Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endang Susalit
"ABSTRAK
Penderita gagal ginjal kronik progresif yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan konservatif akan mengalami gagal ginjal tahap akhir. Untuk kelangsungan hidupnya, penderita gagal ginjal tahap akhir memerlukan terapi pengganti yang bisa berupa hemodialisis, dialisis peritoneal atau transplantasi ginjal (1,2).
Penanggulangan gagal ginjal di Indonesia belum mencapai hasil yang diinginkan, walaupun sudah dilakukan sejak tahun 1960-an, karena sarana yang ada sekarang masih terbatas (3). Transplantasi ginjal yang berhasil sebenarnya merupakan cara penanggulangan gagal ginjal tahap akhir yang ideal karena dapat mengatasi seluruh jenis penurunan fungsi ginjal (3). Selain itu, transplantasi organ tubuh merupakan prosedur klinik yang sudah diterima di seluruh dunia (4).
Cyclosporine-A (siklosporin) merupakan obat imunosupresif pilihan pada transplantasi organ karena sudah berhasil meningkatkan angka ketahanan hidup (survival) organ tanpa menimbulkan supresi sumsum tulang (5). Meskipun pada transplantasi ginjal siklosporin telah dapat meningkatkan angka ketahanan hidup ginjal dan penderita secara dramatis (6), obat ini mempunyai beberapa efek camping, antara lain yang terpenting adalah efek nefrotoksisitas (7).
Efek nefrotoksisitas siklosporin dalam klinik dapat terjadi secara akut dan kronik. Mekanisme yang paling sering dikemukakan pada tipe akut adalah penurunan aliran darah ginjal akibat vasokonstriksi arterial aferen glomerulus. Sedangkan pada tipe kronik disebabkan oleh iskemia kumulatif, akibat vasokonstriksi arteriol aferen glomerulus pada fase akut dan lesi iskemik vaskuler yang berupa arteriolopati, akibat pengaktifan trombosit lokal (8). Efek nefrotoksisitas akibat penggunaan siklosporin jangka panjang yang berupa arteriolopati sukar dihambat, sedangkan efek vasokonstriksi akut siklosporin masih mungkin dikurangi, misalnya dengan penambahan obat seperti antagonis kalsium yang bisa menghambat efek vasokonsriksi lersebut.
Antagonis kalsium dikenal sejak tiga dekade yang lalu, namun baru pada dekade terakhir golongan obat ini diselidiki secara lebih mendalam tentang manfaatnya terhadap fungsi ginjal (9). Antagonis kalsium [ermasuk dalam golongan obat antihipertensi yang pemakaiannya semakin banyak di Indonesia (10).
Beberapa penelitian sudah dilakukan dengan mencoba memberikan antagonis kalsium bersama siklosporin, baik pada hewan percobaan maupun dalam penelitian klinik (11-13). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa antagonis kalsium verapamil dan diltiazem agaknya bermanfaat mengurangi nefrotoksisitas yang disebabkan oleh siklosporin, walaupun faktor yang berperan belum diketahui secara pasti. Antagonis kalsium verapamil dan diltiazem dilaporkan dapat meninggikan kadar siklosporin dalam darah resipien, yang disebabkan oleh metabolisme kompetitif pada sistem enzim sitokrom P-450 dalam hepar (14). Antagonis kalsium golongan dihidropiridin, kecuali nikardipin (15), dilaporkan tidak mengganggu metabolisme siklosporin, karena golongan that ini tidak terlalu terkonsentrasi dalam hepar (16).
Amlodipin yang termasuk dalam golongan dihidropiridin generasi terbaru, mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Kelebihan tersebut di antaranya adalah mempunyai rasio selektivitas vaskuler yang sangat tinggi dan dosis hanya sekali sehari, serta tidak menimbulkan efek inotropik negatif, aritmia dan tahikardia. Selain itu, efek samping seperti sakit kepala, pusing dan edema lebih ringan, dan lebih jarang terjadi (17). Amlodipin dengan dosis 5-10 mg sekali sehari sudah dibuktikan dapat menaikkan laju filtrasi glomerulus 13% dan aliran plasma ginjal efektif 19%, serta menurunkan resistensi vaskuler ginjal 25% pada penderita hipertensi esensial (18). Seperti diketahui laju filtrasi glomerulus dan aliran plasma ginjal efektif menggambarkan fungsi glomerulus dan tubulus, dan secara keseluruhan kedua fungsi tersebut juga menggambarkan fungsi ginjal.
