Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dzikry Meira Ariany
Abstrak :
Tender merupakan mekanisme pemilihan penyedia barang dan/atau jasa terbaik, atau pembeli barang terbaik. Pasal 22 Undang-undang No.5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan/atau menentukan pemenang tender yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Kegiatan bersekongkol yang dilakukan antara pelaku usaha dengan pihak lain tersebut, dikenal dengan istilah persekongkolan tender. Melihat kepada perkara-perkara persekongkolan tender yang selama ini terjadi, persekongkolan tender didefinisikan sebagai kerja sama antara para pilrak yang terlibat dalam proses tender dimana kerja sama tersebut dilakukan dalarn bentuk koordinasi perilaku untuk mengatur dan/atau menentukan pemenang tender. Bab VIII Undang-undang No.5 Tahun 1999 menetapkan dua macam sanksi berbentuk hukuman bagi para pihak yang melakukan persekongkolan tender, yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana. Selain melanggar Pasal 22 Undang-undang No.5 Tahun 1999, persekongkolan tender yang melibatkan pegawai dan/atau pejabat instansi pemerintah juga melanggar Keputusan Presiden No. 18 Tahun 2000; Keputusan Presiden No.80 Tahun 2003; serta kelaziman dalam praktek tender yang sehat. Dengan demikian, para pihak yang melakukan persekongkolan tender juga dapat dikenakan sanksi berbentuk hukuman sebagaimana ditetapkan dalam kedua Keputusan Presiden di atas dan aturan internal instansi pemerintah yang bersangkutan. Masalah yang penulis teliti dalam tesis ini adalah penjatuhan sanksi hukum bagi para pihak yang terbukti melakukan persekongkolan tender.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: WALHI dan YLBHI, 1992
174.3 PAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Drinker, Henry S.
New York: Columbia University Press, 1961
174.3 DRI l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Shahrazada
Abstrak :
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik tentang tanah sesuai ketentuan yang berlaku khususnya PP 37/1998 Tentang Peraturan Jabatan PPAT di dalam tugas jabatannya mengandung fungsi sosial yang memberikan pelayanan jasa terhadap masyarakat yang membutuhkan. Sifat keotentikan ini jelas memberikan dampak yang sangat besar pengaruhnya terhadap perbuatan hukum yang telah dilakukan, khususnya dalam hal jual bell tanah sebagai suatu instrumen alat bukti. Pembuatan akta yang dilakukan oleh PPAT dapat menimbulkan permasalahan dikemudian hari bila PPAT itu sendiri tidak berhati-hati dalam menjalankan tugas jabatannya. PPAT sebagai pejabat umum terkait dengan tanggung jawab baik secara hukum maupun secara moral. Dalam PP 37/1998 dan PMNA/Ka-BPN No.4/1999 sebagai ketentuan bagi PPAT, tidak ada nengaturan tentang perlindungan hukum bagi PPAT itu sendiri, maka perlu adanya pembahasan mengenai hal itu. PPAT mempunyai peranan yang cukup besar dalam membantu tugas pemerintah khususnya dibidang pertanahan. Dalam penelitian ini dilakukan metode kepustakaan dan penelitian lapangan berupa wawancara dengan sejumlah PPAT. Berdasarkan hasil penelitian baik kepustakaan maupun lapangan, didapatkan beberapa kesimpulan antara lain bahwa pelaksanaan tanggung jawab profesi PPAT sangat terkait dengan moral/hati nurani dari PPAT yang bersangkutan terhadap keputusannya dalam menerima atau menolak membuat akta guna melindungi dirinya dari permasalahan dikemudian hari sebagai bentuk perlindungan hukumnya. Secara formal, tugas jabatan yang dilakukan pada umumnya telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetapi dalam praktek tidak sedikit PPAT yang mengalami masalah terhadap akta yang dibuatnya, bahkan diminta sebagai saksi di kepolisian karena gugatan dari pihak lain, akibat tidak diaturnya secara tegas perlindungan hukum bagi PPAT dalam bentuk peraturan.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T16697
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harmoko
Abstrak :
Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan kajian pelembagaan peradilan etik bagi penyelenggara negara di Indonesia. tujuan penelitian ini untuk mengetahui urgensi dan model pembentukan peradilan etik bagi penyelenggara negara di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif.penelitian ini menyimpulkan pertama, bahwa kelembagaan etik saat ini masih bersifat beragam, parsial belum menjadi suatu lembaga khusus sebagaimana pengadilan untuk menegakkan etika bagi penyelenggara negara, Keberagaman dan sifat independensi kelembagaan penegakan etika penyelenggara negara justru merupakan masalah urgen yang harus dipecahkan dalam kerangka membangun sistem penegakan etika penyelenggara negara sebagai mekanisme baru untuk membangun integritas dan akuntabilitas penyelenggara negara yang kredibel dan terpadu. Kedua, perbandingan diberbagai negara demokrasi di dunia seperti Amerika Serikat, Inggris, Argentina dan Korea Selatan, bahwa perlu dibuat sebuah undang-undang tentang etika bagi penyelenggara negara sebagi payung hukum semua pejabat publik. Ketiga, terkait dengan model pembentukan peradilan etika perlu dilakukan proses integrasi etika materil dan formil dengan cara melakukan konsolidasi lembaga etik untuk membuat peraturan bersama sebagai etika materil, sementara untuk etika formil akan dibuat oleh Mahkamah etik dan selanjutnya menjadikan Komisi yudisial sebagai puncak peradilan etika. maka untuk menjadikan Komisi yudisial sebagi peradilan etika penelitian ini menyarankan harus dilakukan amandemen UUD 1945 dan menyarankan kepada pemerintah dan DPR untuk membuat undang-undang tentang etika penyelenggara negara. ......This research is a legal research with a study of the institutionalization of ethical courts for state officials in Indonesia. The purpose of this study is to determine the urgency and model for the formation of ethical courts for state administrators in Indonesia. The method used in this research is normative legal research. This research concludes first, that ethical institutions are currently still diverse, partial has not yet become a special institution as a court to uphold ethics for state administrators, diversity and independence of institutional ethics enforcement of state administrators is an urgent problem that must be resolved within the framework of building a system of ethics enforcement for state administrators as a new mechanism for building integrity and accountability for credible and integrated state administrators. Second, a comparison in various democratic countries in the world, such as the United States, Britain, Argentina and South Korea, that it is necessary to make a law on ethics for state administrators as the legal umbrella for all public officials. Third, in relation to the model for the formation of an ethical court, it is necessary to carry out a process of integrating material and formal ethics by consolidating ethical institutions to make joint regulations as material ethics, while for formal ethics it will be made by the Ethics Court and then making the judicial Commission as the top of the ethics court. So, to make the judicial Commission as an ethics court, this research suggests amendments to the 1945 Constitution and suggests the government and the DPR to make laws on the ethics of state administrators.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Supriadi
Jakarta: Sinar Grafika, 2006
340.112 SUP e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Ridwan Widyadharma
Semarang: Universitas Diponogoro, 1996
340.112 IGN e (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 1997
347.052 IND a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Ridwan Widyadharma
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponogoro, 2001
340.112 IGN e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>