Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djoko Prakoso
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985
346.04 DJO e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Ismala Dewi
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandra Fitri Fatma
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kardino
"ABSTRAK
Dengan diundangkannya UUPA No.5 tahun 1960 tentang peraturan Dasar pokok - pokok Agraria, maka diakhirilah dualisme hukum tanah di Indonesia. Setelah itu pula, maka hak - hak atas tanah yang ada hanya terbatas pada hak - hak tanah menurut UUPA. sebagian dari itu, misalnya tanah - tanah hak Guna Usaha, Hak Guna BangUnan dan Hak pakai yang berasal dari konversi tanah hak barat. Hak - hak itu hanya berlaku untuk sementara dan berakhir selambat - lambatnya pada tanggal 24 September 1980. Dengan akan berakhirnya hak - hak tanah - asal konversi hak barat tersebut, oleb GBHN tahun 1978 telah ditetapkan pola dasar pembangunan Nasionalnya. Kemudian oleh Keppres R.I. NO.32 tahun 1979, PMDN NO-3 tahun 1979 serta Surat Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri. Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia NO-152 tahun 1980, No. 412a/KMK.01/1980 dan 310.13/7 Kep.GBI. telah diatur penataannya kembali penggunaan dan peruntukannya. Secara khusus, demikian pula halnya yang terjadi di Wilayah Kota Jakarta Timur."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utiek Rochmulyati
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1996
S20365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asman
"Lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara Nomor 5 Tahun 1986, Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, adalah hal yang positif dalam pembangunan di bidang hukum administrasi negara, guna mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram, dan tertib. Dimana tugas utamanya adalah melakukan kontrol dari segi hukum (yuridis) terhadap Pemerintah (penguasa) dalam pelayanan terhadap warga masyarakat. Akan tetapi dalam kurun waktu yang sudah sekian lama ini, masalah sengketa Tata Usaha Negara yang muncul dalam kehidupan masyarakat tidak seluruhnya dapat diselesaikan melalui Peradilan Tata Usaha Negara, dengan alasan tidak termasuk dalam kewenangan badan PTUN dan bukan wewenangnya untuk memutuskan sengketa tersebut. Hal ini tidak terlepas dari peraturan-peraturan hukum yang masih kaku dari PTUN, dengan memberikan batasan yang sangat sempit terhadap obyek gugatan yang dapat diajukan ke PTUN. Di samping itu munculnya ketentuan hukum baru dalam bentuk undang-undang maupun peraturan pemerintah yang semakin membatasi kewenangan badan PTUN itu sendiri. Dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang PTUN secara umum meberikan batasan tentang obyek gugatan yang dapat diajukan ke PTUN, yaitu “Penetapan tertulis yang bersifat konkrit, individual dan final”. Berikutnya dalam perluasannya terbatas dalam pengertian perbuatan pemerintah berupa keputusan negatif fiktif, sebagaimana ditentukan dalam pasal 3 Undang-Undang PTUN. Dalam menentukan apakah sengketa TUN dapat diajukan sebagai obyek gugatan dalam PTUN adalah kewenangan dan kebebasan Ketua PTUN untuk menilainya (pasal 62 Undang-Undang PTUN). Tidak jarang terjadi sengketa TUN yang telah menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat, dinyatakan tidak dapat diterima oleh putusan PTUN. Keadaan tersebut tentunya akan bermuara kepada ketidakpuasan dan/atau ketidakpercayaan masyarakat selaku pencari keadilan dalam penyelesaian sengketa TUN di PTUN."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hutari Hayuning W.P.
"Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria menyebutkan lembaga jaminan atas tanah berupa Hak Tanggungan yang kemudian diatur dalam Undangundang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditu-kreditur lain. Hak Tanggungan merupakan perjanjian accessoir, keberadaannya tergantung pada perjanjian pokoknya. Pembebanan Hak Tanggungan dilakukan melalui dua tahap. Pertama tahap pemberian dimana pemberi Hak Tanggungan wajib hadir dihadapan PPAT untuk membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), bila tidak dapat hadir wajib menunjuk kuasanya dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Tahap kedua merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan dengan dibuatnya Buku Tanah Hak Tanggungan dan diterbitkannya Sertipikat Hak Tanggungan sebagai bukti keberadaan Hak Tanggungan tersebut. Berdasarkan sifat dan tata cara pemberian Hak Tanggungan terlihat bahwa terkandung aspek perjanjian dalam proses tersebut, yaitu harus dipenuhinya ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai syarat sah perjanjian dalam perjanjian pokok utang piutang dan dalam APHT serta SKMHT. Selain itu terdapat asas-asas perjanjian seperti asas Personallia, Konsensualisme, Kebebasan berkontrak dan asas Pacta Sunt Servanda (Perjanjian Berlaku Sebagai Undang-undang) dalam APHT dan SKMHT yang dibuat para pihak. Terdapat pula unsurunsur perjanjian seperti Unsur esensialia, naturalia dan unsur aksidentalia dalam APHT dan SKMHT. Lebih lanjut termuat ketentuan risiko dan wanprestasi dalam APHT. Selain itu, Hak Tanggungan termasuk perjanjian yang dapat dibagi sekaligus perjanjian yang tidak dapat dibagi prestasinya. Hak Tanggungan tergolong pula perjanjian formil karena harus memenuhi formalitas tertentu dalam pembebanannya sehingga dikategorikan sebagai perjanjian tertulis."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S21338
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Yeane Marlina
"Artikel ini membahas mengenai permasalahan implikasi hukum terhadap perjanjian, akta kuasa menjual dan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 57/Pdt.G/2018/PN.Dps. Tahun 2018). Pokok permasalahan tesis ini adalah akibat hukum dan tanggung jawab Notaris selaku PPAT dalam pembuatan perjanjian, dimana salah satu pihak memberikan cap jempol di surat-surat yang tidak dibacakan dan dijelaskan isinya oleh Notaris dan/atau PPAT, kemudian terbit perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli. Jenis penelitian yang Penulis lakukan adalah yuridis normatif, sifat penelitiannya deskriptif analitis, teknik pengumpulan datanya melalui studi kepustakaan dan dokumen, teknik analisis datanya secara kualitatif, serta cara pengambilan kesimpulannya dengan silogisme melalui logika deduktif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa akibat hukum atas perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris dan/atau PPAT yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Mengenai tanggung jawab Notaris selaku PPAT dalam pembuatan perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli, dari segi hukum perdata, Notaris dan/atau PPAT dihukum untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul secara tanggung renteng, dan dalam kedudukannya sebagai Notaris dan/atau PPAT tersebut dapat dikenakan sanksi administratif.

This article discusses the legal implications of the agreement, the power of attorney to sell and the deed of sale made by a Notary / PPAT (Case Study: Decision of the Denpasar District Court Number 57 / Pdt.G / 2018 / PN.Dps. 2018). The main problem of this thesis is the legal consequences and the responsibility of the Notary Public as the PPAT in making the agreement, where one party gives a thumbprint on the letters which are not read and the contents are explained by the Notary and / or PPAT, then a sale and purchase agreement is issued, the power of attorney to sell and deed of sale and purchase. The type of research that the author does is normative juridical, descriptive analytical nature of the research, data collection techniques through literature and document studies, qualitative data analysis techniques, and how to draw conclusions with syllogism through deductive logic. The results showed that the legal consequences of the sale and purchase agreement, the deed of sale authorization and the deed of sale and purchase made by a Notary and / or PPAT who were proven to have committed an illegal act, were declared invalid and null and void by law. Regarding the responsibilities of the Notary Public as a PPAT in making a sale and purchase agreement, the deed of power of attorney to sell and the sale and purchase certificate, in terms of civil law, the Notary and / or PPAT are punished to pay all case costs incurred jointly and in their position as a Notary and / or The PPAT may be subject to administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>