Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pratiwi Purwahyudiningsih
"Perang Boshin, yang juga dikenal sebagai Perang Saudara berlangsung dari tahun 1868 hingga 1869. Perang ini terjadi dikarenakan perbedaan tujuan antara pihak yang mendukung pemerintahan Meiji dan pihak yang mendukung keshogunan Tokugawa. Artikel ini menjelaskan secara rinci bagaimana awal mula, proses dan berakhirnya Perang Boshin. Penelitian in merupakan kajian kepustakaan dengan metode deskriptif analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perang boshin berperan besar dalam sejarah jatuhnya masa keshogunan tokugawa dan menjadi saksi dari revolusi Jepang.
......
The Boshin War, also known as the Civil War, lasted from 1868 to 1869. This war occurred because of the difference in purpose between those who supported the Meiji government and those who supported the Tokugawa shogunate. This article explains in detail how the beginning, the process and the end of Boshin War. This research is a literature study with descriptive method of analysis. The results of this study indicate that the boshin war played a major role in history of the fall of the Tokugawa shogunate and witnessed the Japanese revolution. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Gordon, Andrew
New York: Oxford University Press, 2003
952 GOR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Clavell, James
"Japan circa 1600. A bold English adventurer. An invincible Japanese warlord. A beautiful woman torn between two ways of life, two ways of love. Blackthorne, the Pilot. Lord Toranaga. Lady Mariko. Anjin-san. Samurai. All brought together in a mighty saga of a time and place aflame with conflict, passion, ambition, lust and the struggle for power. After twenty years, this remains one of the most unforgettable and enjoyable novels of all time. A story that speaks of history and speaks of today."
Jakarta: Indira Prakasa, 1983
899.221 3 CLA s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Athirah Jacobach
"ABSTRAK
Pada tahun 1639-1853 Jepang melakukan kebijakan sakoku (鎖国) atau kebijakan tutup negeri yang selama kebijakan itu berlangsung, masyarakat di luar Jepang dilarang masuk kedalam negeri, dan masyarakat Jepang pun dilarang untuk pergi keluar negeri. Namun, pada masa tersebut, Jepang tidak sepenuhnya menutup negerinya. Mereka menggunakan salah satu pulau buatan yang bernama Dejima. Dejima terletak di pelabuhan Nagasaki. Pada awalnya, Dejima dibuat untuk dijadikan tempat mengisolasi seluruh orang Portugis dan para Jesuit Spanyol yang berada di seluruh penjuru Jepang, untuk mencegah mereka melakukan kegiatan dan misi-misi misionaris yang dianggap dapat mengganggu tatanan keshogunan Jepang. Lokasinya yang menjorok keluar dari Jepang, dan penjagaan yang kuat mampu membuat pergerakan Portugis dan Spanyol di Jepang dapat dikendalikan oleh pemerintah Jepang. Setelah Portugis dan Spanyol benar-benar keluar dari Jepang, Dejima yang kosong tersebut diisi oleh orang-orang Belanda karena Jepang masih khawatir akan orang-orang Barat walaupun Belanda berjanji tidak melakukan misi misionaris dan hanya murni berdagang. Seluruh kegiatan perdagangan dengan Belanda dipindahkan ke Dejima. Jepang pada saat sakoku hanya melakukan hubungan luar negeri dengan Belanda dan Cina. Setelah itu, Dejima dijadikan satu-satunya tempat yang dibuka untuk bangsa asing saat sakoku berlangsung.

