Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Nyoman Suartawan
"Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji bagaimana pelaksanaan pelayanan pertanahan di daerah yang mempunyai Dinas Pertanahan dan Kantor Pertanahan. Pemilihan Kota Tangerang sebagai Iokasi penelitian karena kedekatannya dengan Ibukota negara sehingga menghemat biaya dan waktu.
Metode penelitian yang dilakukan adalah kualitatif karena dianggap Iebih mudah menyesuaikan apabila berhadapan dengan perilaku organisasi yang dikaitkan dengan efektivitas kebijakan pemerintah yang sebelumnya tidak diduga. Analisa dilakukan terhadap aspek keiembagaan, SDM, dan sistim/prosedur pelayanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peiaksanaan pelayanan pertanahan di Kota Tangerang didominasi oleh BPN. Dinas Pertanahan yang dibentuk sejak tahun 2000, sampai saat ini belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini diindikasikan dengan tidak adanya Kantor Dinas dan belum diisinya personil sebagaimana yang ada pada struktur organisasi Aparat Pemda Kota Tangerang yang definitif sebagai aparat Dinas Pertanahan hanya berjumlah 6 (enam) orang dan tidak ada yang berkualifikasi teknis pertanahan.
Kondisi yang demikian menjadi masalah bagi aparat Pemda karena mereka berkantor di Kantor instansi pusat tetapi status adaiah pegawai daerah. Tidak ada kejelasan atas tugas dan fungsi yang harus dilakukan. Di samping itu, anggaran yang disediakan pada APBD untuk Dinas Pertanahan tidak pernah direalisasikan sehingga pelayanan pertanahan belum menghasilkan retribusi.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, pelayanan yang menjadi tugas BPN mengacu pada Instruksi Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1998 tentang Peningkatan Efisiensi dan Kualitas Pelayanan Masyarakat Di Bidang Pertanahan, sedangkan tugas Dinas Pertanahan (Pemda) mengacu pada Keppres Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan. Meski ada pembagian tugas, dalam pelaksanaannya seluruh pelayanan dilakukan aparat BPN.
Tidak diperoleh data tentang kegiatan yang telah dilakukan Dinas Pertanahan. Staf yang ada bersifat pasif dan hanya sebatas mengagendakan surat yang ditujukan kepada Dinas tanpa mengetahui tindak lanjutnya. Pelaksanaan pelayanan tetap berjalan dengan baik. Kinerja aparat BPN pada umumnya sudah baik, ditandai dengan adanya akuntabilitas dan responsibilitas serta pembinaan dari pimpinan secara rutin. Pelayanan sudah transparan, terbuka dan setiap informasi bisa diperoleh dengan mudah. Prosedur pelayanan sudah jelas dengan sistem Ioket. Tertib administrasi sudah sangat maju mengingat Kota Tangerang merupakan daerah percontohan pelayanan pertanahan, yang ditandai dengan adanya Mosaik Foto Udara.
Masalah yang dihadapi dalam pemberian pelayanan adalah kekurangan tenaga ukur. Hal ini terjadi karena profesi tenaga ukur membutuhkan keahlian tersendiri, tetapi penerimaan pegawai BPN sangat terbatas. Untuk mengatasinya, BPN Kota Tangerang memakai tenaga pengukur berlisensi. Masaiah Iain adalah kebiasaan masyarakat untuk menyuruh orang Iain (calo). Hal ini menyebabkan imej yang kurang baik bagi BPN. BPN sudah mempunyai kerangka waktu dan biaya yang pasti, namun calo sering memberikan Informasi seolah-olah pelayanan itu sulit. Untuk itu, sangat diharapkan kesadaran masyarakat untuk mau mengurus sendiri keperluannya dengan mendatangi Kantor Pertanahan.
