satu upaya menuju ke arah pembangunan hukum sebagaimana ketentuan di dalam GBHN tersebut, yang berhubungan dengan perkawinan dan hukum fikih Islam telah ada yaitu Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-Undang Perkawinan ini diundangkan tanggal 2 Januari 1974 dan melalui peraturan pelaksanaannya yaitu PP No.9 Tahun 1975, berlaku secara efektif mulai Tanggal 1 Oktober 1975.
Undang-Undang ini mengatur tentang perkawinan secara nasional, jadi berlaku bagi semua golongan dalam masyarakat Indonesia. Adanya undang-undang yang bersifat nasional ini memang mutlak perlu bagi suatu negara dan bangsa seperti Indonesia karena selain sifatnya yang nasional itu, juga menampung prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang selama ini berlaku dan menjadi pegangan bagi berbagai golongan dalam masyarakat.

"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena
"Perkawinan beda agama sekarang merupakan sesuatu yang menjadi hal yang dianggap biasa bagi penganut agama Islam. Hal itu sebenarnya bertentangan dengan aturan agama Islam seperti yang telah ditetapkan dalam al-Quran. Dalam hukum Islam telah ditetapkan bahwa perkawinan beda agama dilarang, dalam peraturan Negara juga tidak dibenarkan karena peraturan Negara mengenai perkawinan yang diatur dengan Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan juga harus mengacu pada peraturan agama para penganutnya. Bagaimana pengaturan perkawinan beda agama dalam aturan hukum Islam. Upaya apa yang bisa ditempuh oleh pasangan beda agama yang tetap akan melaksanakan perkawinan mereka. Dan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 apa dimungkinkan untuk melaksanakan perkawinan bagi pasangan beda agama. Bagaimana pandangan hukum Islam dan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 terhadap pasangan beda agama yang menikah diluar negeri.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Hasil dari analisa data bersifat kualitatif. Dan kesimpulan dari analisa bersifat evaluatif.
Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa perkawinan beda agama adalah haram hukumnya baik itu bagi wanita Muslim dengan pria non muslim maupun antara pria muslim dengan non muslim. Secara hukum Negara dapat dilakukan suatu penyeludupan hukum tapi secara hukum agama tetap adalah haram hukumnya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14519
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juwairiah Emart
"Pembentukan sebuah keluarga pada mulanya berawal dari kesepakatan antara seorang pria dan wanita untuk menjalani kehidupan bersama dalam suatu perkawinan. Untuk melangsungkan suatu perkawinan dalam rangka membangun keluarga harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU No. 1 Tahun 1974. Permasalahan yang timbul dari apa yang diatur dalam undang-undang ini adalah tidak diaturnya mengenai perkawinan beda agama, timbullah pertanyaan mengenai kedudukan perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang berbeda agama, mengapa hal ini masih terus terjadi di dalam masyarakat Indonesia, sejauhmana pengaruh hak asasi manusia jika dihubungkan antara kebebasan dalam perkawinan dengan kemerdekaan memeluk agama, dan peranan kantor catatan sipil dalam menghadapi perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang berbeda agama tersebut. Untuk menjawab semua permasalahan di, atas penulis melakukan metode pengumpulan data dengan jalan melakukan penelitian di lapangan serta melakukan metode analisa data balk dari data sekunder maupun data primer. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang berbeda agama jelas-jelas bertentangan dengan UU No. 1 Tahun 1974 dalam hal ini Pasal 2 ayat 1, namun segelintir masyarakat di Indonesia yang menghendaki adanya pengaturan terhadap perkawinan beda agama dengan alasan untuk menegakkan hak asasi manusia yaitu hak untuk memilih jodoh dalam perkawinan dan juga hak untuk melaksanakan agama dan kepercayaan yang dianut kurang mendalami ajaran agamanya masing-masing yang jelas-jelas tidak menghendaki perkawinan terhadap mereka yang berbeda iman, dalam praktek perkawinan beda agama yang dilangsungkan tidak mempunyai dasar hukum tetapi dalam pencatatannya ternyata kantor catatan sipil tetap menerima dan mencatatkan perkawinan tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dina Cynthia Putri
"Penelitian ini membahas perkawinan beda agama di Kantor Catatan Sipil dengan melakukan analisis langsung terhadap peraturan di Indonesia yaitu KUHPerdata dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan metode pengolahan dan analisis data yang menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian dan wawancara di Kantor Catatan Sipil pada Kantor Catatan Sipil Depok ditemukan fakta bahwa Kantor Catatan Sipil Depok tidak melakukan pencatatan perkawinan beda agama namun hanya mengeluarkan surat keterangan yang kedepannya diperlukan dalam pengurusan dokumen-dokumen seperti kartu keluarga dan akte kelahiran. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak memberi tempat bagi perkawinan beda agama. Sebagai sebuah instrumen hukum, ukuran tingkah laku atau kesamaan sikap standart of conduct, juga berfungsi sebagai suatu perekayasaan untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih sempurna dan sebagai alat untuk mengecek benar tidaknya suatu tingkah laku. Jika asumsi ini dimasukkan pada Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, maka pembaruan terhadap beberapa pasal dalam undang-undang ini khususnya pada pasal 2 ayat 1 yang sering dijadikan rujukan bagi persoalan perkawinan beda agama, menjadi sebuah keharusan.

