Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nandita Melati Putri
Abstrak :
ABSTRACT Latar belakang. Kadar laktat dalam plasma darah merupakan indicator adanya hipoksia seluler. Sementara pada pasien luka bakar proses inflamasi tidak hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena luka bakar tetapi mengubah respon sistemik tubuh. Pasien dengan luka bakar derajat sedang akan memiliki kadar laktat yang melebihi kadar noermal, pengukuran kadar laktat yang berulang akan embantu dalam menilai respon terhadap terapi yang diberikan. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur kadar lakat di masa awal cedera dan hubungannya dengan komplikasi sepsis dan angka mortaitas. Metodologi. Studi dilakukan secara retrospektif di Unit Luka Bakar Ciptomangunkusumo. Pasien dengan luka bakar derajat sedang akibat api atau air panas yang datang dalam rentang waktu 24 jam pertama dari bulan jauari 2012 hingga januari 2013 dimasukkan dalam studi ini. Kriteria inklusi adalah pasien dilakukan pemeriksaan lakatat saat 24 jam pertama dan setidaknya 2 kali selama rawat inap. Nilai laktat normal didefinisikan sebagai 1 ± 0.5 mmol/l. Hasil. Dalam 12 bulan studi ini terdapat 20 pasien yang masuk dalam kriteria inklusi. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 16 :4. Usia rata-rata pasien adalah 30.55 tahun. Rerata luas luka bakar adalah 25.38 persen. Dalam 24 jam pertama kadar laktat meningkat dalam 75% pasien, dan pasien-pasien tersebut memiliki angka morbiditas sepsis yang lebih tinggi. Kesimpulan. Lactate value is a good predictor outcome for sepsis and mortality in burn patients.
ABSTRACT Background: Lactate is a marker for cellular hypoxia. In burn patients the inflammation process not only affect the local wound but also affects the systemic response.,thus the increased value of lactate. Patients with moderate burn can have a higher level of lactate than normal value. Serial lactate measures can also help assess response to therapy that has been given. This study was made to assess whether the early plasma lactate (PL) level is a useful biomarker to predict septic complications and outcome in burn patients, Material and methods. The study is done retrospectively in a burn center in ciptomangunkusumo hospital. Moderate burn patients due to thermal injury admitted within 24 hours post burn injury, from january 2012 to january 2013, were included. The inclusion criteria is the plasma lactate was measured early in the first 24 hours and controlled more than twice during the patients stay in the hospital. The normal lactate value was defined as 1 ± 0.5 mmol/l. Results. During the 12?month period of study, 20 patients were enrolled. Seixteen of them were male and four were female. The mean age was 30.55 years old. The average burn surface area was 25.38 percent. During the first 24 hour in burn patients the plasma lactate value more than normal was 75 percent. In those patients the results of sepsis and mortality rate is higher. Conclusion. Lactate value is a good predictor outcome for sepsis and mortality in burn patients.
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faathimah Mahmudi Isma`il
Abstrak :
Hipoksia merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau ketidakmampuan dalam menggunakan oksigen. Keadaan ini telah dikaitkan dengan patologi dari penyebab utama kematian, termasuk penyakit kardiovaskuler. Agar tetap dapat menghasilkan ATP meskipun oksigen terbatas, sel memiliki kemampuan untuk mengubah glikolisis aerob menjadi glikolisis anaerob. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati aktivitas spesifik enzim laktat dehidrogenase (LDH) pada jaringan jantung tikus yang diinduksi hipoksia sistemik. Penelitian ini merupakan studi eksperimental pada 25 ekor tikus Sprague-Dawley yang secara acak dibagi kedalam satu kelompok tikus normoksia sebagai kontrol dan empat kelompok tikus yang diinduksi hipoksia (10% O2 dan 90% N2) selama 1 hari, 3 hari, 7 hari, dan 14 hari, sehingga tiap kelompok terdiri lima ekor tikus. Pengukuran aktivitas spesifik LDH menggunakan kit LDH QuantiChromTM (DLDH-100). Aktivitas spesifik LDH jantung tikus hipoksia cenderung menurun selama perlakuan hipoksia dibandingkan dengan tikus normoksia. Analisis dengan Kruskal Wallis menunjukkan aktivitas spesifik LDH pada jaringan jantung tidak berbeda bermakna antara tikus normoksia dengan tikus hipoksia (p = 0,391). Disimpulkan bahwa tidak ditemukan perbedaan aktivitas LDH antara jantung tikus normoksia dan tikus yang diinduksi hipoksia sistemik.