Siklosporin menyebabkan gangguan perfusi ginjal kemungkinan besar dengan Cara peningkatan tonus arteriol aferen glomerulus, karena obat ini sendiri bersifat vasokonstriktor (19). Siklosporin juga bisa menimbulkan efek vasokonstriksi tersebut secara tidak langsung, misalnya melalui stimulasi sistem renin-angiotensin (11) dan atau stimulasi sistem saraf simpatis (20), melalui stimulasi produksi hormon vasokonstriktor endotelin (21) atau akibat perubahan keseimbangan produksi prostaglandin lokal antara yang bekerja sebagai vasokonstriktor dan vasodilator (22). Efek nefrotoksik akut siklosporin yang khas adalah penurunan aliran plasma ginjal efektif dan laju filtrasi glomerulus sekitar 40 %, dan ini berarti bahwa fungsi ginjal transplan menjadi sekitar 60 % dari nilai semula (7). Penurunan kedua parameter ini umumnya sebanding sehingga fraksi filtrasi biasanya tidak banyak berubah (23).
Penelitian yang dilakukan pada hewan percobaan menunjukkan bahwa antagonis kalsium meningkatkan aliran plasma ginjal efektif dan laju filtrasi glomerulus dengan cara pengurangan efek vasokonstriksi berbagai vasokonstriktor seperti angiotensin ll, norefinefrin, tromboksan, dan endotelin pada arterial aferen tanpa mempengaruhi tonus arteriol eferen (16).
Pada resipien transplantasi ginjal yang mendapat siklosporin, penambahan antagonis kalsium amlodipin diharapkan akan dapat mengurangi efek vasokonstriksi arteriol aferen oleh siklosporin tersebut. Sampai saat ini belum ada data mengenai manfaat antagonis kalsium amlodipin terhadap penghambatan penurunan fungsi ginjal pada resipien transplantasi ginjal yang mendapat siklosporin. Selain itu, pengetahuan tentang mekanisme yang mendasari manfaat tersebut sangat menarik untuk diselidiki. Andaikan memang benar bermanfaat, namun masih belum diketahui pula apakah penghambatan penurunan fungsi ginjal oleh amlodipin tersebut melalui penurunan sintesis berbagai vasokonstriktor ataukah melalui cara lain."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
D374
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harnavi Harun
"Transplantasi ginjal dapat memperbaiki fungsi jantung Penelitianeksperimental pada binatang membuktikan bahwa peningkatan kadar hormoneritropoetin memperbaiki fungsi jantung namun secara klinis masih menjadi bahanperdebatan Tujuan: Untuk menilai hubungan peningkatan kadar eritropoetin dengan perbaikanfungsi jantung pada pasien gagal ginjal yang menjalani transplantasi Metoda: Penelitian Kohor prospektif pada pasien gagal ginjal yang menjalanitransplantasi di RSCM Jumlah subyek 21 orang yang dikumpulkan dalam kurunwaktu Maret September 2013 Pengambilan data ekokardiografi dan kadareritropoetin dilakukan sebelum dan 3 bulan sesudah transplantasi ginjal Analisisstatistik dengan uji korelasi Pearson atau Spearman Hasil: Penelitian ini menunjukkan peningkatan bermakna kadar eritropoetin 7 58 2 56 mlU ml menjadi 18 1 6 4 mlU ml Terdapat hubungan peningkatan kadareritropoetin dengan LVEDD r 0 56 p0 05 Kesimpulan: Terdapat hubungan peningkatan kadar eritropoetin dengan perbaikanLVH LVEDD pada pasien gagal ginjal yang menjalani transplantasi Tidak ada hubungan peningkatan kadar eritropoetin dengan perbaikan LVEF
Kidney transplantation improved cardiac function Based on animaltrials elevated levels of erythropoietin hormone can improved cardiac function butin clinically still debate Aim: To determine association between elevated levels of erythropoietin andimprovement cardiac function on renal failure who underwent transplantation Methods: Prospective cohort study on renal failure who underwent kidneytransplantation at Cipto Mangunkusumo Hospital The study include 21 subjects whocollected it from Marct to September 2013 Data of echocardiography anderythropoietin level were collected at time prior to kidney transplantation and repeat 3months there after The association between elevated levels of erythropoietin andcardiac function was analyzed using Pearson correlation and Spearman test Results: The study showed a significantly elevated levels of erythropoietin from7 58 2 56 to 18 1 6 4 mlU ml There was statistically significant association between elevated levels of erythropoietin and LVEDD r 0 56 p Conclusions: There was association elevated levels of erythropoietin and improvement of LVH, LVEDD on renal failure who underwent transplantation, however, there was no association of elevated levels of erythropoietin level and improvement of LVEF."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hazia Hanifa Bilqis