This research discusses about the reporting of interfaith marriage in Civil Registry Office Depok with direct analysis of the rules in Indonesia, namely KUHPerdata and Undang undang No. 1 Year 1974 on marriage.This research is a normative juridical by the method of processing and analyzing data using a qualitative approach. The results of research and interviews inCivil Registry Office Depokwas found the fact that Civil Registry Office Depok did not record the interfaith marriage but only issued a certificate required in the future to obtain documents such as family card and birth certificate. Undang undang No. 1 Year 1974 on Marriage giving no place to the interfaith marriage. As a legal instrument, the size of similarity behavior or attitude standard of conduct, also has a function as a modified to transform society toward a more perfect and as a tool to check whether the behaviour right or wrong. If this assumption is included in Undang undang No. 1 Year 1974 on marriage, the update to some of the provisions in Undang undang especially in Article 2 paragraph 1 is often used as a reference for the issue of interfaith marriage, becomes a necessity."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S66426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Tiladaini
"Fenomena perkawinan beda agama di Indonesia dapat menimbulkan masalah dari segi hukum yaitu terkait dengan keabsahan perkawinan beda agama tersebut. Di Indonesia tidak terdapat aturan yang tegas mengenai perkawinan beda agama. Sebagai perbandingan mengenai pengaturan hukum perkawinan beda agama, Penulis bandingkan dengan negara Malaysia yang mayoritas penduduknya juga beragama Islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakan dan dengan Pendeketan Perbandingan. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Di Indonesia, mengenai perkawinan beda agama, dikembalikan kepada hukum agama dan kepercayaan masing-masing sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan. Di Malaysia, terdapat ketentuan mengenai perkawinan beda agama di dalam peraturan perundang-undangan bagi yang beragama Islam dan bagi yang beragama non Islam. Setelah adanya Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dapat dimungkinkan pasangan yang berbeda agama dicatatkan perkawinanya melalui Penetapan Pengadilan. Di Indonesia, pada praktiknya perkawinan beda agama meskipun melanggar Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan dapat dicatatkan. Sedangkan di Malaysia, perkawinan beda agama yang melanggar ketentuan perundang-undangan tidak dapat didaftarkan.

The phenomenon of inter religious marriage in Indonesia can cause problems in terms of law that is related to the validity of the inter religious marriage. In Indonesia there are no strict rules regarding to the inter religious marriage. In comparison to the legal arrangement of inter religious marriage, the author compares the Malaysian state with the majority of the population are Muslims. This research used literature research methods and with the Comparative Approach. Data analysis method used qualitative analysis method. In Indonesia, concerning the inter religious marriage, it is returned to the religious law and beliefs in accordance with Article 2 Paragraph 1 of the Act No. 1 of 1974. In Malaysia, there are provisions on inter religious marriage in the legislation for Muslims and for non Muslims. After the existence of Act No. 23 of 2006, it is possible for inter religious marriage couples to register their marriages through the Court Decision. In Indonesia, in practice, inter religious marriage even though violating Article 2 paragraph 1 of the Act No. 1 of 1974 can be registered. While in Malaysia, inter religious marriage that violate statutory provisions can not be registered.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69054
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Inarma
"Penelitian ini menganalisis bagaimana pertimbangan hukum yang menolak dan mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama sebelum diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023 (“SEMA No. 2 Tahun 2023”) serta kedudukan SEMA No. 2 Tahun 2023 terhadap permohonan pencatatan perkawinan beda agama. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pencatatan perkawinan sahnya perkawinan tidak lepas dari syarat sah menurut agama (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan). Sedangkan, Pasal 35 huruf a Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan menyatakan bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan. Ketentuan ini telah memberi kesempatan adanya penetapan perkawinan beda agama yang kontradiktif dengan Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan. Kemudian lahirlah perbedaan keputusan hakim dalam menentukan permohonan perkawinan beda agama. Sebagian pertimbangan hukum menganggap bahwa perkawinan beda agama tidak sah untuk dilakukan dengan berdasar pada Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan. Di sisi lain, pertimbangan hukum yang digunakan adalah pertimbangan hukum yang digunakan adalah pasal-pasal yang mensiratkan tidak adanya larangan atas dilakukannya perkawinan beda agama. Kedudukan SEMA No. 2 Tahun 2023 tidak dapat berlaku surut membuat status perkawinan beda agama yang dilangsungkan sebelum diterbitkannya SEMA No. 2 Tahun 2023 tetap mendapatkan hak sebagaimana mestinya. SEMA No. 2 Tahun 2023 menjadi jawaban dari adanya kekosongan dan ketidakpastian hukum terkait aturan perkawinan beda agama di Indonesia. Meskipun hierarki SEMA dalam peraturan perundang-undangan masih belum jelas, namun SEMA No. 2 Tahun 2023 tetap dapat dijadikan pedoman bagi hakim untuk tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama.

