Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gadis Arivia
"Penulis berargumentasi untuk menggunakan landasan teori baru karena kegagalan perspektif Pengarusutamaan Gender dalam melihat persoalan terkait gender. Penulis mengajukan pendekatan interseksionalitas sebagai pendekatan yang mampu melihat persoalan Covid-19 dan implikasinya yang bukan hanya pada gender (laki-laki dan perempuan) tetapi juga pada ras, etnisitas, kelas, LGBTQIA dan kelompok-kelompok minoritas lainnya. Penulis menekankan konsep critical praxis, yaitu bukan saja menggunakan pertanyaan-pertanyaan kritis tetapi juga berpijak pada aktivisme untuk perubahan sosial secara total."
Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, 2020
305 JP 25:4 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lulu Nurul Janah
"Identitas kolektif, atau perasaan ‘sama rasa’ dalam kaitan atau perbedaannya dengan satu sama lain, adalah fitur yang krusial dalam aktivisme sosial. Mengingat maraknya gerakan interseksional dewasa ini banyak mengandalkan media sosial, penelisikan peran identitas kolektif dalam memprakarsai gerakan daring pun menjadi penting. Artikel ini mengulas hubungan identitas kolektif dalam aktivisme Twitter #PapuanLivesMatter yang muncul di tengah kemelekan masyarakat terhadap #BlackLivesMatter. Sebanyak tiga belas twit dengan tagar #PapuanLivesMatter dan #BlackLivesMatter, baik secara terpisah maupun tergabung dalam satu rangkaian twit, telah dianalisis. Teori Appraisal dari Martin dan White diaplikasikan untuk mengidentifikasi bagaimana twit-twit tersebut mendemonstrasikan relasi identitas kolektif dengan melihat makna implisit dan eksplisit dari teks yang bertumpu pada evaluasi positif atau negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan identitas kolektif dalam #PapuanLivesMatter yang muncul dalam periode #BlackLivesMatter bersifat kongruen di ranah yang luas dan divergen dan di ranah kelompok. Dalam tingkatan yang luas, #PapuanLivesMatter dan #BlackLivesMatter membahas masalah yang identik dan secara kolektif berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan diskriminasi terhadap kulit hitam. Dalam tingkatan kelompok, meskipun #PapuanLivesMatter masih mempertahankan representasi mengenai diskriminasi, ideologi dan objektif yang disebarkan khusus ditunjukan untuk kepentingan Papua Barat, yaitu terkait dengan diskriminasi etnis dan separatisme politis

Collective identity, or a sense of ‘we-ness’ in relation or contrast with one another, is a crucial feature of social activism. Especially, considering the rise of intersectional movements in today’s era, it is important to look into the role of collective identity in shaping online movements. This article intends to unravel the relations of collective identity in the Twitter activism #PapuanLivesMatter that emerged in the wake of #BlackLivesMatter. A number of thirteen tweets that carry the hashtags #PapuanLivesMatter and #BlackLivesMatter, either separately or altogether, was analyzed. The theory of appraisal from Martin and White was applied to identify how the tweets enact relations of collective identity by looking into the implicit and explicit evaluation of the text that relies on positive and negative classifications. The results show that the relations of collective identity in #PapuanLivesMatter during the rise of #BlackLivesMatter are congruent at the broad-level and divergent at the group-level. At the broad-level, #PapuanLivesMatter and #BlackLivesMatter address the same issues and collectively work toward raising awareness for discrimination against black lives. At the group-level, although #PapuanLivesMatter still maintains its representation of discrimination, it propagates ideologies and objectives that are exclusively directed for West Papuan causes, namely ethnic discrimination and political self-determination"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Fauzan Alghifary
"Pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama hampir tiga tahun ini mengakibatkan perubahan kehidupan manusia baik sebagai individu maupun kelompok. Menjadi seorang pekerja pada kondisi pandemi bukanlah sesuatu yang mudah, banyak adaptasi yang harus dilakukan mengikuti beberapa regulasi baru yang telah diterapkan oleh pemerintah demi menekan lajunya penyebaran virus Covid-19. Selain pekerja, perempuan juga merupakan salah satu kelompok yang rentan dalam pandemi Covid-19. Penelitian ini mencoba menggali informasi yang lebih jauh terhadap perempuan pekerja sekaligus dampak yang dirasakan dari pandemi Covid-19. Penelitian ini mencoba melihat kondisi dari kelas pekerja tersebut secara lebih dalam dengan mengamati atribut apa saja yang ada dalam diri tiap individu tersebut seperti gender, kelas sosial, kondisi keluarga, dan latar belakang kebudayaan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang melibatkan observasi partisipan, studi pustaka, dan wawancara mendalam dengan perempuan pekerja, baik yang bekerja secara formal maupun informal. Seluruh atribut tadi kemudian akan dikaji menggunakan kajian interseksionalitas yang melibatkan pemahaman mengenai beban ganda dan juga teori akses. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik perempuan pekerja formal maupun informal, keduanya memiliki pengalaman yang sangat beragam. Beban ganda yang dialami oleh para perempuan pekerja menjadi beban yang permasalahannya cukup kompleks dalam kehidupan sehari-harinya. Selain itu, berbagai akses yang dimiliki oleh perempuan pekerja juga memainkan perannya masing-masing dalam memberikan privilege ke dalam strategi bertahan hidup mereka.

The Covid-19 pandemic, which has been going on for almost three years, has resulted in changes in human life, both as individuals and as groups. Being a worker in a pandemic is not something easy, many adaptations must be made following several new regulations that have been implemented by the government in order to suppress the spread of the Covid-19 virus. Apart from workers, women are also one of the vulnerable groups in the Covid-19 pandemic. This research tries to dig up further information on working women as well as the impact felt from the Covid-19 pandemic. This study attempts to look at the conditions of the working class more deeply by observing what attributes each individual has, such as gender, social class, family conditions, and cultural background. This study uses a qualitative method involving participant observation, literature study, and in-depth interviews with working women, both those who work formally and informally. All of these attributes will then be studied using intersectionality studies which involve an understanding of multiple burdens as well as access theory. The results of the study show that both formal and informal women workers have very diverse experiences. The double burden experienced by working women is a burden whose problems are quite complex in their daily lives. In addition, the various accesses that working women have also play their respective roles in providing privileges into their survival strategy."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzadina Nurulain Ikhwan
"Meskipun partisipasi perempuan dalam politik Amerika Serikat telah mencapai angka tertinggi sepanjang masa dalam pemilu terakhir, keikutsertaan perempuan dalam politik Amerika Serikat bukannya tanpa kekurangan. Salah satu masalah yang masih terus terjadi hingga saat ini adalah bias media, yang sering kali muncul dalam pemberitaan. Artikel-artikel yang melaporkan suatu peristiwa atau subjek dengan cara yang sangat bias telah menyebabkan persepsi publik yang terdistorsi tentang peristiwa atau subjek tersebut, dan dapat membuat publik mempertanyakan integritas media sebagai sumber informasi yang objektif. Penelitian sebelumnya telah membuktikan adanya bias media dan juga kerugian yang ditimbulkannya terhadap politisi perempuan. Namun, masih kurangnya perhatian terhadap interseksionalitas antara aspek identitas seseorang dan efek gabungannya terhadap bias. Untuk memahami kompleksitas bias media dalam pemberitaan secara lebih komprehensif, penelitian ini melakukan analisis untuk melihat bagaimana bias termanifestasi dalam pemberitaan tentang Alexandra Ocasio-Cortez, seorang politisi perempuan Amerika Serikat, dalam empat media massa yang berbeda, yaitu media massa Demokrat (kiri) dan Konservatif (kanan).

