Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 40 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tampubolon, Ulises
Abstrak :
Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan memberikan hak menguasai atas hutan kepada Pemerintah Cq Departemen Kehutanan untuk mengelota atau mengurus kawasari hutan Negara, sementara Pasat 67 mengakui hak Masyarakat Hukum Adat untuk mengetola atau mengurus hutan adatnya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 16801Menhut-III/2002, tanggal 26 September 2002 KPKS Bukit Harapan diberi Ijin Usaha Perkebunan atas lahan seLuas 23.000 hektar di Propinsi Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kecamatan Padang Lawas. Namun karena dinilai telah melanggar peruntukan fungsi hutan dari hutan produksi menjadi lahan perkebunan, maka berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 3.419/Menhut-II/2004, tanggal 13 Oktober 2004, Ijin Usaha Perkebunan atas nama KPKS Bukit Harapan dicabut. Dasar hukum sanksi pencabutan Ijin Usaha Perkebunan adalah Pasal 4 Jo. Pasal 10 Undang-Undang Kehutanan, Gouvernemen Besluit No. 50/1924, dan Kepmenhut No. 9231KptsfUm/1211982, tanggal 27 Desember 1982 tentang penunjukan areal hutan di wilayah Propinsi Dati I Sumatera Utara Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK). Pencabutan Ijin Usaha Perkebunan tersebut pada akhirnya di bawa ke Pengaditan Tata Usaha Negara. KPKS Bukit Harapan menggugat mengacu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Tujuan Penulisan Tesis ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah penerapan kebijakan Pemerintah Cq. Departemen Kehutanan terhadap pengelotaan hutan yang didalamnya terdapat hutan adat dari Masyarakat Hukum Adat di Hutan Padang Lawas, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sehingga memperoleh gambaran objektif atas pencabutan Ijin Usaha Perkebunan didasarkan pada peraturan Perundang-undangan yang berlaku, dengan membahas, bagaimanakah sinkronisasi dan harmonisasi kebijakan yang mengatur hutan adat dengan kebijakan pengelotaan hutan produksi, dan bagaimanakah penyelesaian sengketa benturan kepentingan antara Pemerintah Cq. Departemen Kehutanan dengan Masyarakat Hukum Adat terhadap pengelotaan hutan produksi di Kecamatan Padang Lawas Tapanuli Selatan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T 19651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Edietha
Abstrak :
Patent Pooling merupakan manajemen yang mengelola lisensi yang dilakukan oleh dua atau lebih pemegang hak paten di mana pemegang hak paten tersebut merupakan hak paten yang dimiliki anggota dari manajemen tersebut. Patent Pooling mempermudah pelaku usaha dalam memperoleh izin penggunaan suatu teknologi yang dilindungi hak paten serta meringankan pembayaran royalti dalam penggunaan paten tersebut. Patent Pooling merupakan suatu tindakan para pelaku usaha untuk saling bekerja sama dengan para mitra usahanya untuk menghimpun lisensi Hak atas Kekayaan Intelektual terkait komponen produk tertentu.. Dalam kondisi tertentu, patent pooling berpotensi untuk menciptakan keadaan pasar yang bersaing dengan tidak kompetitif sehingga dapat melanggar ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Indonesia telah memiliki pedoman yang dibuat KPPU dalam Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, tetapi pedoman tersebut tidak membahas secara detail dan rinci batasan-batasan kondisi lisensi patent pooling yang melanggar ketentuan persaingan usaha tidak sehat. Hal ini dapat menimbulkan kekosongan hukum dalam menganalisa sejauh mana patent pooling telah melanggar ketentuan hukum persaingan usaha tidak sehat. Indonesia perlu mengembangkan pedoman yang telah dimiliki dengan mengambil contoh positif dari pedoman yang dimiliki Amerika Serikat dan Jepang.