Kesimpulan yang dapat dirumuskan adalah Dinas Pertanahan belum melaksanakan tugasnya dan tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan. Pelaksanaan pelayanan di KPKT cukup baik, transparan, prosedur yang jeias dan sederhana serta tertib administrasi. Sedangkan rekomendasi yang dapat disampaikan adalah perlunya Pemda Kota Tangerang untuk memberdayakan Dinas Pertanahan karena pelayanan pertanahan dapat dijadikan sumber pendapatan asli daerah (PAD).

This research aims to examine the implementation of land affair services in the local government which has District Office or Local Oflice of Land Affair. The selection of Tangerang as the location of the research is based on its location which is close to the capital city, hence it will reduce cost and time.
The method of research in the research is qualitative because easier to adapt in facing the problem of behaviour of organization relates to the etfectiveness of policies made previously. Analysis is examined on aspects of institutional, human resources, and procedure of services.
The result shows that the implementation of land affair services in the city of Tangerang from 2000, has not implemented well. It is indicated by the absence of Local Office of Land Affair and there is no staff positioned in the structure of the local govemrnent. The definitive functionaries in the local govemment are only 6 staffs and they do not have specific skill on land affair.
That condition generates problem for the local officers because they work in central office, but their status is local apparatus. There is no clear job description for them to do their job. Besides that, available budget for the services is never realized, hence the service has not generated retribution.
Base on the regulation, the services is managed by BPN based on the Instruction of Land Affair Minister/Head of BPN number 3 year 1998 on The Advancement of Efficiently and Quality of Public Service in Land Affair. The duty of Local Office is based on Keppres number 34 year 2003 on National Policy on Land Affair. Even there is a division of responsibility, the implementation of all services of land affairs are managed by BPN.
There is no data on activities done by the Local Office. The staffs are passive and their activities only make timetable and registered letters for the office without knowing how to respond it.
The services are running well. The performance of BPN is generally fine. It is proven by the accountability and responsibility and also routine supervision from the leader. The services are transparent, open and information can be acquired easily. The procedure of services has been clear using partial and specific service system. Administration is advance and orderly implemented because the city of Tangerang is a model for the land affair services proved by Air-Photograph Mosaic.
The problem faced in giving land affair services is lack of skilful labour for measuring. It is because the profession of land measuring needs special skill. To solve the problem, BPN Tangerang uses licensed worker. Other problem is the culture of the citizen to ask certain people to handle the process or broker. It generates bad image to the institution. The institution has its ovlm exact timeframe and cost, however the broker usually makes it complicated and time-consuming.
The conclusion of the research is that the Local Office of Land Affair has not implemented its duties and it is handled by District Office of Land Affair. The implementation of KPKT is fair, transparent, clear, simple and orderly administered. The recommendation that can propose here is that there is a need for the local government of Tangerang to empower the Local Office of Land Aifair because the services can be potential income. The citizen is also suggested not to use broker and come by themselves to the office."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Dara Fitriani
"Pesatnya pembangunan kota membuat penggunaan media tanah semakin terbatas, ada baiknya untuk mengoptimalkan seluruh ruang yang dimiliki termasuk ruang sisa. Hal ini agar ruang sisa dapat bermanfaat dan membantu memenuhi kebutuhan masyarakat. Pendekatan yang dilakukan terhadap fenomena ini adalah dengan mengkaji teori ruang sisa oleh Trancik (1986) dan Loukaitou-Sideris (1996), serta teori dari Gehl (2010) dan Gehl (2011) mengenai ruang publik. Dalam mengumpulkan data, metode yang dilakukan adalah analisis studi kasus dengan mengamati langsung ruang dan aktivitas yang ada. Temuan dari hasil analisis pengamatan disampaikan secara naratif yang menjelaskan kondisi ruang. Pengamatan menunjukan ruang sisa bisa berubah menjadi ruang aktif apabila ada pemasukan program dan penambahan elemen ruang. Sementara faktor dan elemen yang mempengaruhinya adalah lokasi, ciri fisik, pengguna, aksesibilitas, dan pemeliharaan ruang.