"ABSTRACK
Transplantasi ginjal dapat mengalami komplikasi delayed graft function yang merupakan salah satu bentuk gangguan ginjal akut. Terdapat banyak faktor yang dapat memengaruhi delayed graft function, yakni faktor intraoperatif dan ekstraoperatif. Studi ini meneliti faktor-faktor yang dapat menyebabkan delayed graft function pada faktor ekstraoperatif khususnya dari segi donor dan resipien. Tujuan: Mengetahui hubungan antara faktor donor (usia, hubungan kekerabatan dengan resipien) dan faktor resipien (usia, penyebab gagal ginjal) dengan kejadian delayed graft function pada resipien. Metode: penelitian ini menggunakan metode studi potong lintang dan melibatkan 483 sampel yang merupakan pasien transplantasi ginjal di RSCM periode November 2011-September 2018. Hasil: chi square dan fisher menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia donor (p=0,023), usia resipien (p=0,006), dan hubungan kekerabatan donor dan resipien (p=0,008) dengan delayed graft function. Tidak terdapat hubungan antara penyebab gagal ginjal diabetes mellitus, hipertensi, infeksi, penyakit autoimun, dan penyebab lain gagal ginjal. Diskusi: Dari analisis multivariat didapatkan adanya hubungan bermakna antara hubungan kekerabatan donor dan resipien dengan delayed graft function (p= 0,011. Disimpulkan bahwa hubungan kekerabatan donor dan resipien merupakan faktor yang paling berhubungan dengan terjadinya delayed graft function pada resipien transplantasi ginjal RSCM dibandingkan dengan faktor usia donor, usia resipien, dan penyebab gagal ginjal resipien.
ABSTRACT
Background: Kidney transplant patients may have complications, such as delayed graft function which is one of acute kidney injury. There are a lot of factors that can affect delayed graft function, such as intraoperative and extraoperative factors. In this study we discussed more about extraoperative factors, specifically from donor and recipient factors. Objective: To determine the association between donor factors (age, relation with recipien)t, recipient factors (age, cause of kidney failure) and delayed graft function in transplant recipient. Methods: Cross-sectional study design was used in this study  by collecting 483 patient data of medical record from data recapitulation of renal transplant by Departement of Urology, Cipto Mangunkusumo National Hospital, from November 2011-September 2018. Results: Bivariat analysis with chi square and fisher test result showed that there was a significant association between donor age (p=0,023), recipient age (p=0,006) and donor and recipient relation status (p=0,008) with delayed graft function. There were no significant association between recipient age, and causes of kidney failure. Discussion: From the multivariate analysis it was found that there was a significant association between donor and recipient relation status (p=0,011) with delayed graft function.From these result we concluded that donor and relation status are the most  associated factor with delayed graft function in recipients."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifa Ahdan Badrani
"ABSTRACT
Pada pasien penyakit ginjal tahap akhir, transplantasi ginjal merupakan pilihan terbaik bagi pasien; akan tetapi, delayed graft function dapat menjadi komplikasi bagi pasien yang dapat berkembang menjadi rejeksi (penolakan) terhadap organ donor, sehingga menggagalkan transplantasi. Tujuan: Mengetahui hubungan antara faktor intraoperatif (warm ischemia time 1, cold ischemia time, warm ischemia time 2, waktu urin keluar, dan kompleksitas pembuluh darah) dan kejadian delayed graft function pada resipien. Metode: Peneliti melakukan studi potong-lintang dengan mengambil 611 data rekam medis pasien dari data rekapitulasi transplantasi ginjal di Departemen Urologi, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dari rentang waktu November 2011-September 2018. Peneliti kemudian melakukan analisis bivariat dan multivariat untuk menentukan signifikansi hubungan variabel. Hasil: Dari lima variabel yang diteliti, tidak terdapat satu pun variabel yang memiliki hubungan signifikan (p = 0,996; p = 0,125; p = 0,677; p = 0,332; p = 0,748; secara berurutan) dengan kejadian delayed graft function, dari total 545 pasien yang diteliti. Diskusi: Hubungan variabel yang tidak signifikan dapat dijelaskan oleh jenis donor pada penelitian ini yang sepenuhnya donor hidup, sehingga meminimalkan dampak buruk dari stress iskemik dan reperfusion injury yang disebabkan oleh faktor intraoperatif.