Hypoxia is a state of oxygen deficiency in tissues or inability to use oxygen. This condition has been associated with the pathology of the leading causes of death, including cardiovascular disease. In order to maintain the ability to produce ATP although oxygen is limited, the cell has an ability to change from aerobic to anaerobic glycolysis. This research aims to evaluate the lactate dehydrogenase (LDH) spesific activity during systemic hypoxia in the heart. This research is an experimental study on 25 Sprague-Dawley rats that randomly divided into one group of normoxic rats as control and four groups of hypoxia induced rats (10% O2 and 90% N2) for 1 day, 3 day, 7 day, and 14 day, so that each group consisted of 5 rats. Measurement of LDH specific activity was done using LDH QuantiChromTM (DLDH-100) kit. Cardiac LDH specific activity of hypoxia induced rat tend to decrease during hypoxia compared with normoxic rat. Analysis with Kruskal-Wallis shows that there is no significant difference of cardiac LDH specific activity between groups (p = 0.391). So, it can be concluded that there is no difference of cardiac LDH activity between normoxic and systemic hypoxia induced rats.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khoiriyyah Amalia Az-Zahra
Abstrak :
Latar belakang: Kondisi hipoksia hipobarik intermiten sering digunakan pada pelatihan, sehingga menyebabkan tubuh kekurangan oksigen pada saat tertentu atau disebut sebagai kondisi hipoksia. Hal ini dapat memengaruhi jaringan otot karena otot merupakan salah satu organ yang bergantung pada ketersediaan oksigen untuk menghasilkan ATP. Tubuh akan melakukan berbagai mekanisme kompensasi untuk mempertahankan keadaan homeostasis melalui pengaturan HIF-1α. HIF-1α akan meregulasi banyak ekspresi gen, salah satunya adalah enzim glikolitik yang mengatur metabolisme jaringan. Laktat dehidrogenase merupakan salah satu enzim glikolitik yang diatur oleh HIF-1α dan banyak ditemukan di otot sehingga diduga aktivitas enzim laktat dehidrogenase meningkat dalam kondisi hipoksia. Tujuan: Menganalisis aktivitas enzim laktat dehidrogenase pada otot tikus yang diinduksi hipoksia hipobarik intermiten Metode: Menggunakan uji eksperimental pada 5 kelompok tikus Wistar, yaitu normoksia, hipoksia 1 kali, hipoksia 2 kali, hipoksia 3 kali, dan hipoksia 4 kali. Hipoksia dilakukan selama 5 menit dalam hypobaric chamber dengan interval 7 hari. Biomarker hipoksia yang diukur adalah aktivitas enzim laktat dehidrogenase menggunakan LDH activity assay kit Elabscience. Hasil: Aktivitas spesifik enzim LDH dalam keadaan normoksia (1167,625±120,769 U/gprot), hipoksia 1 kali (1364,17±176,538 U/gprot), hipoksia 2 kali (911,218±130,305 U/gprot), hipoksia 3 kali (1069,153±121,685 U/gprot), dan hipoksia 4 kali (1085,814±52,314 U/gprot). Hasil ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan antar kelompok (p>0,05). Simpulan: Tidak ditemukan adanya perbedaan aktivitas enzim laktat dehidrogenase antara kondisi normoksia dan hipoksia hipobarik intermiten ......Background: Condition of intermittent hypobaric hypoxia is often used in training, this condition can cause lack of oxygen at certain times or is known as a hypoxic condition. This can affect the muscle, because muscle is one of the organs that needs oxygen to produce ATP. The body will perform various compensatory mechanisms to maintain the homeostatic state through HIF-1α regulation. HIF-1α will regulate many gene expression, one of which is a glycolytic enzyme that regulates tissue metabolism. Lactate dehydrogenase is one of the glycolytic enzymes that is regulated by HIF-1α and is found in many muscles so that it is suspected that the lactate dehydrogenase enzyme activity increases in hypoxic conditions. Aim: to analyzed the activity of the enzyme lactate dehydrogenase in rat muscle induced by intermittent hypobaric hypoxia Methods: Using experimental tests on 5 groups of Wistar rats, divided