Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizki Dinar Winiar
Abstrak :
ABSTRACT
Penelitian ini dilatarbelakangi kebutuhan setiap orang yang ingin identitasnya dihormati. Identitas mencakup nilai-nilai yang diyakini, yang kemudian direfleksikan melalui perilaku komunikasi. Adanya latar belakang perbedaan budaya dan keunikan individual dapat mengakibatkan timbulnya dialektika antar pasangan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengelolaan muka yang dilakukan oleh pasangan dalam rangka Manajemen Identitas, sebagai cara mengatasi hambatan budaya yang berpotensi merusak suksesnya suatu hubungan. Dengan menggunakan konsep teori Manajemen Identitas dan pendekatan kualitatif studi fenomenologi, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat variasi pilihan pengelolaan muka terkait pengalaman pasangan. Baik bagi orang Jepang maupun Indonesia, terdapat kecenderungan self yang merujuk pada sisi individualistik yang dimotivasi oleh kebutuhan akan muka. Tetapi juga terdapat kecenderungan other atau mutual yang merujuk pada sisi kolektivistik untuk mempertahankan harmoni. Pengelolaan muka terkait stereotipe dan pembekuan identitas, mengikat hubungan, spiritualitas, peran sosial, bahasa, material budaya, konsep penyelenggaraan perkawinan, keterlibatan dalam kelompok budaya asal, dan pengasuhan anak akan diwarnai oleh sisi dominan yang mana yang membentuk identitas budaya pasangan serta situasi ketika dialektika berlangsung. Apakah identitas budaya dominan berasal dari budaya asal pembentuknya (Jepang dan Indonesia), atau keunikan individual yang terbentuk dari kesamaan pengalaman, atau nilai-nilai normatif yang ada diantara keduanya.
ABSTRACT
This research is motivated by the needs of everyone for their identity to be respected. Identity includes values believed, which then reflected through communication behaviour. The existence of cultural differences and the uniqueness of individuality can lead to dialectic tension between the couple. This research aimed to identify the face management used by couple in the context of Identity Management, as a way to overcome cultural barriers that could potentially damage the success of a relationship. By using the concept of Identity Management theory and qualitative approach using Phenomenology study, the results indicated that there are variations in the choices of face management related to couple's experience. Either for Japanese or Indonesian people, there is a tendency of self which refers to the individualistic motivated by the need of face. But there are also other tendencies of other or mutual, which refer to the collectivistic side to maintain harmony. Face management related to stereotype and identity freezing, binding relationship, spirituality, social roles, language, cultural material, the concept of marriage ceremony, engagement in the cultural group of origin, and child care will be characterized by the dominant side in which cultural identity of the couple is formed as well as situations when dialectics happened. Whether they cultural identity come from the dominant culture of their origin (Japan and Indonesia), or the uniqueness of the individual formed from a common experience, or normative values between them.
2014
T41854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helda Ratna Dewi
Abstrak :
Penelitian yang berlangsung di Jakarta ini ingin melihat faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi seseorang individu memutuskan kawin antar agama. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Sampel dalam penelitian ini adalah dua orang beragama Islam, laki - laki dan perempuan. Serta dua orang beragama Kristen, laki - laki dan perempuan. Keempat informan ini berasal dari kalangan mengengah keatas dan tinggal di daerah perkotaan. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik Purposive Sampling. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa informan memperoleh sosialisasi primer akan nilai-nilai kegamaan yang kuat dari agen sosialisasinya yakni keluarga. Meskipun nilai - nilai agama yang mereka dapatkan pada tahap sosialisasi primer dilihat lebih banyak pada penanaman ketaatan beragama dengan menjalankan ibadah kegamaan seperti shalat, mengaji atau pergi ke Gereja. Sedangkan sosialisasi mengenai pelarangan perkawinan antar agama itu sendiri relatif lemah. Sosialisasi sekunder yang dialami pada tahap selanjutnya oleh para informan juga terlihat lebih mempengaruhi permisivitas informan dan persepsi informan dalam memandang perkawinan antar agama. Hal ini menunjukkan bahwa melemahnya fungsi keluarga dalam mempengaruhi seorang individu. Faktor lain yang juga mempengaruhi keputusan untuk kawin antar agama ialah diperolehnya dukungan/restu orangtua (keluarga), usia, kesempatan melaksanakan tata cara dan pencatatan perkawinan secara legal, kesamaan status sosial ekonomi dan pendidikan, serta faktor cinta yang dimiliki terhadap pasangan. Temuan