Patent Pooling is a form of management who manage license conduct by two or more patent holder whereas the said patent rights own by the said management member. Patent Pooling simplify the process in obtaining licenses in utilizing a technology which license or patent is protected for business actors and makes royalty payment in utilizing the said patent cheaper. Patent Pooling is a form of act conduct by the business actors in cooperates with their business partners in collecting license against Intellectual Property Rights of particular component products. In special conditions, Patent Pooling are potential in creating an unfair business competition (persaingan usaha tidak sehat) in the market, the foregoing condition may breach the stipulation in Law No. 5 of 1999 dated 5 Mar. 1999 concerning Prohibition against Monopolistic Practices and Unfair Business Competition (?Law No. 5 of 1999?). Indonesia owns guidelines that created by Business Competition Supervisory Commission (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) (?KPPU?) and stipulated in the KPPU Regulation No. 2 of 1999 concerning Guidelines on Exception on the Implementation of Law No. 5 of 1999, however the guidelines have no specific details on the limitation of patent pooling license condition that violate the stipulation of an unfair business competition. The said situations are very likely to cause an uncertainty in analyzing how far the patent pooling violates the stipulation of Law No. 5 of 1999. Indonesia needs to develop the current guidelines by adopting positive examples own by the United States of America and or Japan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27579
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Steviana Pasca Sarjana
Abstrak :
Perjanjian Lisensi Pengguna Akhir atau End User License Agreement (EULA) Microsoft menjadi popular di masyarakat pada akhir tahun 2005 yaitu sejak maraknya razia penggunaan piranti lunak Microsoft baik yang bajakan maupun asli (terlisensi). Pengguna piranti lunak Microsoft terlisensi diduga melanggar ketentuan dalam EULA Microsoft yang melarang pengguna untuk menginstall piranti lunak Microsoft ke lebih dari 1 (satu) komputer. EULA Microsoft merupakan bentuk penerapan asas kebebasan melakukan hubungan perdata dalam Hukum Perikatan Islam sepanjang hubungan tersebut tidak dilarang oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah. Hubungan hukum tersebut tidak di larang bila tetap memperhatikan asas, rukun dan syarat akad Hukum Perikatan Islam. Oleh sebab itu dilakukan analisis apakah EULA Microsoft sesuai dengan Hukum Perikatan Islam. Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat 3 (tiga) pokok permasalahan yang perlu dikaji yaitu bagaimanakah Hukum Perikatan Islam memandang lisensi piranti lunak Microsoft dan ketentuan-ketentuan dalam EULA Microsoft. Selain itu, perlu dilakukan analisis bagaimana kemungkinan penyelesaian masalah dalam EULA Microsoft. Untuk penelitian ini digunakan metode penelitian hukum normatif dengan meneliti bahan pustaka dan wawancara narasumber dari pengacara senior Islamic Development Bank, Mudassir Siddiqui. Dengan metode tersebut dapat dianalisis bahwa konsep lisensi piranti lunak Microsoft mendekati konsep sewa menyewa (ijarah) dalam Hukum Perikatan Islam. Sama halnya dengan ijarah, transaksi lisensi piranti lunak Microsoft juga merupakan transaksi terhadap manfaat yang dituju yaitu penggunaan piranti lunak Microsoft melalui imbalan biaya lisensi (royalti) . Transaksi ijarah mempunyai manfaat bagi kemashlahatan, begitu juga lisensi, asalkan perjanjian lisensinya sah berdasarkan Hukum Perikatan Islam. Akan tetapi, beberapa pasal dalam EULA Microsoft merugikan penerima lisensi serta tidak sesuai dengan asas, rukun, dan syarat Hukum Perikatan Islam. Oleh sebab itu, perlu disesuaikan dengan Hukum Perikatan Islam yang memperhatikan keseimbangan potensi serta hak dan kewajiban para pihak. Hal ini dapat dijadikan sebagai penyelesaian masalah dalam EULA Microsoft tersebut. Dengan demikian, Microsoft hendaknya menyesuaikan ketentuan dalam EULA Microsoft dengan Hukum Perikatan Islam karena dengan adanya penyesuaian tersebut dapat tercapai keseimbangan potensi hak dan kewajiban para pihak serta kepentingan para pihak ikut terlindungi.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21289
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Adwitya Setiawan
Abstrak :
Konteks reformasi pelayanan perizinan di Kota Administrasi Jakarta Timur dilakukan dengan mengintegrasikan pelayanan yang di butuhkan oleh kegiatan usaha. Penelitian ini sendiri bertujuan untuk menganalisis kualitas pelayanan perizinan pada Unit Pelayanan Terpadu Satu Pintu (UPTSP) Kota Administrasi Jakarta Timur berdasarkan Total Percieved Quality yang dikemukakan oleh Gronross (1990). Penelitian ini memiliki pendekatan kuantitatif dengan kuesioner dan wawancara mendalam berdasarkan Accidental Sampling (sebagai teknik penarikan sampel) yang menjadikan masyarakat pemohon izin Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai responden. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan perizinan yang diselenggarakan termasuk kategori Negatively Confirmed Quality atau "bad quality".
The context of Reform of license services at East Jakarta Municipality was conducted by integrating service system to fulfill the needs of business activities. This research is aimed to analyze the service quality of licenses providing towards One Stop Shop Service (OSS) Unit of East Jakarta Municipality using the Total Perceived Quality theory by Gronross (1990). This research uses quantitative approach by using questionnaires and interviews and accidental sampling technique is used to choose samples as respondents. The citizens who had requested permissions for Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) were employed in obtaining and gaining the information needed. This research conclude that service quality of license providing in One Stop Shop Service (OSS) Unit, East Jakarta Municipality was Negatively Confirmed Quality or "bad quality".