to normoxic group, one-time hypoxia group, two-times hypoxia group, three-times hypoxia group, and four-times hypoxia group. Hypoxia was performed for 5 minutes in a hypobaric chamber with 7 days interval. Hypoxic biomarker measured was the activity of the lactate dehydrogenase enzyme using the LDH activity assay kit Elabscience. Results: Specific activity of the LDH enzyme in normoxic group (1167,625±120,769 U / gprot), one-time hypoxia group (1364,17±176,538 U / gprot), two-time hypoxia group(911,218±130,305 U / gprot), three-times hypoxia group (1069,153±121,685 U / gprot), and four-time hypoxia groyp (1085,814±52,314 U / gprot). These results indicate that there is no significant difference between groups (p> 0.05). Conclusion: There was no difference in the activity of the enzyme lactate dehydrogenase between normoxia and intermittent hypobaric hypoxia
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rineke Twistixa Arandita
Abstrak :
Hipoksia merupakan keadaan dimana kadar oksigen berada dibawah kadar 20-21%. Otak merupakan salah satu organ yang rentan mengalami kematian sel akibat hipoksia disebabkan oleh kebutuhan energi yang lebih banyak untuk melakukan fungsinya. Aktivitas Enzim Laktat Dehidrogenase (LDH) memiliki peran dalam keadaan hipoksia untuk menghasilkan energi melalui reaksi glikolisis anaerob. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati dan mempelajari adaptasi jaringan otak dengan melihat aktivitas enzim LDH di jaringan otak tikus normoksia dibandingkan dengan hipoksia. Penelitian ini merupakan studi eksperimental yang dilaksanakan sejak Maret 2011. Dilakukan pengkondisian hipoksia dalam hypoxic chamber (oksigen 10% dan nitrogen 90%) selama 1 hari, 3 hari, 7 hari, dan 14 hari kepada 20 tikus galur Sprague Dawley, sedangkan 5 ekor tikus akan berperan sebagai kontrol. Pasca perlakuan, otak tikus diambil melalui proses bedah dengan melakukan eutanasia dengan eter terlebih dahulu, otak ditimbang hingga batas 100 mg, dan diubah menjadi supernatan yang akan diperiksa absorbansinya dengan menggunakan elektrofotometer untuk menentukan aktivitas enzim LDH. Hasil menunujukkan peningkatan aktivitas pada 1 dan 3 hari hipoksia, dan menurun pada 7 dan 14 hari hipoksia. Analisis dengan uji nonparametrik Kruskal-Wallis didapatkan nilai p > 0.05 sehingga tidak ada perbedaan bermakna antara aktivitas LDH pada kelompok kontrol dengan kelompok yang diberi perlakuan hipoksia.
Hypoxia is a term to a condition which oxygen level below 20-21%. The brain is an organ which is susceptible to cell death due to hypoxia caused by the need of more energy to perform its function. Lactate Dehydrogenase (LDH)?s activity has role in hypoxic condition to produce energy through anaerob glycolisis. This research aimed to observe and study about the adaptation of brain through LDH's activity in the tissue of normoxic rat brain compared to the hypoxic rat. This is an experimental study which held from March 2011. 20 rats were placed in the hypoxic chamber (10% Oxygen, 90% Nitrogen) for 1, 3, 7, and 14 days; while 5 normoxic rats will be served as control. The brain were taken by a surgery with a process of eutanaschia before it. The brain weighed up to the limit of 100 mg, then converted to supernatant. Absorbance of the supernatant examined by electrophotometer as the activity of the enzymes. There were increased activity in the 1, and 3-day hipoxia, and decreased in 7, and 14-day hipoxia. analyzed by Kruskal-Wallis nonparametric test obtained p > 0.05 which means there is no significant difference between LDH?s activity in the normoxic and hypoxic tissue.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Visabella Rizky Triatmono
Abstrak :