ABSTRACT
In year 1639-1853, Japan applied a sakoku policy (鎖国) or closed country policy, during that period, foreigners not allowed to come to Japan, and the Japanese not allowed to leave Japan. Actually, the Japanese not fully closed their country. They used one artificial island called Dejima Island, the island jutting out from Nagasaki harbor. They used the island to isolating all Portuguese and Spanish Jesuit, to prevent them performed Missionaries mission and other activities in whole Japan which believed will disturbed the Japanese shogunates order. The location of the island and due to Japanese strong guard made the Portuguese and Spanishs movements can be easily controlled by the government. Being isolated the Portuguese and Spanish left the Japan. Then the Dutch came and knowing the Japanese still afraid with West people they promised not to do missionaries and other activities except trading. By then all the trading activities with Dutch located at Dejima Island. The Japanese only deals with the Netherland and China in Dejima Island and after that, it become the only place that open for foreigner during the sakoku period."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nailusyifa
"Samurai adalah prajurit berpedang yang telah lama dikenal sebagai salah satu lambang budaya Jepang. Dalam kebijakan shinokosho yang ditetapkan oleh keshogunan Tokugawa, samurai menempati kelas tertinggi pada zaman Edo. Kebijakan tersebut bertahan selama berlangsungnya kekuasaan keshogunan Tokugawa dari tahun 1603 sampai tahun 1867. Artikel ini menjelaskan secara rinci bagaimana segala aspek kehidupan samurai pada zaman Edo sebagai awal era modernisasi Jepang. Penelitian ini bersifat kualitatif dan dilakukan dengan metode studi pustaka dan penelitian sejarah.
......
The samurai were the warriors with sword who have been known as one of the epitome of Japanese culture. On shinokosho policy which ruled by the Tokugawa shogunate, samurai took the highest position in Edo period. This policy was occured as long as the authority of Tokugawa shogunate lasted from the year of 1603 to 1867. This article explains in detail how every aspects of samurai's life were, that took time in Edo period as the beginning of Japan's modernization era. This is a qualitative research and conducted with history research methods and literature studies."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Isfahrizal Jamil
"Skripsi ini membahas kebijakan militer yang dijalankan Oleh bakufu di Ōsaka pada masa-masa awal Ke-shōgun-an Tokugawa, yang terdiri dari agresi militer ke Ōsaka pada musim dingin tahun 1614 dan musim panas tahun 1615 yang disebut Ōsaka no Jin, dan pembentukan Ōsaka Jōdai sebagai lembaga milliter ad hoc bakufu di Ōsaka. Penelitian dilakukan dengan cara studi kepustakaan, seluruh data yang digunakan bersifat sekunder. Dari penelitian ini membuktikan bahwa seluruh kebijakan yang diambil oleh bakufu terhadap Ōsaka semasa tahun 1614-1615 bertujuan untuk memantapkan klan Tokugawa sebagai penguasa Jepang.

This paper discusses the military policy which is applied by the bakufu in Ōsaka in the early days of the Tokugawa shogunate, which consists of military aggression to Ōsaka in the winter of 1614 and summer of 1615 called Osaka no Jin, and Ōsaka Jōdai establishment as an ad hoc millitary agency bakufu in Osaka. Research done by way of literary study, all data used are secondary. This research proves that all the measures taken by the bakufu to Ōsaka during the years 1614-1615 aims to strengthen the Tokugawa clan as rulers of Japan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1268
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Abdillah
"ABSTRAK
Restorasi Meiji yang melanda Jepang pada tahun 1868, meskipun digambarkan sebagai pemulihan , pada kenyataannya merupakan revolusi lengkap, yang mempengaruhi semua lapisan masyarakat. Persatuan kubu fedoalistik bersatu dan membentuk sebuah pasukan melawan pemerintahan Tokugawa dengan tujuan untuk mengambil alih Edo yang merupakan ibukota. Hasilnya adalah perubahan secara bertahap yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang berdampak pada setiap aspek kehidupan seperti budaya, ekonomi, dan politik. Agama-agama juga terjebak dalam perubahan besar termasuk agama Buddha. Peristiwa sejarah yang berkembang pada agama Buddha di Jepang menyebabkan kerusakan besar dan perubahan yang tidak dapat diubah pada banyak aspek agama dan praktiknya. Tulisan ini membahas sifat konkret dari beberapa perubahan ini, untuk mengatur wajah modern Buddhisme di Jepang dalam konteks sejarah dan filosofis

