Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Kiara Dwileysia Hamzah
"Propaganda perang yang terjadi sejak Perang Dunia II telah menjadi fenomena polarisasi masyarakat yang mengakibatkan destruksi di dunia. Melihat dampaknya, Perserikatan Bangsa Bangsa berupaya untuk membentuk deklarasi media massa untuk memperbaiki kualitas publikasi media melalui nilai-nilai positif. Melalui deklarasi, beberapa akademisi perdamaian mulai mencapai kesadaran untuk mengembangkan jurnalisme perdamaian. Secara praktik dan teoritis dikembangkan dengan baik, dan dituangkan pada penulisan jurnal maupun buku. Sejauh ini jurnalisme perdamaian mulai diakui oleh banyak jurnalis maupun akademisi, akan tetapi kehadirannya di media masih kalah kentara dengan jurnalisme perang dan jurnalisme umum. Melalui premis sebelumnya, penulisan ini berusaha untuk mengulik bagaimana perkembangan jurnalisme perdamaian dari waktu ke waktu, beserta dengan gambaran dinamika di media umum. Untuk menelusuri topik, penulis memungut 45 literatur dan menggunakan metode taksonomi sebagai alat pemilihan tema. Berdasarkan penemuannya, terdapat tiga tema utama yang kentara dalam penulisan jurnalisme perdamaian, terdiri dari (1) Konseptualisasi Jurnalisme Perdamaian; (2) Musuh Jurnalisme Perdamaian; dan (3) Jurnalisme Perdamaian dalam Konflik Kontemporer. Berdasarkan temuan, sebagian besar penulisan JP dikaji oleh negara Barat. Kajian jurnalisme perdamaian kurang lebih berfokus pada konflik-konflik di negara berkembang atau negara miskin. Jurnalisme perdamaian juga bergantung pada masing-masing kemampuan jurnalis. Oleh karena itu, penulisan ini perlu menggaris bawahi kesenjangan dalam penulisan, praktik, dan teori dari JP, dan dievalusai kembali apa yang menjadi penting dalam JP.
The war propaganda that has been occurring since World War II has become a phenomenon of societal polarization, resulting in destruction worldwide. Recognizing its impact, the United Nations has made efforts to establish a declaration on mass media to improve the quality of media publications through positive values. Through this declaration, peace academics have begun to raise awareness and develop peace journalism. It has been well-developed both in practice and theory, reflected in journal articles and books. So far, peace journalism has gained recognition among many journalists and academics, although its presence in the media is still less prominent compared to war journalism and mainstream journalism. Building upon the aforementioned premise, this writing aims to delve into the development of peace journalism over time, along with an overview of dynamics in mainstream media. To explore the topic, the author gathered 45 pieces of literature and utilized the taxonomy method as a tool for selecting themes. Based on the findings, three main themes emerged in peace journalism writing, (1) Conceptualization of Peace Journalism, (2) Enemies of Peace Journalism, and (3) Peace Journalism in Contemporary Conflicts. It was discovered that the majority of peace journalism studies were conducted by Western countries. The focus of peace journalism research primarily revolved around conflicts in developing or impoverished countries. Furthermore, peace journalism is also dependent on the capabilities of individual journalists. Therefore, this writing emphasizes the gaps in writing, practice, and theory within peace journalism and reevaluates what is essential in peace journalism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Sibarani, Micha Florence Ephika
"Kerja Sama Selatan-Selatan (KSS) telah berkembang sebagai sebuah kerangka kontemporer dalam lanskap pembangunan internasional yang diusung oleh negara-negara berkembang. Indonesia terus memperkuat kontribusinya terutama melalui pembentukan Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI) atau Indonesian AID sebagai institusi khusus untuk penyaluran bantuan luar negeri. Salah satu negara tujuan utama bantuan Indonesia adalah Afghanistan, negara dengan mayoritas penduduk muslim yang tengah menghadapi konflik berkepanjangan. Situasi di Afghanistan memburuk pasca pengambilalihan Kabul oleh Taliban pada Agustus 2021. Situasi ini diikuti dengan implementasi kebijakan-kebijakan yang mengecualikan perempuan dari ruang publik, termasuk pelarangan akses terhadap pendidikan. Meskipun Indonesia tidak memberikan pengakuan resmi terhadap pemerintah de facto Taliban, Indonesia tetap melanjutkan komitmennya dalam menyalurkan bantuan luar negeri. Pada tahun 2022, Indonesia