Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Conversion of agricultural land into non-agricultural uses represents one of major issues of agriculture development because of its significant negative impacts on food production as well as other socio-economic and environmental aspects....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vidyasari Mariana
Abstrak :

Penelitian ini menganalisis pengaruh alih fungsi lahan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat desa di Provinsi Jawa Barat tahun 2011. Variabel alih fungsi lahan yang diteliti adalah persentase alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian dengan variabel kontrol berupa jumlah keluarga pengguna listrik, sumber penghasilan utama, jumlah tenaga kesehatan, pembangunan/perbaikan infrastruktur, tingkat melek huruf, usia, luas lantai, kondisi rumah, dan dinding terluas. Data bersumber dari Potensi Desa Jawa Barat dan Survey Sosial dan Ekonomi Nasional 2011 kemudian dianalisis menggunakan metode regresi model Ordinary Least Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara alih fungsi lahan terhadap salah satu indikator kesejahteraan.

 


This research analyzed the influence of land conversion on the rural welfare in the Province of West Java in 2011. Pencentage of land conversion in 2011 were used as a land conversion variable while number of family electricity users, main source of income, number of health workers, development/improvement of infrastructure, ability to read and write, age, floor area, condition of houses, and type of the widest wall were used as control variables. Data source resulted from Village Potential Census and Social Economics National Survey in 2011 which are analyzed using Ordinary Least Square regression. Result of this study indicated that there is a significant influence between land conversion and one of the welfare indicators.

 

Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Nugraha Abrar
Abstrak :
Sektor kehutanan memiliki karakteristik yang spesifik yaitu, apabila dilakukan eksploitasi terhadap hutan, maka pemulihan fungsinya sangat sulit dan butuh waktu yang relatif lama, Kendala yang terjadi saat ini adalah pemegang IUP tidak bisa melakukan aktifitas usaha pertambangan sebelum mendapat persetujuan pemanfaaatan kawasan hutan dari Kementerian LHK. Persetujuan yang dimaksud dalam bentuk Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Permasalahan dalam tesis ini yaitu 1) Bagaimana pengaturan perizinan pengusahaan pertambangan mineral dan batu bara dalam kawasan hutan berdasarkan UU Pertambangan Minerba dan UU Kehutanan?; 2) Bagaimana pelaksanaan perizinanan pengusahaan pertambangan mineral dan batubara dalam kawasan hutan?. Metode Penelitian yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini karena difokuskan pada penelitian tentang asas-asas dan teori-teori hukum yang dapat dijadikan dasar dalam harmonisasi pengaturan pengusahaan pertambangan yang memanfaatkan kawasan hutan. Data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif adalah data sekunder berupa bahan-bahan hukum. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan 1) Pengaturan perizinan usaha pertambangan minerba yang mengsinkronkan dengan pengaturan pengusahaan sektor lainnya seperti kehutanan, pertanahan dan lingkungan telah mengalami banyak perubahan sejak diundangkannya UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Minerba. Perubahan terus dilakukan terutama untuk menyesuaikan pengaturan pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan usaha pertambangan melalui UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan UU Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; 2) Harmonisasi norma hukum dalam  regulasi  di bidang pertambangan Minerba dan regulasi di bidang Kehutanan diwujudkan melalui instrumen hukum Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sebagai dasar penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan  bagi pemegang IUP ......The forestry sector has specific characteristics, namely, if forest exploitation is carried out, then the restoration of its function is very difficult and takes a relatively long time. The current obstacle is that IUP holders cannot carry out mining business activities before obtaining approval for the use of forest areas from the Ministry of Environment and Forestry. The approval referred to in the form of a Borrow-to-Use Forest Area Permit (IPPKH). The problems in this thesis are 1) How are the licensing arrangements for mineral and coal mining concessions in forest areas based on the Minerba Mining Law and the Forestry Law?; 2) How is the implementation of licensing for mineral and coal mining in forest areas? The normative juridical research method is used in this study because it focuses on research on legal principles and theories that can be used as the basis for harmonization of mining concession arrangements that utilize forest areas. The data used in normative legal research is secondary data in the form of legal materials. From the results of the study, it can be concluded that 1) Mining business licensing arrangements that synchronize with other sector management arrangements such as forestry, land and the environment have undergone many changes since the enactment of Law Number 4 of 2009 concerning Minerba Mining. Changes continue to be made, especially to adjust the regulation on the utilization and use of forest areas for mining business activities through Law Number 3 of 2020 concerning Amendments to Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining; 2) Harmonization of legal norms in regulations in the Minerba mining sector and regulations in the forestry sector is realized through the legal instrument of the Borrow-to-Use Forest Area Permit (IPPKH) as the basis for the use of forest areas for mining activities for IUP holders.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyana
Abstrak :
Sejak Tahun 2015 Pemerintah Indonesia menargetkan kebijakan pemberian akses legal terhadap pengelolaaan hutan negara seluas 12,7 hektar melalui program perhutanan sosial (Hutsos) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan mencegah deforestasi. Tulisan ini menelusuri desa-desa penerima Hutsos dan membandingkannya dengan desa-desa yang memiliki hutan yang tidak menerima Hutsos di tiga pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi di Indonesia. Dengan pendekatan mixed method, penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan apakah dengan memberikan akses legal kepada masyarakat yang dikelola oleh lembaga ekonomi lokal dalam program perhutanan sosial dapat meningkatkan pertumbuhan usaha di desa dan menekan laju deforestasi. Analisis secara empiris mengunakan metode Instrumental variable dan untuk memperdalam faktor-faktor yang mempengaruhi outcome tersebut dilakukan in-depth interview dengan stakeholder. Temuan studi ini menunjukkan bahwa keberadaan Hutsos belum berdampak signifikan kepada pertumbuhan jumlah usaha dan deforestasi. Penyebab belum berdampaknya program Hutsos terhadap pertumbuhan usaha di desa karena lahan yang terbatas akibat restriksi peraturan pasca penetapan hutan sosial, kapasitas wirausaha sumber daya pengelola hutan, belum terintegrasi program hutan sosial dengan program desa dan rendahnya modal dan pemanfaatan teknologi pengolahan hasil hutan. Sementara, Hutsos belum berdampak pada deforestasi karena rendahnya kualitas perencanaan pengelolaan hutan dan intervensi kebijakan terkait penanaman hutan di lahan kritis yang belum optimal. ......Since 2015 the Government of Indonesia has targeted a policy of providing legal access to the management of state forests covering an area of 12.7 hectares through the social forestry program (SFP) to improve the welfare of forest communities and prevent deforestation. This paper traces village SFP beneficiaries and compares them to villages that have forests that did not receive SFP on the three islands of Sumatra, Kalimantan and Sulawesi in Indonesia. With a mixed method approach, this study seeks to answer the question whether providing legal access to communities managed by local economic institutions in SFP can increase business growth in villages and reduce the rate of deforestation. The empirical analysis used the Instrumental variable method and in-depth interviews were conducted to deepen the factors that affect the outcome. The findings of this study indicate that the existence of SFPs has not had a significant impact on the growth in the number of businesses and deforestation in both protected and production forests zone. The reason why the SFP has not yet had an impact on business growth in villages is due to limited land due to restrictions on post-determination of social forests, the entrepreneurial capacity of forest managers, not yet integrated SFP with village programs and low capital and utilization of forest product processing technology. Meanwhile, SFP has not yet had an impact on deforestation because of the low quality of forest management planning and policy interventions related to forest planting in critical land that has not yet optimal.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uswatun Khasanah Enggar Saptaningrum
Abstrak :
Variasi akses lahan Perhutani terjadi karena keragaman cara individu dalam mendapatkan aksesnya. Guna mendapatkan keuntungan dan aliran manfaat dari sumber daya yang longlasting diperlukan cara-cara tertentu dari masing-masing aktor untuk mendekati aktor yang menjadi pengontrol akses utama, yaitu Perhutani. Variasi akses yang dilakukan oleh petani penggarap dapat dilihat melalui mekanisme akses berdasarkan hak secara legal dan ilegal, serta melalui mekanisme akses berdasarkan struktural dan relasional. Munculnya ragam akses tersebut karena adanya perbedaan kekuasan dari setiap aktor. Penulis juga menunjukkan transformasi tanaman tembakau menjadi tanaman lainnya atas respon beberapa peristiwa yang terjadi pada kurun waktu satu dasawarsa, Perubahan ini merupakan pilihan rasional yang diambil petani untuk bisa tetap mendapatkan keuntungan dari tanamanya. Metode yang digunakan adalah penelitian etnografi dengan cara pengambilan data observasi partisipan dengan wawancara natural, dan wawancara mendalam. Temuan data menunjukkan berbagai macam dinamika variasi akses seperti bentuk mekanisme akses legal dan ilegal, ‘gadai’, dan ganti rugi lahan. Proses transformasi penanaman tembakau menjadi tanaman lainnya menunjukkan pilihan rasional dari masyarakat guna menekan kerugian maksimal akibat ketidakjelasan harga tembakau. ......Variations in access to Perhutani' land occur due to the diversity of ways in which individuals gain access. In order to obtain benefits and the flow of benefits from long-lasting resources, certain ways are needed from each actor to approach the actor who is the main access controller, namely Perhutani. Variations in access by smallholders can be seen through access mechanisms based on legal and illegal rights, as well as through access mechanisms based on structural and relational. The emergence of this variety of access is due to the different powers of each actor. The author also shows the transformation of tobacco plants into other crops in response to several events that occurred in a decade. This change is a rational choice taken by farmers to be able to continue to benefit from their crops. The method used is ethnographic research by taking participant observation data with natural interviews, and in-depth interviews. The data findings show various dynamics of access variations such as the form of legal and illegal access mechanisms, 'pawning', and land compensation. The process of transforming tobacco cultivation into other crops shows the rational choice of the community in order to minimize maximum losses due to the uncertainty of tobacco prices.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library