ABSTRACT
For patients with end-stage renal disease, transplantation is the best option for renal replacement therapy; however, Delayed Graft Function can complicates the transplantation, and even progresses into organ rejection, resulting in a failed transplantation. Objective: The purpose of this study was to determine the association between intraoperative factors (warm ischemia time 1, cold ischemia time, warm ischemia time 2, time of first urine output, and blood vessels complexity) and delayed graft function in transplant recipient. Methods: Researcher used cross-sectional study design by collecting 611 patient data of medical record from data recapitulation of renal transplant by Departemen of Urology, Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital, from November 2011-September 2018. Selected patient data were then analyzed using bivariate and multivariate analysis. Results: From five variables in this study, none of them have significant association (p = 0,996; p = 0,125; p = 0,677; p = 0,332; p = 748; respectively) with delayed graft function, from a total of 545 patients. Discussion: The insignificant association of variables may be explained by the type of donor in this study, that is compromised entirely of living donor, which reduce the negative impact of ischemic stress and reperfusion injury caused by the intraoperative factors."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandraker, Anil, editor
"Though kidney transplantation is considered a routine procedure, there are still significant challenges in post-transplant management. Core Concepts in Renal Transplantation is a clinically focused authoritative guide to the management of kidney transplantation. This comprehensive, state-of-the-art reference summarizes the recent changes in the field of transplantation, offering the complete range of up-to-date information on all the various aspects of basic immunobiology and the medical care of the transplant recipient. "
New York: Springer, 2012
e20425883
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Peri Eriad Yunir
"ABSTRAK
Laparoscopic Living Donor Nephrectomy LLDN menjadi prosedur standar donor ginjal hidup di beberapa negara, termasuk Indonesia, khususnya di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Pada LLDN digunakan drain sebagai alat monitoring pasca operasi. Penelitian Randomized Controlled Trial ini dilaksanakan pada 40 pasien donor ginjal di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta yang dibagi ke dalam dua grup; grup tanpa drain dan yang menggunakan drain grup kontrol , untuk membandingkan lama rawatan, skala nyeri, kondisi luka operasi, dan keluhan saluran cerna pasca operasi pada kedua grup. Tidak didapatkan perbedaan pada semua parameter antara LLDN menggunakan drain dan tanpa menggunakan drain.

ABSTRACT
Laparoscopic Living Donor Nephrectomy LLDN has become the standard procedure for living kidney donor in several countries, including Indonesia, especially in Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta. Drainage tube in LLDN is intended as a tool of postoperative monitoring. This randomized controlled trial was performed in 40 LLDN patients in Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, divided into two groups without drainage tube and using drainage tube control group , in order to compare postoperative length of stay, pain scale, surgical wound condition and gastrointestinal tract complaints. There were no differences found in all evaluated parameters within the two groups."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Maruhum Bonar H.
"ABSTRACT
BACKGROUND:kidney transplantation has been developing rapidly in Indonesia in recent years, yet data on transplants' characteristics and survival is still unavailable. In Indonesia, only living donors are permitted. Living donor are advantageous, but challenging to recruit. This study aimed to establish the graft and patient survival rates and to describe the characteristics of recipient and donor as well as the process of donor recruitment and evaluation of kidney transplantation in Indonesia.METHODS:the study was a retrospective cohort on all donors and kidney transplant recipients at Cipto Mangunkusumo General Hospital (CMGH) from January 2011 to May 2017. Only recipients from January 2011 to May 2014 were included to establish the 1-year and 3-year graft and patient survival; which were described using Kaplan-Meier method. RESULTS:data from 492 kidney transplant procedures were obtained (donor median age, 30 (17 - 66) years; 25.1% were family-related. Recipients mean age, 47 (SD 13.18 years). Data from total of 138 kidney transplant recipients were further analyzed. The 1-year death- censored graft survival, all-cause graft survival and patient survival were 92 %, 82.6 % and 87%. The 3-year death-censored graft survival, all-cause graft survival and patient survival were 90.6%, 76.1% and 79.7%. Kaplan-Meier's curve showed the highest mortality rates occured in the early months.CONCLUSION:the 1-year graft and patient survival rate were 92% and 87%. The 3-year graft and patient survival rate were 90.6% and 79.7%. Only small percentage of donor were family-related. Living donor recruitment and evaluation are still a big challenge in Indonesia"
Jakarta: Interna Publishing, 2018
610 IJIM 50:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dories Septiana
"Latar Belakang. Transplantasi ginjal masih menjadi pilihan terbaik sebagai terapi pengganti ginjal terutama pada pasien penyakit ginjal stadium akhir, yang dapat meningkatkan kualitas hidup terkait kesehatan dari berbagai aspek terutama aspek kesehatan fisik dan fungsi psikososial dan dapat menurunkan efek penyakit serta dapat mengurangi risiko kematian bila dibandingkan dengan terapi konservatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kualitas hidup resipien setelah menjalani transplantasi ginjal beserta faktor-faktor yang berhubungan.