Dengan metode Critical Discourse Analisis, temuan penelitian ini menyoroti adanya bias media dengan memeriksa penggunaan pilihan kata, semantik, dan topik yang berulang untuk mengindikasikan bias terkait jenis kelamin, usia, kelas sosial ekonomi, dan ideologi politik Ocasio-Cortez.Despite the number reaching an all-time high in the most recent election, female participation in U.S. politics is not without its drawbacks. One longstanding issue that continues to occur to this day is media bias, which often manifests in news coverage. Articles that report an event or subject in a highly biased manner have led to a distorted public perception of said event or subject and they may lead the public to question the integrity of the news outlet as an objective source of information. Previous studies had proven the existence of media bias as well as the disadvantage it gave female politicians. However, there is a lack of attention to the intersectionality between one’s identity aspects and their compounding effects on bias. In order to understand the nuance in media bias within news outlets more comprehensively, this study conducted an analysis to see how bias manifested in the news coverages of Alexandra Ocasio-Cortez, an American female politician, written by four different American democratic (left-wing) and conservative (right-wing) news outlets. With the method of critical discourse analysis, the findings of this study highlighted the presence of media bias by examining the use of word choices, semantics, and recurring topics to indicate bias regarding Ocasio-Cortez’s gender, age, socioeconomic class, and political ideology."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tazkya Nadira
"ABSTRAK
Makalah ini berfokus untuk melihat fenomena pengelolaan perkebunan yang dilakukan oleh semua rumah tangga di Kampung Laut menggunakan perspektif interseksionalitas feminis-posthumanis. Tujuan dari perspektif interseksionalitas feminis-posthumanis adalah untuk melihat bagaimana ketidakseimbangan dalam kekuasaan dan akses antara pria dan wanita untuk pengelolaan sumber daya. Dalam pengelolaan perkebunan Albasia, pria dan wanita memainkan peran dan posisi yang berbeda, peran dan posisi yang berbeda terkait dengan interaksi antara pria dan wanita yang berbeda dari tanaman tertentu di perkebunan Albasia. Penggunaan perspektif interseksionalitas feminis-posthumanis dapat membantu menggambarkan bagaimana hubungan antara manusia berdasarkan berbagai dimensi sosial yang mereka miliki (gender, status, kelas) dapat mempengaruhi hubungan mereka dengan aspek-aspek non-manusia. Perspektif interseksionalitas feminis-posthumanis ini menekankan dua komponen, komponen pertama adalah melihat bagaimana hubungan gender-spesies terjadi antara pria, wanita dan tanaman di perkebunan albasia, dan komponen kedua adalah melihat bagaimana praktik sosio-spasial menunjukkan ketidakseimbangan antara wanita dan pria pada akses dan sumber daya ke perkebunan Albasia. Hubungan laki-laki, perempuan, dan tanaman tertentu melalui praktik sosio-spasial yang terjadi kemudian menciptakan tatanan hierarkis dalam pengelolaan perkebunan yang bertujuan untuk menjaga integritas dan keberlanjutan ekologi hutan sebagai tempat perlindungan bagi ketidakpastian sumber ekonomi karena perubahan di bentang alam terus terjadi di Kampung Laut.

ABSTRACT
This paper focuses on looking at the phenomenon of plantation management carried out by all households in Kampung Laut using the perspective of feminist-posthumanist intersectionality. The purpose of a feminist-posthumanist intersectionality perspective is to see how imbalances in power and access between men and women are for managing resources. In the management of Albasia plantations, men and women play different roles and positions, different roles and positions are related to interactions between men and women that are different from certain plants in Albasia plantations. The use of a feminist-posthumanist intersectionality perspective can help illustrate how relations between humans based on the various social dimensions they have (gender, status, class) can influence their relationship with non-human aspects. This feminist-posthumanist intersectional perspective emphasizes two components, the first component is looking at how gender-species relationships occur between men, women and plants on albasia plantations, and the second component is seeing how socio-spatial practices show an imbalance between women and men in access and resources southwest to the Albasia plantation. Relationships of men, women, and certain plants through socio-spatial practices that occur then create a hierarchical order in the management of plantations that aims to maintain the integrity and sustainability of forest ecology as a place of protection for uncertain economic resources because changes in the landscape continue to occur in Kampung Laut ."
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library