lain yang diperoleh dalam penelitian ini adalah perkawinan antar agama sebenarnya rentan konflik khususnya dimasa-masa mendatang. Konflik yang berpotensi besar menjadi masalah adalah perihal pendidikan agama anak dan keinginan dalam diri pribadi yang tersembunyi akan kesamaan nilai - nilai agama dalam suatu keluarga. ......This research that take place in Jakarta, wishes to see factors influencing an individual to engage in an inter-religious marriage. The method employed in this research is qualitative, with in-depth interview as its data-gathering technique. The samples in this research took by purposive sampling technique and are two persons whose religion is Islam, male and female. Two other person whose religion is Christian, male and female. Ali of these informant come from the upper middle strata and live in the urban area. Based on the acquired data, it is discovered that the individuals in the research had gained primary socialization on strong religious values from its socialization agent, which is the family. Although the religious values that they gained on the primary socialization phase is perceived as leaning more towards the implantation of religious piety by executing religious deeds such as shalat, reading the Quran or going to church. Whereas the socialization on the forbiddances of inter-religion manage is relatively weak. The secondary socialization experienced by the informants on the next phase is also seen to further influence the permissive nature of the informant and the informant’s perception in viewing inter-religion marriage. It shows that the family is no longer considered as an institution which has strong influence to the individual, especially for socialization. Next, the other factors considered having influence on the informant’s decision to perform inter-religion marriage is the gaining of the family’s support/blessing, age, the knowledge on the procedures of performing a marriage based on religious laws and State laws in order for it to be recorded legally, the similarity of social economic and education status and the factor of one’s love towards spouse. This research also discover that inter-religious manage actually susceptible of marriage conflicts, especially in the next future of marriage living. Possible conflicts that may arise interrelated with children religious education and the mdividual hidden needs for the same religious values in the family.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
S6999
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifa Ayu Desti Saputra
Abstrak :
Posisi strategis Indonesia menjadikannya sebagai salah satu negara transit bagi pengungsi di Kawasan ASEAN. Namun, keterbatasan kuota resettlement yang disediakan oleh negara ketiga membuat Indonesia menjadi rumah yang tidak disengaja bagi para pengungsi. Sebagian pengungsi terpaksa untuk menetap di Indonesia dalam waktu lama yang kemudian menimbulkan interaksi sosial antara pengungsi dengan masyarakat Indonesia dalam kegiatan sehari-hari. Akibatnya, fenomena perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan pengungsi di Indonesia menjadi suatu hal yang sering dijumpai di kalangan masyarakat. Keadaan pengungsi sebagai kelompok rentan tidak dapat membatasi hak asasi manusia dari pengungsi untuk menikah dan berkeluarga. Namun, sebagai negara bukan pihak Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, Indonesia belum memiliki payung hukum yang mengatur secara komprehensif mengenai pengungsi sebagai subjek hukum dalam melakukan suatu perkawinan campuran. Keadaan ini kemudian menimbulkan berbagai persoalan hukum terkait legalitas perkawinan dan implikasinya. Banyaknya pengungsi dengan latar belakang orang tidak berdokumen yang sulit untuk membuktikan kewarganegaraannya membuat beberapa pengungsi di Indonesia kesulitan dalam memenuhi persyaratan formil dan materiil perkawinan yang kemudian berdampak kepada tidak dapatdicatatkannya perkawinan tersebut. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif, penelitian ini akan membahas mengenai legalitas perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan pengungsi di Indonesia ditinjau dari hukum perdata internasional Indonesia dan hukum perkawinan Indonesia. Tulisan ini akan meninjau lebih jauh mengenai kemungkinan penerapan prinsip habitual residence untuk menentukan hukum yang berlaku bagi pengungsi dalam melakukan perkawinan dengan warga negara Indonesia di tengah kekosongan hukum yang mengatur mengenai orang dengan keadaan kewarganegaraan tertentu di Indonesia. Penerapan itsbat nikah pada perkawinan campuran antara warga negara Indoonesia dengan pengungsi di Indonesia sebagai salah satu upaya untuk mencatatkan perkawinan akan turut dibahas pada penelitian ini. Sebagai perkawinan campuran yang sulit untuk dicatatkan, perlindungan hukum bagi para pihak dari perkawinan tersebut perlu diutamakan dengan mempertimbangkan itikad baik dari para pihak. 