Pendahuluan: Laktat Dehidrogenase (LDH) merupakan sebuah enzim yang terdapat pada glikolisis anaerob yang berfungsi untuk mengubah piruvat menjadi laktat. Dalam hal kehamilan, terdapat kondisi anaerob pada jaringan plasenta dimana glukosa dirubah menjadi laktat. Namun, data mengenai aktivitas spesifik LDH pada jaringan plasenta kehamilan normal serta terkait dengan karakteristik maternal masih kurang memadai. Untuk menambah data, penelitian ini bertujuan untuk mengukur aktivitas spesifik LDH pada plasenta normal. Metode: Jaringan plasenta diperoleh dari wanita dengan kehamilan normal dan cukup bulan. Pengukuran aktivitas spesifik LDH dilakukan dengan menggunakan spectrophotometer. Formula untuk pengukuran beserta reagen diperoleh dari Elabscienceâ Lactate Dehydrogenase (LDH) assay kit. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS versi 20. Hasil: Hasil menunjukkan bahwa nilai median (min – max) dari aktivitas spesifik LDH adalah 0,31 (0,06 – 1,19) U/mgprot. Berdasarkan karakteristik subjek, wanita < 35 tahun menunjukkan aktivitas spesifik LDH yang lebih tinggi dibandingkan wanita ≥ 35 tahun, dengan nilai 0,38 (0,06 – 1,19) U/mgprot dan 0,17 (0,1 – 0,4) U/mgprot, secara berurutan. Berdasarkan usia gestasional, aktivitas spesifik LDH tertinggi terdapat pada early term pregnancy pada 0,46 (0,17 – 1,19) U/mgprot, dengan nilai terendah pada late term pregnancy pada 0,25 (0,16 – 0,46) U/mgprot. Riwayat graviditas menunjukan bahwa wanita primigravida menunjukan aktivitas spesifik LDH yang lebih tinggi dibanding dengan wanita multigravida, dengan nilai 0,35 (0,06 – 1,19) U/mgprot dan 0,30 (0,09 - 0,99) U/mgprot, secara berurutan. Bayi dengan berat <3 kg menunjukan nilai yang lebih tinggi yaitu pada 0,51 (0,06 – 0,99) U/mgprot. Sebaliknya, bayi dengan berat > 3,5 kg menunjukan nilai yang lebih rendah yaitu 0,27 (0,06 – 0,51) U/mgprot. Kesimpulan: Secara singkat, penelitian ini menemukan bahwa nilai median (min – max) dari aktivitas spesifik LDH adalah 0,31 (0,06 – 1,19) U/mgprot. Perolehan nilai aktivitas spesifik LDH yang lebih tinggi ditemukan pada wanita < 35 tahun, early term pregnancy, wanita primigravida, dan bayi dengan berat <3 kg saat lahir. ......Introduction: Lactate Dehydrogenase (LDH) is an enzyme that is usually present under anaerobic glycolysis, which functions to convert pyruvate into lactate. In correlation to pregnancy, there is an anaerobic state on placental tissue in which glucose is metabolized into lactate. However, data regarding specific activity of LDH in placental tissue from normal pregnancy as well as according to maternal characteristic is lacking. To provide more data, this research aims to study the specific activity of LDH on normal placenta. Methods: Placenta tissue were taken from women who undergone normal term pregnancy. Measurement of LDH specific activity was done using spectrophotometer. The formula and reagents were obtained from Elabscienceâ Lactate Dehydrogenase (LDH) assay kit. Statistical analysis was done through IBM SPSS version 20. Results: Result shows that the median (min – max) value of LDH specific activity is 0,31 (0,06 – 1,19) U/mgprot. Based on subject characteristic, women who aged < 35 years old have higher specific activity of LDH compared to ≥ 35 years old mother, the values are 0,38 (0,06 – 1,19) U/mgprot and 0,17 (0,1 – 0,4) U/mgprot, respectively. According to gestational age, highest LDH specific activity is shown on early term pregnancy at 0,46 (0,17 – 1,19) U/mgprot, with the lowest on late term pregnancy at 0,25 (0,16 – 0,46) U/mgprot. History of gravidity result shows, primigravida women shows higher LDH specific activity compared to multigravida, the values are 0,35 (0,06 – 1,19) U/mgprot and 0,30 (0,09 – 0,99) U/mgprot, respectively. Newborn weigh <3 kg has highest value on 0,51 (0,06 – 0,99) U/mgprot. In contrary, those born with > 3,5 kg shows lowest value on 0,27 (0,06 – 0,51) U/mgprot. Conclusion: In summary, our study found that the median (min – max) value of LDH specific activity is 0,31 (0,06 – 1,19) U/mgprot. With higher value of LDH specific activity observed on < 35 years old mother, early term pregnancy, primigravida women, and <3 kg newborn.