The rapid development of the city makes land-use become more limited, it is better to optimize all the space owned including lost space. Thus, lost space can be useful and help meet the needs of the community. The approach taken to this phenomenon is by examining the theory of lost space by Trancik (1986) and Loukaitou-Sideris (1996), also with theory by Gehl (2010) and Gehl (2011) about public space. In collecting data, the method used is study case analysis by directly observing the space and activities. The findings from the observation analysis are presented in a narrative manner that explains the condition of the space. The observations reveal that lost space can be transformed into active space if there is program insertion and space elements addition. While the factors and elements that affect it are locations, physical characteristics, users, accessibility, and space maintenance."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Chandrakirana Pramadyastari Kusumomaharani
"Penilitian ini menganalisis mengenai implikasi hukum Perjanjian Pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan di KPBPB Batam, serta keberlakuan Sertipikat Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan. Dikaitkan dengan kewenangan pemegang Hak Pengelolaan (BP Batam) dalam pembatalan perjanjian terkait. Metode penelitian yang digunakan berupa penelitian doktrinal dengan yang dianalisis secara kualitatif. Didukung dengan data primer yang dihasilkan dari wawancara serta data sekunder lainnya. Ditemukan permalasahan hukum dalam Putusan PTUN Tanjung Pinang Nomor: 9/G/2020/PTUN.TPI jo. Putusan PT TUN Medan Nomor: 52/B/2021/PT.TUN-MDN seperti status tanah yang diperjanjikan antara BP Batam (Pemegang Hak Pengelolaan) dan PT ECD (penerima alokasi lahan) belum bersertipikat Hak Pengelolaan. Dasar pertimbangan hukum Hakim tingkat I (PTUN Tanjung Pinang) dan Hakim tingkat banding (PT TUN Medan) juga berbeda terkait aspek prosedural penerbitan Surat Keputusan Pembatalan Perjanjian oleh BP Batam (objek sengketa). Perjanjian pemanfaatan tanah seharusnya wajib dibuat atas tanah yang sudah bersertipikat Hak Pengelolaan sehingga dasar pemberian hak atas tanah di atas Hak Pengelolaan menjadi jelas statusnya. Apabila dilakukan pemberian Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan, harus didahului dengan perjanjian pemanfaatan tanah. Keberlakuan SHGB di atas Hak Pengelolaan sangat bergantung pada pelaksanaan hak dan kewajiban perjanjian pemanfaatan tanahnya, yang lahir dari ketentuan peraturan perundang-undangan.

This research analyzes the legal implications of the Management Rights Land Use Agreement at KPBPB Batam, includes the application of Building Use Rights Certificate on Management Rights land. Linked to the authority of the Management Rights holder (BP Batam) to terminate related agreements. The research method used is doctrinal research with qualitative analysis. Supported by primary data resulting from interviews and other secondary data. It was found that there were legal problems on Tanjung Pinang State Administration Verdict Number: 9/G/2020/PTUN.TPI jo. Medan State Administration High Court Verdict Number: 52/B/2021/PT.TUN-MDN such as the status of the land agreed between BP Batam (Holder of Management Rights) and PT ECD (recipient of land allocation) has not been certified with Management Rights. The legal considerations of the first level judge (PTUN Tanjung Pinang) and the appellate level judge (PT TUN Medan) are also different regarding the procedural aspects of the issuance of a Decree on Cancellation of the Land Use Agreement by BP Batam (the object of the dispute). Land use agreements should be made on land that has been certified as Management Rights. Therefore, the basis for granting land rights over Management Rights becomes clear. If a Building Use Rights is granted over a Management Rights, it must be preceded by a land use agreement. The validity of the Building Use Rights Certificate over the Management Rights is very dependent on the implementation of the rights and obligations of the land use agreement, which arise from the provisions of statutory regulations."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library