Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harman Benediktus
Abstrak :
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menyatakan pemberlakuan kembali UUD 1945. Sejauh menyangkut kekuasaan kehakiman, UUD 1945 mengaturnya dalam Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945. Baik dalam kedua Pasal tersebut maupun dalam penjelasannya dikatakan bahwa kekuasaan kehakiman bukan bagian dari kekuasaan pemerintahan negara, ia merupakan kekuasaan negara yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan-kekuasaan negara lainnya. Untuk menjaga kekuasaan kehakiman yang merdeka, UUD mensyaratkan pula agar UU menjamin kedudukan hakim-hakim. Tentang pengangkatan dan pemberhentian hakim, UUD juga meminta kedua masalah itu diatur dalam UU disertai larangan kepada pembuat UU untuk mereduksi atau mengurangi kemerdekaan kekuasaan kehakiman dalam menjalankan fungsinya. Kemerdekaan kekuasaan kehakiman merupakan prasyarat agar ia leluasa dalam menjalankan fungsi utamanya yaitu menerapkan Cita Hukum (Rechtsidee) dalam perkara-perkara kongkret. Artinya kekuasaan kehakiman dalam menjalankan fungsinya harus menjadikan .Cita Hukum sebagai patokan dasar mengenai adil dan tidak adil dan karenanya dapat mengesampingkan segala peraturan produk kekuasaan negara lainnya jika diyakininya bertentangan dengan Cita Hukum. Pada tingkat pelaksanaan, karakter kekuasaan kehakiman sangat dipengaruhi oleh konfigurasi politik yang diterapkan. Jika konfigurasi politiknya demokratis maka kekuasaan kehakiman akan tampil otonom, terpisah dari kekuasaan pemerintahan negara dan dalam menjalankan fungsinya tidak dipengaruhi dan dikendalikan kehendak-kepentingan kekuasaan negara lainnya. Sebaliknya jika konfigurasi politik yang diterapkan tidak demokratis atau otoriter maka kekuasaan kehakiman tampil tidak otonom, menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan negara, dan karena itu hanya menjalankan fungsi sebagai instrumen untuk melaksanakan dan mengamankan kebijakan yang ditetapkan kekuasaan pemerintahan negara. Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh signifikan dari konfigurasi politik terhadap pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sejak Dekrit 5 Juli 1959 itu, terdapat dua model sistem politik yang berlaku di Indonesia yaitu sistem politik Demokrasi Terpimpin (1959-1965) dan sistem politik Demokrasi Pancasila (1965-1996/1997). Pada era sistem politik Demokrasi Terpimpin kekuasaan kehakiman diatur dalam UU No 19 tahun 1964 dan UU No 13 tahun 1965. Sedangkan pada periode sistem politik Demokrasi Pancasila, kekuasaan kehakiman diatur dalam UU No 14 tahun 1970 sebagai UU pokok dan beberapa peraturan perundangan lainnya. Dari penelitian ini terlihat bahwa konfigurasi politik yang executive heavy sangat mewarnai proses pembentukan UU yang mengatur kekuasaan kehakiman. Kedudukan kekuasaan kehakiman menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan negara dan fungsi utamanya ialah menjalankan kebijakan yang ditetapkan kekuasaan pemerintahan negara.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T 991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
This research focuses on a notarial certificate defined as an authentic document which is legally formulated by a public official who is authorized to do so at therespective location. Its objective is to learn the possibility of annulling this authentic document and to learn its post-position if it is annullable. To generate the research findings, juridical-normative method-reviewing the legal basis, synchronized law, comparative law, and history of law-is applied. The data in this research was collected through literature study and it was then qualitatively analyzed. The findings suggest that a notarial certificate legally binds all parties stated in it and its weight of evidence is not only absolute but also under legal protection. Therefore, it is unchengeable by anyone. However, when this certificate is submitted to the court as evidence, the judge assigned for the case has the authority to issue a verdict on this document.Keywords : Notarial certificate, Cancellation, Judge
320 AJH 1:3 (2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sudirman
Abstrak :
Dalam rangka merealisasikan putusan hakim yang mencerminkan proses hukum yang adil, ada tiga komponen penting yang harus dipenuhi yaitu penerapan hukum atau peraturan perundang-undangan secara formal, penghormatan terhadap hak-hak yang dipunyai tersangka/terdakwa/terpidana, dan sidang pengadilan yang bebas dan hakim yang tidak memihak. Ketiga komponen di atas pada hakikatnya telah mampu mengakomodasikan tiga asas penting mengenai peradilan yang baik, yaitu asas kepastian hukum, asas persamaan hukum, dan asas keadilan. Prasyarat demikian dapat menjadi barometer bagi wujud penegakan hukum yang benar, sekaligus sebagai antisipasi dari arbitrary process (proses yang sewenang-wenang atau semata-mata berdasarkan kuasa penegak hukum). Dalam konteks yang demikian relevan kiranya komponen-komponen proses hukum yang adil diujikan pada putusan MA No. 55 PK/Pid/1996. Hasil penelitian menunjukkan, ada dua persoalan mendasar yang dapat diamati dari putusan PK MA tersebut. Pertama, diterimanya permohonan PK jaksa oleh Majelis PK MA, dan Kedua yaitu penjatuhan hukuman terhadap terdakwa yang telah diputus bebas. Dari perspektif yuridis putusan MA model demikian tidak dapat dibenarkan dan termasuk keliru. Namun, dalam perspektif sosiologis keadaan yang demikian tidak dapat dihindari karena banyak persoalan lain yang ikut berperan. Persoalan manusia yang menjalankan penegakan hukum, teramat khusus hakim sebagai faktor penentu dan intervensi pihak kekuasaan pemerintahan terhadap pelaksanaan kekuasaan kehakiman dalam menjalankan fungsi judisial, ternyata ikut berandil besar bagi wujud suatu putusan. Dalam kondisi sistem peradilan yang sudah tertata sedemikian, amatlah sulit kiranya menjadikan pengadilan sebagai lembaga yang benar-benar diharapkan mampu mewujudkan tegaknya hukum secara wibawa atas dasar keadilan. Oleh karena itu, amatlah penting kiranya ditunjukkan perilaku patuh dan taat hukum terutama dari pihak pelaksana penegakan hukum yang dibarengi dengan political will pihak kekuasaan pemerintahan negara untuk secara sungguh-sungguh mewujudkan peradilan yang baik. Adalah naif lembaga pengadilan tertinggi sebagai bentengnya keadilan justru memunculkan ketidakadilan. Persoalan demikian amatlah buruk bagi citra lembaga peradilan, sekaligus amat berpengaruh bagi masa depan peradilan pidana yang pada gilirannya akan semakin sulit mewujudkan proses hukum yang adil dan wibawa penegakan hukum di Republik tercinta Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dodi Widodo
Jakarta: Komisi Yudisial RI, 2009
347.01 MEN (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Amzulian Rifai, co-promotor
Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Yogyakarta, [date of publication not identified]
347.014 AMZ w
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Kamil
Jakarta: Kencana Prenada Media, 2012
174 AHM f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Mahkamah Agung R.I., 2003
347.01 IND p (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chicago: ABA Standing Committee on Lawyers in the Armed Forces, 1974
347.73 ABA l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3   >>