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Aplikasi gaya ortodonti terhadap aktivitas laktat dehidrogenase dalam saliva. Pergerakan gigi secara ortodonti menghasilkan gaya-gaya mekanik pada jaringan periodontal dan tulang alveolar. Gaya-gaya mekanik ini berhubungan dengan respon awal pada jaringan periodontium and terjadi banyak perubahan-perubahan metabolik. Salah satu perubahan metabolik yang dapat terjadi adalah peningkatan aktivitas enzim laktat dehidrogenase yang dapat dideteksi dalam saliva. Tujuan: Mengetahui korelasi antara pemberian gaya ortodonti dan aktivitas laktat dehidrogenase dalam saliva serta jarak pergerakan gigi. Metode: Penelitian ini mengunakan 140 sampel saliva dari 20 subjek, yaitu saliva yang diambil sebelum pencabutan gigi premolar, sebelum penarikan gigi kaninus rahang atas, 1, 7, 14, 21, dan 28 hari setelah penarikan gigi kaninus dengan gaya ortodonti interrupted sebesar 100g. Hasil: Analisis ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara aktivitas laktat dehidrogenase dengan durasi pemberian gaya (F=11,926; p=0,000). Perbedaan bermakna juga ditunjukkan pada waktu sebelum dilakukan penarikan gigi kaninus dengan kelompok waktu 14 dan 28 hari. Terdapat kemaknaan antara regio penarikan berpengaruh terhadap jarak pergerakan (F=7,377; p=0,007), dan terdapat pengaruh antara durasi pemberian gaya terhadap jarak pergerakan gigi (F=66,554; p=0,000). Perbedaan bermakna diperlihatkan antara kelompok sebelum penarikan gigi kaninus terhadap kelompok 1, 7, 14, 21, dan 28 hari setelah penarikan gigi kaninus. Simpulan: Aplikasi gaya ortodonti pada gigi kaninus dapat meningkatkan jarak pergerakan gigi dan aktivitas laktat dehidrogenase dalam saliva.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti, 2012
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Yuniar
Abstrak :
Renjatan merupakan kegawat-daruratan tersering pada anak. Laktat sering digunakan sebagai target keberhasilan resusitasi pada renjatan sepsis, namun sepertiga kasus renjatan pada anak tidak mengalami peningkatan kadar laktat alaktatemia . Penilaian laktat sebagai target keberhasilan resusitasi masih menjadi perdebatan. Penelitian sebelumnya menyimpulkan nilai bersihan laktat berkaitan dengan luaran pasien renjatan sepsis. Laktat dehidrogenase LDH -1, LDH-5 dan delivery oxygen DO2 berperan dalam metabolisme laktat dan menyebabkan kondisi alaktatemia dan hiperlaktatemia pada pasien renjatan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mencari etiologi alaktatemia pada renjatan anak melalui pemeriksaan isoenzim LDH-1, LDH-5 dan DO2 selama proses resusitasi 6 jam. Penelitian ini adalah penelitian potong lintang pada 56 renjatan sepsis dan 44 hipovolemik berusia 1 bulan sampai 18 tahun di 4 rumah sakit umum. Pemeriksaan tekanan darah mean arterial pressure/ MAP, indeks jantung cardiac index, CI dan indeks tahanan vaskular sistemik systemic vascular resistance index, SVRI , DO2 dan pengambilan darah untuk pemeriksaan LDH-1 dan 5 dilakukan sebelum dan setelah resusitasi. Pada penelitian ini didapatkan usia terbanyak berada dalam rentang 1 ndash;59 bulan 56, dengan pasien yang datang dengan kondisi berat skor pediatric logistic organ dysfunction/PELOD-2 ge; 10 31, median kadar laktat jam ke-0 adalah 2,5 mmol/L. Angka kematian 20 . Proporsi hiperlaktatemia lebih tinggi secara bermakna p = 0,028 pada pasien renjatan dengan skor PELOD-2 ge; 10 71,9 . Tidak ada perbedaan bermakna isoenzim LDH-1, LDH-5 dan DO2 antara kelompok alaktatemia dan hiperlaktatemia. Tidak ada perbedaan bermakna MAP, CI, SVRI antar kelompok alaktatemia dan hiperlaktatemia. Tidak ada perbedaan bermakna luaran pasien berdasarkan nilai bersihan laktat. Simpulan: Pasien yang mengalami alaktatemia tidak terbukti aktivitas LDH-1 meningkat sedangkan pada hiperlaktatemia aktivitas LDH-5 meningkat. Kadar DO2 lebih tinggi pada kelompok alaktatemia dan lebih rendah pada hiperlaktatemia.
