Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Lukman Hakim
"Dalam tesis ini ingin menjelaskan mengapa hubungan Arab Saudi-AS yang dianggap 'hubungan khusus' belum dapat membawa Arab Saudi untuk berperan optimal dalam menyelesaikan masalah Palestina. Penyelesaian masalah Palestina merupakan ukuran keberhasilan pelaksanaan tuntutan tugas dan misi politik luar negeri Arab Saudi yang dirumuskannya tahun 1943. Tugas dan misi tersebut berisi bahwa penyelesaian masalah Palestina ditempuh dengan dua Cara : Arab Saudi bersatu dengan negara-negara Arab lainnya untuk menyelesaikan Palestina, dan Arab Saudi mempengaruhi Amerika untuk menjadi mediator yang adil dalam menyelesaikan masalah Palestina. Namun, pelaksanaan untuk menarik Amerika menjadi mediator yang adil masih mendapat hambatan eksternal dan internal.
Hambatan eksternal dan internal yang dimaksud, sebagai berikut :
1. Kuatnya lobi pro-Israel terhadap pengambil kebijakan (decision maker) di Amerika, sehingga Amerika dapat mengorbankan hubungan khususnya dengan Arab Saudi, terutama menyangkut penyelesaian masalah Palestina. Lemahnya dukungan negara-negara Arab lainnya atas kepemimpinan Arab Saudi (Arab leadership) membuat Arab Saudi tidak dapat berperan optimal, karena tidak mendapat wewenang penuh dari negara Arab lainnya.
2. Lemahnya pengaruh Arab Saudi terhadap Amerika akibat ketergantungannya di bidang politik, militer dan ekonomi, sehingga Arab Saudi tidak mempunyai posisi tawar menawar yang memadai terhadap Amerika Serikat, dan ketergantungan Arab Saudi tersebut menempatkan kedua negara tidak mempunyai hubungan khusus dalam arti yang sesungguhnya.
3. Perbedaan sosial budaya antara Arab Saudi-Amerika Serikat mengakibatkan kedua negara tidak mendapat dukungan yang penuh dari warga kedua negara masing-masing, dan bahkan perbedaan sosial budaya tersebut dapat menghambat usaha pemerintah kedua negara untuk menyelesaikan masalah Palestina.
4. Adanya konflik elit di Arab Saudi mengenai hubungan yang ideal antara Arab Saudi-Amerika, sehingga para elit di lingkungan kerajaan tidak mempunyai pandangan yang sama mengenai keterlibatan Amerika dalam proses perdamaian, dan dari pihak Arab Saudi tidak mempunyai strategi yang baku untuk membawa Amerika dalam menyelesaikan masalah Palestina.
5. Lemahnya pengaruh pro-Palestina di Arab Saudi merupakan akibat sistem politik Arab Saudi yang membatasi partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga Arab Saudi kelihatan passif dalam mencari terobosan baru dalam penyelesaian masalah Palestina, dan cenderung menunggu inisiatif dari Amerika Serikat. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saeful Fitriana
"Tesis ini membahas tentang kontinuitas pragmatisme dalam politik luar negeri Arab Saudi pada masa pemerintahan Raja Salman 2015-2017 dari perspektif liberalisme. Pandangan liberalisme secara umum berasumsi bahwa hubungan internasional dapat bersifat kooperatif daripada konfliktual dan percaya terhadap kemajuan. Meskipun demikian, politik luar negeri Saudi yang telah berubah menjadi proaktif untuk mewujudkan keamanan, stabilitas dan kemakmuran di tingkat regional dan internasional masih menghadapi ancaman ekstrimisme, terorisme dan ekspansi Iran hingga saat ini. Kontradiksi antara asumsi liberalisme dan fakta-fakta yang terjadi dianalisis menggunakan teori interdependensi kompleks yang mencoba untuk mensintesis perspektif realisme dan liberalisme.
Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan mengambil data melalui telaah dokumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontinuitas pragmatisme politik luar negeri Saudi pada masa Raja Salman disebabkan oleh peran sang raja yang melakukan sentralisasi kekuasaan kepada anaknya, Muhammad bin Salman MbS . Di usianya yang masih sangat muda, MbS telah menegaskan perannya sebagai pembuat kebijakan keamanan dan ekonomi kerajaan. Sikap pragmatis dalam politik luar negeri Saudi terlihat jelas pada kebijakannya yang lebih didasarkan atas pengalaman, cita-cita, pertahanan dan keamanan, kepentingan politik dan ekonomi ketimbang ideologi yang dianut oleh kerajaan.
......
This thesis discusses the continuity of pragmatism in Saudi Arabian foreign policy in the reign of King Salman 2015 2017 from the perspective of liberalism. The view of liberalism is generally assumed that international relations can be cooperative rather than conflictual and along with believing in progress. Nevertheless, the Saudi foreign policy, which has become proactive in achieving security, stability and prosperity at the regional and international levels, continues to face threats of extremism, terrorism and Iranian expansion to the present time. The contradiction between the existing assumption and the facts that have occurred has been analyzed by the theory of complex interdependence which have to synthesize the perspectives of realism and liberalism.
The method used by the researcher is the qualitative method by taking data through document review. The results of this study shows that the continuity of pragmatism in Saudi Arabia 39 s foreign policy under King Salman bin Abdulaziz is caused by the role of King Salman who has given his centralized power to his son, Muhammad bin Salman MbS . At a very young age, MbS has asserted its role as a royal security and economic policy maker. The pragmatism of Saudi foreign policy is clearly reflected in its policy of experience, expectation, defense and security, political and economic interests rather than the Islamic principle adopted by the Kingdom. "
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T50149
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library