Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Melia Ayu Anggraini
"Saat ini bangsa kita sedang dilanda krisis. Kata krisis akan selalu muncul dalam pembicaraan orang dari waktu ke waktu. Krisis ini membuat negara kita tidak normal. Hal ini ditandai dengan berbagai institusi negara tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Salah satu institusi yang tidak mampu itu adalah institusi hukum yang telah kehilangan pamornya sebagai tempat pemberi keadilan.
Dalam memasuki abad 21, hal yang unik dan istimewa yang menimpa kehidupan bangsa dan negara kita adalah meningkatnya tuntutan masyarakat akan kepastian, penegakan dan keadilan hukum. Artinya, tuntutan masyarakat tidak saja harus adanya kepastian peraturan tetapi juga kepastian dan penegakan hukum yang berdasarkan keadilan.
Sementara itu perkembangan dunia hukum kita tidak sejalan dengan perkembangan masyarakat. Banyak produk hukum yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat. Pembentukan hukum yang diharapkan dari para hakim tidak terlihat sama sekali. Di lain pihak, penggantian produk undang-undang baru memerlukan waktu yang lama sehingga kebutuhan masyarakat akan hukum saat ini tidak terpenuhi. Dalam situasi demikian para hakim menjadi tumpuan akhir pembentukan hukum sesuai kebutuhan masyarakat.
Fokus perhatian utama kita adalah pengadilan, dimana terjadi proses yang menyangkut ketiga profesi hukum (pengacara, jaksa dan hakim). Sering kita dengar ungkapan "pengadilan sebagai benteng terakhir keadilan". Hal ini bukanlah suatu khayalan, tatapi suatu "ideal" atau dapat pula dikatakan cita-cita atau tujuan. Administrasi peradilan memang bertujuan memberikan keadilan (hak atau equity) dengan mempersamakan semua orang di muka hukum (equality before the law)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T15529
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Di dalam sistem penyelenggaraan hukum pidana (criminal Justice system), pidana menempati posisi sentral. Hal ini disebabkan keputusan di dalam pemidanaan akan mempunyai konsekueni yang luas. Lebih-lebih kalau keputusan pidana tersebut dianggap tidak tepat, maka akan menimbulkan reaksi yang controversial sebab kebenaran di dalamnya bersifat relative dari sudut mana kita memandangnya (Muladi dan Arief 1984 : 52).
Putusan hakim (pengadilan) dapat mengurangi ataupun menghapuskan hak asasi manusia, antara lain berupa penghilangan hak untuk hidup bila dijatuhi putusan pidana mati, berkurangnya hak untuk bergerak bebas bila dijatuhi putusan pidana penjara atau kurungan. Untuk sampai kepada putusan pidana harus dilaksanakan dalam suatu sistem tertentu yang dinamakan “sistem peradilan pidana”, yang dalam Bahasa Inggris disebut “Criminical Justice System”. Sebagai sub sistem dari sistem peradilan pidana yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan, di mana yang terutama dalam tulisan ini adalah sub sistem pengadilan yang merupakan “goal keeper”, karena ia yang menentukan bersalah atau tidaknya seseorang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana."
JHYUNAND 4:6 (1997)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fachmi author
Bogor: Ghalia Indonesia, 2011
347.077 FAC k (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pamela Bianca. L
"Kasus Buloggate II bukanlah kasus yang istimewa, namun dalam kenyataannya mampu menyedot perhatian publik secara luas, sehinga publik pers/media massa cetak maupun elektronika turut meliputnya secara meluas pula. Hal ini disebabkan karena kasus ini melibatkan salah seorang terdakwa sebagai publik figur, yaitu Ir. Akbar Tandjung selaku Terdakwa I. Permasalahan kasus Buloggate II ini sebenarnya bermasalah hanya pada pelaksanaannya. Pihak yang paling bersalah dalam kasus ini sesungguhnya adalah Wimfred Simatupang, Dadang Sukandar dan orang yang seharusnya melakukan pengawasan terhadap penyaluran sembako ini, yaitu Mensesneg Akbar Tandjung. Hal ini disebabkan pada mereka tersebut orang yang dipercaya namun tidak menjalankan tugasnya. Masalahnya juga, ini sangat sulit sebab Mensesneg Akbar Tandjung sebelum proses pembagian sembako ini selesai beliau sudah diganti dengan Muladi. Namun Muladi pun tidak tahu karena beliau mengatakan tidak pernah menerima laporan. Problem ini sebenarnya Akbar Tandjung tidak bersalah, bersalah dalam kapasitas dia tidak melakukan pengawasan secara administratif dia bersalah tetapi secara pidana dia tidak bersalah, tidak bisa dikatakan atau didakwa melakukan tindak pidana korupsi karena tidak menikmati keuntungan dan tidak mempunyai niat menguntungkan diri sendiri. Skripsi ini mencoba melakukan pembahasan mengenai kasus Akbar Tandjung ini dengan memberikan paparan mengenai bebasnya Akbar Tandjung dari segi hukum pidana dan mencoba untuk melakukan penelaahan terhadap sejumlah persoalan hukum yang muncul dalam kaitannya dengan hukum acara pidana di Indonesia. Untuk menganalisis data yang diperoleh, dipergunakan pendekatan kualitatif. Dengan demikian hasil penelitian ini berbentuk Evaluatif-Preskriptif-Analitis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library