Shock is the most common emergency condition in pediatric patients. Lactate levels have been used widely as resuscitation target in septic condition. Meanwhile, one third cases did not showed elevated lactate levels alactatemia . Lactate levels as a target for successful resuscitation is still being considered. Previous studies concluded lactate clearance has correlated with the septic shock patients outcome. Lactate dehydrogenase LDH 1, LDH 5 and delivery oxygen DO2 have an important role in lactate metabolism and causing alactatemia and hyperlactatemia in pediatric shock. The objectives of this study were to determine the alactatemia etiology in pediatric shock using isoenzyme LDH 1, LDH 5 and DO2 examination during 6 hours resuscitation. This was a cross sectional study done in 56 patients with septic shock and 44 patients with hypovolemia, within aged 1 month until 18 years old in 4 general hospitals. Mean arterial pressure MAP , cardiac index CI , and systemic vascular resistance index SVRI , DO2, LDH 1 and LDH 5 were done before and after resuscitation. This study found the most common age is in average 1 ndash 59 months 56 , proportion of patients who came with severe condition pediatric logistic organ dysfunction PELOD 2 score ge 10 was 31 , median of lactate levels in 0 hours was 2.5 mmol L. Death rate was 20 . Hyperlactatemia proportion was higher significantly p 0.028 in shock patients with PELOD 2 score ge 10 71.9. There was no differences in MAP, CI, SVRI values between alactatemia and hyperlactatemia groups. There was no differences in outcome based on lactate clearance. Conclusion Patients with alactatemia do not prove that their LDH 1 activity is increased while in hyperlactatemia, the activity of LDH 5 is increased. DO2 levels were higher in the alactatemia group and lower in hyperlactatemia group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Rahayu
Abstrak :
Tujuan: Menganalisis hipoksia kornea pada pemakai lensa kontak lunak melalui pemeriksaan ekspresi HIF-1?, aktivitas enzim LDH dan MDH pada air mata. Selain itu, penelitian ini juga menilai korelasi antara perubahan ekspresi HIF-1?, aktivitas enzim LDH, MDH dan rasio LDH/MDH air mata dengan ketebalan, kepadatan sel endotel dan koefisien variasi sel endotel kornea pada pemakai lensa kontak lunak. Metode: Penelitian ini terdiri dari dua sub penelitian prospektif eksperimental pada pasien myopia sedang. Subyek adalah pasien myopia sedang yang belum pernah menggunakan lensa kontak penelitian I dan pengguna lensa kontak lunak lama yang bersedia melepas lensa kontak lunak penelitian II . Pada kedua penelitian, dilakukan analisis perubahan biomolekuler tersebut dan klinis kornea. Subyek menjalani pemeriksaan refraksi, slit lamp, Non Con Robo, dan pengambilan sampel air mata. Subyek di follow up pada hari 1, 7, 14, 28 penelitian II dan 56 penelitian I . Pemeriksaan laboratorium terhadap HIF-1?, aktivitas enzim LDH dan MDH dilakukan di Laboratorium Biokimia FKUI. Uji statistik perbandingan pengukuran serial dengan uji post hoc dilakukan untuk menilai perubahan penanda biomolekuler dan klinis kornea pada kedua sub penelitian. Hasil: Terdapat 14 subyek 28 mata yang diikutsertakan pada masing-masing penelitian. Pada penelitian I, ketebalan kornea cenderung meningkat pada hari ke-1 dan kemudian menurun kembali. Konsentrasi HIF-1? meningkat pada hari ke-1 walaupun tidak bermakna p=0,193. Konsentrasi MDH cenderung meningkat pada hari ke-1 dan hari ke-28 setelah pemakaian. Rasio LDH/MDH meningkat bermakna pada hari ke-56 p=0,023. Terdapat korelasi positif moderat antara perubahan ketebalan kornea hari ke-56 dan perubahan aktivitas LDH hari ke-56 r = 0,559, p = 0,016. Subjek penelitian II memiliki kadar LDH yang lebih tinggi 0,10 0,05 IU/mg protein vs 0,06 0,04 IU/mg protein, p=0,04. Pada penelitian II, tidak ditemukan adanya perubahan ketebalan kornea sentral setelah