ABSTRACT
he Meiji Restoration that hit Japan in 1868, although described as restoration , is in fact a complete revolution, affecting all levels of society. Union unity fedoalistic united and formed a troop against the Tokugawa government in order to take over Edo which is the capital. The result is an unprecedented gradual change, affecting every aspect of life such as culture, economy, and politics. Religions are also caught up in major changes including Buddhist. The historical events that flourished in Buddhism in Japan caused great destruction and irreversible change in many aspects of religion and practice. This paper deals with the concrete nature of some of these changes, to govern the modern face of Buddhism in Japan in historical and philosophical contexts."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Resvina Hamdi
"Masuknya bangsa Barat ke Jepang sejak kedatangan Laksamana Perry menandai awal
kehancuran pemerintahan Bakufu Tokugawa. Para rezim anti-Bakufu melakukan
pertentangan atas kekecewaan mereka terhadap Bakufu yang dengan begitu saja
menjatuhkan harga diri Jepang dan membiarkan pihak asing memasuki Jepang. Pihak
rezim ini melakukan berbagai bentuk perlawanan dengan slogan sonno-joi terhadap
pihak asing. Seiring berjalannya waktu dan sadar akan kekuatan bangsa asing yang
lebih canggih dibandingkan Jepang, praktik sonno-joi berubah tujuan menjadi gerakan
untuk menggulingkan Bakufu Tokugawa agar kekuasaan politik dapat dikembalikan
kepada Kaisar. Tugas akhir ini akan menjelaskan bagaimana praktik sonno-joi
mengalami perubahan dimulai dari masuknya bangsa asing hingga keterlibatan mereka
dalam berbagai konflik anti asing dan gerakan penggulingan Tokugawa.
...... The arrival of Western nations into Japan since Commodore Perrys visit marked the
beginning of the fall of the Tokugawa Bakufu government. The anti-Bakufu regimes
contested as their disappointment towards Bakufu who simply threw Japans pride and
allowed foreigners to enter Japan. The regime carried out various forms of resistance by
the slogan sonno-joi against foreign parties. Over time and the awareness of the more
developed foreign powers compared to Japan, the practice of sonno-joi changed its
purpose to become a movement to overthrow the Tokugawa Bakufu so that political
power could be returned to the Emperor. This final project will explain how the practice
of sonnoi-joi underwent changes starting from the entry of foreign nations to their
involvement in various anti-foreign conflicts and the overthrow Tokugawa movement."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Tsunenari, Tokugawa
Tokyo: International House of Japan, 2009
952.052 TSU e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Sundari Sucipta
"Skripsi ini Strategi Tokugawa Ieyasu Dalam Merestorasi Hubungan Jepang dan Choson Korea Setelah Invasi Toyotomi Hideyoshi.Jepang dan Choson merupakan dua negara yang berbatasan langsung dan telah memiliki hubungan yang baik selama dua ratus tahun. Namun hubungan kedua negara tersebut mulai memburuk karena invasi yang dilakukan oleh Toyotomi Hideyoshi pada 1592-1598. Setelah Toyotomi Hideyoshi wafat, Tokugawa Ieyasu yang mengambil alih kepemimpinan Jepang berusaha untuk memperbaiki hubungan Jepang dan Choson. Penelitian yang ditulis dengan menggunakan pendekatan sejarah dengan metode deskriptif analisis yang disusun secara kronologis da sistematis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Tokugawa Ieyasu menggunakan pendekatan secara halus untuk dapat merestorasi hubungan Jepang dan Choson Korea.
......
This study focused on Tokugawa Ieyasu strategy to restore the relation between Japan and Choson Korea after Toyotomi Hideyoshi invasion. Japan and Korea are two country that have contact frontier and maintain good relation for two hundred years. However the relation between two countries had been worse because Toyotomi Hideyoshi invasion at 1592-1598. After Toyotomi Hideyoshi died, Tokugawa Ieyasu took over the authority and try to re-established the relation between Japan and Choson. This study use historical approach with analytical descriptive method that have been arranged in chronologies and systematic. The analysis concluded that Tokugawa Ieyasu use soft approach so he can re-established the relation between Japan and Choson Korea."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S65310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>