This study analyzes how legal considerations reject and grant applications for registration of interfaith marriages before the issuance of Supreme Court Circular Letter Number 2 of 2023 ("SEMA No. 2 of 2023") and the position of SEMA No. 2 of 2023 regarding applications for registration of interfaith marriages. This study was compiled using a doctrinal research method. Registration of a valid marriage cannot be separated from the requirements for validity according to religion (Article 2 paragraph (1) of Law No. 1 of 1974 concerning Marriage). Meanwhile, Article 35 letter a of Law No. 23 of 2006 concerning Population Administration states that registration of marriages also applies to marriages determined by the Court. This provision has provided an opportunity for the determination of interfaith marriages that contradict Article 2 of the Marriage Law. Then there was a difference in the judge's decision in determining applications for interfaith marriages. Some legal considerations consider that interfaith marriages are not valid to be carried out based on Article 2 paragraph 1 of the Marriage Law. On the other hand, the legal considerations used are the legal considerations used are the articles that imply that there is no prohibition on interfaith marriages. The position of SEMA No. 2 of 2023 cannot be applied retroactively, making the status of interfaith marriages that took place before the issuance of SEMA No. 2 of 2023 still get the rights as they should. SEMA No. 2 of 2023 is the answer to the legal vacuum and uncertainty regarding the rules on interfaith marriages in Indonesia. Although the hierarchy of SEMA in the laws and regulations is still unclear, SEMA No. 2 of 2023 can still be used as a guideline for judges not to grant requests for registration of interfaith marriages."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Renaningtyasari
"Keberanekaragaman suku bangsa, adat, budaya dan agama yang terdapat di Indonesia tidak menghilangkan kebutuhan penduduk Indonesia untuk berinteraksi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Akibat dari interaksi tersebut tidak menutup kemungkinan terjadinya perkawinan pasangan beda agama di Indonesia. Yang menjadi pokok permasalahan dalam hal ini adalah bagaimana pelangsungan perkawinan pasangan beda agama di Desa Sindangjaya Cianjur, apakah akibat hukum dari perkawinan pasangan beda agama tersebut dan apakah masyarakat Desa Sindangjaya Cianjur mempermasalahkan perbedaan agama dalam perkawinan yang dilaksanakan dalam masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis sosiologis. Pelaksanaan perkawinan pasangan beda agama di Desa Sindangjaya dengan cara salah satu dari pasangan yang berbeda agama berpindah agama terlebih dahulu menyesuaikan dengan pasangan yang lain dan mereka melaksanakan perkawinan menurut ajaran agama yang telah mereka sepakati. Bila dalam perjalanan rumah tangga salah satu suami/istri berpindah ke agama semula maka sah atau tidaknya perkawinan mereka menurut negara, ditentukan oleh hukum agama yang dipakai pada saat pelangsungan perkawinan.
Masyarakat Desa Sindangjaya Cianjur tidak mempermasalahkan perbedaan agama yang terjadi bila dalam suatu perkawinan terdapat pasangan yang berbeda agamanya. Selain itu sudah saatnya diberi perumusan yang lebih luas pada Pasal 57 UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dimana tidak hanya mencakup ?dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia" saja tetapi juga mencakup "dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan agama."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>