pelepasan lensa kontak lunak hingga hari ke-28 p=0,089. Jumlah sel heksagonal menurun signifikan pada hari ke-7 p=0,008 dan hari ke-28 p=0,049. Penurunan bermakna aktivitas enzim MDH terjadi pada hari ke-7 p=0,003, hari ke-14 p=0,026, dan hari ke-28 p=0,03. Ketebalan kornea sentral mata setelah penghentian lensa kontak lunak 28 hari tetap lebih tipis dibandingkan na ve eye p < 0.001. Kesimpulan: Penggunaan lensa kontak jangka panjang menyebabkan terjadinya berkurangnya ketebalan kornea sentral. Penghentian pemakaian lensa kontak lunak pada pengguna lensa kontak lunak lama menurunkan aktivitas LDH dan MDH air mata. Perubahan aktivitas LDH, MDH dan rasio LDH/MDH berkorelasi dengan perubahan klinis kornea.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Corry Agustine Nias
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Diagnosis cepat efusi pleura eksudatif harus mampu mengesampingkan TB sebagai agen penyebab. Cancer ratio, rasio antara serum laktat dehidrogenase (LDH) dan cairan pleura adenosin deaminase (ADA), >20 diprediksi untuk efusi pleura ganas. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati nilai diagnostik dan untuk menetapkan titik potong diagnostik cancer ratio untuk EPG di negara dengan beban TB yang tinggi seperti di Indonesia. Metode: Penelitian prospektif potong lintang ini melibatkan 65 subjek dari pasien dengan efusi pleura eksudatif yang diduga keganasan yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta, Indonesia. Hasil: Cancer ratio> 20 memiliki sensitivitas 61,82%, spesifisitas 80%, nilai duga positif (NDP) 94,44% dan nilai duga negatif (NDN) 27,59%. Nilai titik potong cancer ratio >26 menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 0,43 (IK 95% 0,31-0,55) dan 0,9 (IK 95% 0,82-0,97). Luas AUC 0,76 menunjukkan akurasi yang baik. Rasio kemungkinan positif adalah 4,36 (IK 95% 3,43-5,29) sedangkan rasio kemungkinan negatif pada titik potongini adalah 0,22 (IK 95% 0,13-0,33). Nilai duga positif adalah 0,96 (IK 95% 0,91-1) sedangkan nilai duga negatif pada titik potong ini adalah 0,22 (IK 95% 0,12-0,32). Kesimpulan: Nilai titik potong cancer ratio >26 sangat prediktif untuk keganasan pada pasien dengan efusi pleura eksudatif di negara dengan beban TB tinggi berdasarkan nilai spesifisitas, nilai duga positif dan rasio kemungkinan positif yang tinggi.
ABSTRACT
Background: Rapid diagnostics of exudative pleural effusion should able to rule-out tuberculosis (TB) as the causative agent. Cancer ratio, a ratio between serum lactate dehydrogenase (LDH) and pleural fluid adenosine deaminase (ADA), of >20 were predictive for malignant pleural effusion. This study was aimed to observe the diagnostic values and to set the cut-off diagnostic level of cancer ratio for MPE in a country with a high burden of TB such in Indonesia. Method: This prospective cross-sectional study involved 65 subjects from the patients with exudative pleural effusion suspected of malignancy treated at Persahabatan Hospital Jakarta, Indonesia Result: The cancer ratio at >20 possessed a sensitivity of 61.82%, a specificity of 80%, positive predictive value (PPV) of 94.44%, and negative predictive value (NPV) of 27.59%. The cancer ration set at >26 cut-offs showed sensitivity and specificity of 0.43 (95%CI 0.31-0.55) and 0.9 (95%CI 0.82-0.97), respectively. The area under the curve (AUC) of 0.76 suggested good accuracy. The positive likelihood ratio (PLR) was 4.36 (95%CI 3.43-5.29), while the negative likelihood ratio (NLR) at this cut-off was 0.22 (95 % CI 0.13-0.33). The PPV was 0.96 (95% CI 0.91-1), while the NPV at this cut-off was 0.22 (95% CI 0.12-0.32). Conclusion: The cancer ratio set at >26 cut-offs was highly predictive for malignancy in patients with exudative pleural effusion at high TB burden country based on its high specificity, PLR, and PPV.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library