Metode. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Subyek penelitian adalah pasien penyakit ginjal kronik yang telah menjalani transplantasi ginjal di RS dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari 2018-Desember 2020. Penilaian kualitas hidup dilakukan dengan menggunakan kuesioner SF-36. Dilakukan analisis univariat, bivariat, dan multivariat pada variabel independen baik terhadap 8 domain dari SF-36, komponen MCS dan PCS, serta skor total keseluruhan dari SF-36.
Hasil. Durasi dialisis, kadar hemoglobin, ECOG dan depresi berkontribusi terhadap komponen PCS kualitas hidup (R2= 21,4%), sedangkan kadar hemoglobin dan depresi berkontribusi terhadap komponen MCS (R2= 33,6). Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup secara keseluruhan adalah kadar hemoglobin, ECOG dan depresi (R2=40,7%).
Kesimpulan. Kualitas hidup resipien pasca transplantasi ginjal secara keseluruhan pada penelitian ini tinggi, dengan kualitas hidup pada komponen fisik lebih tinggi bila dibandingkan dengan komponen mental. Adapun faktor-faktor yang berkontribusi dan bermakna secara statistik terhadap keseluruhan kualitas hidup adalah kadar hemoglobin, status ECOG, dan depresi. Namun di samping itu, durasi dialisis dan ECOG juga berkontribusi terhadap komponen fisik terhadap kualitas hidup.

Objective. This study aims to determine and identify factors associated with QoL after kidney transplantation.
Methods. This study used a cross-sectional design. We enrolled 107 consecutive subjects who had kidney transplantation at the Kidney transplantation center at Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital. from January 2018-December 2020. QoL was performed by the SF-36 questionnaire. Univariate, bivariate, and multivariate analyzes were performed on the independent variables and dependent variable (SF-36). Each analyzes of independent variables divided into 8 domains, the MCS and PCS components, and the overall total score of the SF-36.
Result. Duration of dialysis, hemoglobin levels, ECOG and depression were contributed to the PCS component of quality of life (R2= 21.4%) while hemoglobin levels and depression contributed to the MCS component (R2= 33.6). And factors related to total score of SF-36 were hemoglobin levels, ECOG status, and depression (R2=40.7%).
Conclusion. We found that overall QoL status after kidney transplantation in this study was high, with the PCS component being higher than MCS component. Factors that contributed and were statistically significant to Qol status were hemoglobin levels, ECOG status, and depression. Besides, the duration of dialysis and ECOG status also contributed to the physical component of SF-36.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Amaliandini
"ABSTRAK
Setelah melakukan transplantasi ginjal, pasien diduga akan rentan mengalami stres. Berbagai usaha dapat dilakukan untuk menurunkan pengaruh stres terhadap kualitas hidup salah satunya dengan memiliki self-efficacy yang tinggi. Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana pengaruh self-efficacy dalam memoderasi pengaruh stres terhadap kualitas hidup pada pasien transplantasi ginjal. Terdapat 4 alat ukur yang digunakan, meliputi Quality of Life Scale Flanagan, 1970 , Perceived Stress Scale Cohen, 1983 , Transplant-Related Stressor Scale Frazier, 1995 , dan The Kidney Transplantation Self-Care Self- Efficacy Scale Weng, 2008 . Dari 55 partisipan ditemukan bahwa stres umum maupun spesifik secara signifikan menurunkan kualitas hidup t 53 =- 3,631,p

ABSTRACT
After a kidney transplantation, patients are prone to stress. Various ways can be done to reduce the influence of stress on quality of life, one of which by having a high level of self efficacy. This study examined the effect of stress on quality of life with self efficacy as the moderator among kidney transplant patient. This study used 4 measures, which were Quality of Life Scale Flanagan, 1970 , Perceived Stress Scale Cohen, 1983 , Transplant Related Stressor Scale Frazier, 1995 , and The Kidney Transplantation Self Care Self Efficacy Scale Weng, 2008 . This study found that general stress and specific stress can decrease quality of life significantly t 53 3,631,p"
2017
S67190
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New York: Wiley, 1979
616.16 PAT
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library