Indonesia's strategic position makes it one of the transit countries for refugees in the ASEAN region. However, limited resettlement quotas provided by third countries have made Indonesia an accidental home for refugees. Some refugees are forced to stay in Indonesia for a long time, which then creates social interactions between refugees and Indonesian people in their daily activities. As a result, the phenomenon of mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia is something that is often found in society. The situation of refugees as a vulnerable group cannot limit their human rights to marry and have a family. However, as a country that is not a party to the 1951 Convention on the Status of Refugees, Indonesia does not yet have a legal protection that regulates refugees as legal subjects in a mixed marriage comprehensively. This situation then gave rise to various legal issues related to the legality of marriage and its implications. The large number of refugees with undocumented backgrounds who find it difficult to prove their citizenship makes it difficult for some refugees in Indonesia to fulfil the formal and material requirements of marriage, which then has an impact on not being able to register the marriage. By using a juridical-normative method, this research will discuss the legality of mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia from the perspective of Indonesian private international law and Indonesian marriage law. This paper will examine further the possibility of applying the principle of habitual residence to determine the law that applies to refugees who marry Indonesian citizens in the absence of laws governing people with certain citizenship conditions in Indonesia. The application of itsbat nikah in mixed marriages between Indonesian citizens and refugees in Indonesia as a solution to register marriages will also be discussed in this study. As mixed marriages that is difficult to register, legal protection for the parties to the marriage needs to be prioritized by considering the good faith of the parties.

Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudargo Gautama
Abstrak :
Buku ini mengupas tentang peraturan perkawinan campuran. Bagaimana peraturan-peraturan perkawinan campuran dalam hidup sehari-hari berkembang, bagaimana adanya hubungan antara hukum dan masyarakat, dan hukum sosiologi. Pada Bab I dan Bab II diuraikan tentang sejarah hukum peraturan perkawinan campuran. Dalam bab III akan dikupas lingkungan kekuasaan hukum, terdiri dari lingkungan kuasa waktu, tempat dan pribadi. Dalam bab IV dijelaskan bagian lebih konkrit dengan illustrasi peristiwa-peristiwa perkawinan campuran yang telah sampai pada tangan hakim. Bab V melanjutkan pandangan tentang peraturan perkawinan campuran dalam praktek hukum.
Bandung: Alumni, 1973
k 346.016 SUD s
Buku Klasik  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Debora M. I.
Abstrak :
Perkawinan akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi suami dan juga akan punya akibat penting bagi harta benda perkawinan suami istri. Terhadap harta benda perkawinan tersebut, ketentuan pasal 119, 139 KUHPerdata dan pasal 29 Undang- undang Perkawinan, memberikan kesempatan bagi calon suami istri untuk mengadakan penyimpangan terhadap harta benda perkawinan mereka. Dengan demikian bagi perkawinan pada umumnya dan perkawinan campuran, yang lebih rentan punya masalah hukum pada khususnya, penting untuk mengadakan perjanjian perkawinan sebelum perkawinan dilangsungkan. Kegunaannya tidak lain memberikan perlindungan bagi suami istri dan pihak ketiga lainnya. Perkawinan campuran, yang mengadakan perjanjian perkawinan, sering mendapatkan masalah pada saat pelaksanaannya karena terkendala dalam masalah waktu perkawinan dan/ atau pendaftarannya di Indonesia, serta pembuatan perjanjian perkawinan dan pendaftaran dari perjanjian perkawinan, sebagai salah satu syarat keberlakuan perjanjian perkawinan sah mengikat bagi pihak ketiga. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui penentuan waktu pembuatan dan keabsahan perjanjian perkawinan pada perkawinan campuran, akibat hukum dari perjanjian perkawinan yang dibatalkan, terhadap harta benda perkawinan pada perkawinan campuran, serta untuk mengetahui akibat bagi akta perjanjian perkawinan yang dibatalkan dan pertanggungjawaban notaris yang membuat perjanjian perkawinan yang telah dibatalkan oleh pengadilan dalam kasus perjanjian perkawinan perkawinan campuran sebagaimana kasus dalam putusan Nomor: 526/ Pdt/G/2012/PN. Jkt. Sel. Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode penelusuran kepustakaan dalam mengumpulkan datanya. Ketidaktahuan hukum diantaranya pembuatan perjanjian perkawinan setelah perkawinan berlangsung dan keterlambatan pendaftaran perkawinan maupun perjanjian perkawinan, akan menjadi pemicu masalah hukum bagi suami istri maupun pihak ketiga, yang berakibat pada pembatalan perjanjian perkawinan. Dengan demikian dengan tetap berpegang pada ketentuan hukum di Indonesia, bagi perkawinan campuran tidak ada pengecualian, bahwa perjanjian perkawinan harus tetap dibuat sebelum perkawinan berlangsung, yang dengan demikian akan memisahkan harta benda perkawinan suami istri sejak saat perkawinan berlangsung. Terhadap hal tersebut Notaris punya kewajiban untuk memberikan penyuluhan hukum langsung terhadap mereka yang berkehendak untuk membuat perjanjian perkawinan dan punya hak untuk menolak pembuatan perjanjian perkawinan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum positif Indonesia. Bagi calon pasangan perkawinan campuran yang akan mengadakan perjanjian perkawinan dalam perkawinannya, sudah sebaiknya mencari informasi baik melalui instansi pemerintah yakni pada Kantor Catatan Sipil maupun profesi hukum yang memiliki kompetensi atau pengetahuan berkaitan dengan pembuatan perjanjian perkawinan, seperti Notaris atau pengacara.