memberikan beasiswa pascasarjana kepada mahasiswa Afghanistan termasuk perempuan di tengah kebijakan pelarangan pendidikan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengapa Indonesia dapat merealisasikan penyaluran bantuan pendidikan kepada perempuan Afghanistan dalam situasi penuh ketidakpastian yang dikenal sebagai situasi “prisoner’s dilemma”. Dengan menggunakan kerangka kemitraan dalam rantai bantuan luar negeri serta iterated prisoner’s dilemma, studi ini menunjukkan bahwa keberhasilan penyaluran program ini tidak lepas dari sejarah panjang hubungan diplomatik antara Indonesia dan Afghanistan sekalipun di bawah rezim pemerintahnya berbeda. Strategi tit-for-tat yang secara tidak langsung dijalankan oleh kedua negara telah menciptakan pola interaksi yang konsisten dan lebih mudah diprediksi. Selain itu, keputusan kedua negara untuk bekerja sama didasarkan pada pertimbangan keuntungan strategis yang diperoleh dari keberlangsungan program ini. Perancangan teknis program yang disesuaikan dengan realitas politik dan sosial di Afghanistan juga menjadi faktor penting dalam memperkuat kepercayaan pemerintah de facto Taliban. Dengan demikian, pendekatan Indonesia yang penuh kehati-hatian dan tidak konfrontatif membuka ruang bagi Indonesia dapat merealisasikan penyaluran bantuan yang menyentuh isu sensitif, bahkan di tengah konteks politik yang kompleks.
South-South Cooperation (SSC) has emerged as a contemporary framework in the landscape of international development, promoted by developing countries. Indonesia continues to strengthen its role most notably through the establishment of the Indonesian Agency for International Development (LDKPI) or Indonesian AID, a dedicated institution for foreign aid distribution. One of Indonesia’s main aid recipients is Afghanistan, a Muslim-majority country that has long experienced prolonged conflict. Afghanistan’s situation worsened after the Taliban took over Kabul in August 2021. This takeover was followed by policies implementation that excluded women from public spaces, including a ban on education. Despite not recognizing the Taliban’s de facto government, Indonesia continued to provide foreign aid to Afghanistan. In 2022, Indonesia granted postgraduate scholarships to Afghan students, including women, even amidst the education ban enforced by the Taliban de facto government. This study analyses why Indonesia managed to sucessfully implement such program under a context of uncertainty which can be seen as a “prisoner’s dilemma” situation. By employing the analytical framework of international aid partnerships and the iterated prisoner’s dilemma, this research reveals that the success of this aid initiative cannot be separated from the history of Indonesia-Afghanistan relations even across different regimes. A consistent pattern of cooperation shaped by a tit-for-tat strategy has made bilateral interaction more predictable and stable over time. Furthermore, both countries’ decisions to cooperate informally were influenced by the perceived strategic benefits of the program. The implementation was carefully tailored to Afghanistan’s complex reality, ensuring flexibility and trust-building with the de facto authorities. Ultimately, Indonesia’s cautious and non-confrontational approach opened a space that enabled Indonesia to deliver sensitive aid successfully, even under politically complex circumstances."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
"With the end of the Cold War, threats to national security have become increasingly non-military in nature. Issues such as climate change, resource scarcity, infectious diseases, natural disasters, irregular migration, drug trafficking, information security and transnational crime have come to the forefront. This book provides a comprehensive introduction to Non-Traditional Security concepts. It does so by: " Covering contemporary security issues in depth " Bringing together chapters written by experts in each area " Guiding you towards additional material for your essays and exams through further reading lists " Giving detailed explanations of key concepts " Testing your understanding through end-of-chapter questions Edited by a leading figure in the field, this is an authoritative guide to the key concepts that you'll encounter throughout your non-traditional, and environmental, security studies courses"
London: Sage, 2016
355.033 INT
Buku Teks Universitas Indonesia Library
London : Sage, 2016
323.44 INT
Buku Teks Universitas Indonesia Library