Marriage would not only gave consequences for the right and obligation but also would give consequences for the marital property of the prospective husband and wife the provisions of Article 119 139 of the Civil Code for Indonesia and the Article 29 of the Marriage Act permit an opportunity for prospective husband and wife to deviate the regulation about marriage goods and management thereof Thus for in marriage or mixed marriage in particular which is more vulnerable have legal issues it is important to have an prenuptial agreement before marriage marriage took place the aggrement it 39 s self not only give legal protection on prospective husband and wife but also third party This study aimed to determine the timing of manufacture and validity of the marriage covenant in mixed marriages legal consequences of the cancellation of prenuptial marriage on the marriage property and the responsibility of Notary as prenuptial agreement maker based on case study on verdict number 526 Pdt G 2012 PN Jkt Sel This research is a normative juridical research using library search methods in collecting the data By following the indonesian law the prenuptial agreement must be made before the marriage takes place including those of mixed marriages the legal effects of marriage is that their marital property will be separate from the time of the marriage took place as the prenuptial agreement maker Notary has an obligation to give legal understanding to the prospective husband and wife about the prenuptial agreement deeds it self Notary has right to refuse to making the prenuptial agreement deed if it potentialy broke the law prospective husband and wife has to collect as much as information before the making of prenuptial agreement it self to Kntor Catatan sipil officer or the professional that competent on knowing or making of prenuptial agreement.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T43070
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gouw, Giok Siong
Jakarta: Djambatan, 1961
346.016 GOU s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Gouw, Giok Siong
Djakarta: Djambatan, 1958
346.016 GOU s (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sudargo Gautama
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996
346.016 SUD s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Djoko Basuki
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
346.016 ZUL b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aryo Bisma Radjasa
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai perkawinan campuran diantara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Irlandia yang dilangsungkan di Hong Kong. Perjanjian kawin yang dibuat pasca perkawinan. Pokok permasalahan dalam tesis ini adalah akta perjanjian kawin yang dibuat oleh Notaris terhadap perkawinan campuran, serta peran notaris selaku pejabat umum yang berwenang untuk membuat perjanjian kawin pada pernikahan yang berbeda warga negara dan akibatnya apabila terjadi perceraian. Metode penelitian yang digunakan yuridis normatif, dengan tipologi penelitian deskriptif analitis, dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian: Notaris sebelum membuat akta perjanjian perkawinan wajib melihat apakah sudah ada penetapan pengadilan terhadap permohonan para pihak atau suami istri yang hendak membuat perjanjian perkawinan di dalam masa perkawinan. Setelah adanya penetapan maka dalam membuat akta perjanjian kawin Notaris tunduk kepada ketentuan Pasal 15 dan Pasal 16 Undang-undang Jabatan Notaris. Peran Notaris adalah membuat dan memastikan perjanjian perkawinan mengikuti ketentuan perundang-undangan, dalam melaksanakan peran tersebut Notaris wajib bertanggung jawab secara Pidana, Perdata, dan Administratif.
ABSTRACT
The main topic of this Thesis is to discuss about an intermarriage between a Indonesian citizen and a Ireland citizen, that takes place in Hong Kong. The prenuptial agreement is made after they were married. The main problems in this thesis is the prenuptial agreement deed that rsquo s been made by the Notary about this intermarriage, and also the role of a Notary as a public attendant that have the rights to make a prenuptial agreement on a intermarriage, and the consequences if the marriage end in a Divorce. The Research Method used in writing this thesis is Juridical Normative, with Descriptive Analysis, with a qualitative approach. The result of this research before making a prenuptial agreement deed a Notary must check if there is already a court arrangement towards the applicant that wants to make the Prenuptial Agreement while in the marriage period. After the assignation when making of a Prenuptial Agreement a Notary must obey the clause 15 and 16 section in the Notary Billet Act. The role of a Notary is to make a deed and to make sure the Prenuptial Agreement follows the rules of the Act, in managing that role a Notary is obligated take responsibility for Criminal Law, Civil Law, and Administratif Law.
2018
T51389
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>