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55016
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius M. Nugroho Pratama
Abstrak :
Karena kebutuhan mendesak untuk mengejar ketertinggalan teknologi, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dituntut untuk melakukan alih teknologi. Karena keterkaitan erat antara teknologi dan hak kekayaan intelektual maka perjanjian lisensi diperlukan dalam proses pengalihan teknologi tersebut. Skripsi ini akan membahas mengenai perjanjian lisensi dari sudut pandang negara berkembang sebagai penerima lisensi. ......In order to fulfill the vast growing needs for technology, Indonesia as one of the developing country is in desperate needs of technology transfers. As technology always connected with intellectual property rights a license agreement is needed in the process of such technology transfer. This writing will mostly discuss on license agreement from the perspective of developing country as licensee.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S25061
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Tjakraamidjaja
Abstrak :
ABSTRAK
Pembangunan prasarana jalan di Jakarta oleh developer yang semakin meningkat, merupakan suatu hal yang perlu diantisipasi dengan baik mengingat hal tersebut merupakan kebutuhan masyarakat yang saat ini masih dirasakan kurang. Untuk memperlancar pembangunan prasarana jalan tersebut maka harus diupayakan peningkatan melalui pelaksanaan perbaikan prosedur pelayanan terhadap para pemohon Izin Membangun Prasarana (IMP) yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta. Perbaikan pelayanan pada proses pemberian IMP bukan saja bermanfaat bagi para pemohon sebagai customer tetapi juga seluruh masyarakat akan menikinati manfaatnya.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulisan tesis ini secara konseptual ditujukan untuk perbaikan pelayanan proses IMP agar dapat memenuhi harapan pemohon khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Untuk itu dalam kerangka teori yang merupakan tinjauan pustaka pada tesis ini, dikemukakan piranti manajemen yang kiranya cocok dan dapat digunakan sekaligus dipilih untuk meningkatan proses pelayanan IMP.

Untuk memperkuat analisis dari pada tesis ini, telah dilakukan wawancara dengan para pejabat maupun staf yang menanvi langsung tugas-tugas pelayanan proses IMP serta kepada beberapa developer selaku pemohon pelayanan IMP guna mendapatkan data dan informasi yang sangat berarti. Pimpinan tunas pada umumnya menginginkan adanya suatu pelayanan yang baik bagi masyarakat sehinma dapat meningkatkan citra organisasi, para petugas mengharapkan adanya pembagian tugas yang jelas serta pihak developer menginginkan adanya kepastian dalam proses pelayanan IMP.

Dari hasil analisis tersebut dapat diambil suatu kesimpulan secara umum, bahwa proses pelayanan IMP sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi lingkungannya. Untuk itu perlu diadakan suatu perubahan yang mendasar dengan mendapakan Rekayasa Ulang terhadap proses pelayanan IMP.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yati Sudiharti
Abstrak :
Pemberlakuan undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan peraturan pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan provinsi sebagai daerah otonom telah mengawali asas desentraslisasi. Sebagai konsekuensi dari diimpiementasikannya kebijakan desentralisasi I otonomi daerah tersebut sejak tahun 2000, secara umum telah terjadi perubahan ditandai dengan pemberian sejumlah kewenangan yang dulunya ditangani oleh pemerintah pusat menjadi berkurang dan berpindah kepada pemerintah daerah. Berdasarkan peraturan perundang - undangan tersebut sejak bulan Juni tahun 2002 Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta menyelenggarakan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi. Walaupun sudah berjalan selama dua tahun, namun penyelenggaraan pelayanan tersebut belum berjalan optimal. Berangkat dari keingintahuan " kenapa belum berjalan optimal ", maka dilakukan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara langsung kepada pejabat terkait, studi literatur serta data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan pada implementasi kewenangan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar ini adalah masih terdapatnya ketidak jelasan kewenangan yang diberikan, adanya tumpang tindih kewenangan dalam penanganan pelayanan perijinan tumbuhan dan satwa liar baik secara vertikal antar level pemerintah (Dinas dengan Balai Konservasi Sumber Dalam Alam) maupun secara horizontal antara Dinas dengan Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan provindi DKI Jakarta itu sendiri, sehingga memungkinkan adanya interpretasi ganda antara provinsi dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi DKI Jakarta. Faktor struktur organisasi belum mampu mendukung kinerja organisasi secara optimal. Faktor kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih rendah, tidak mencukupi untuk mengelola kapasitas kerja yang bertanggung jawab dalam memberikan jasa pelayanan kepada para pengusaha tumbuhan dan satwa liar, baik di kantor maupun untuk di lapangan. Beberapa implikasi dari hasil penelitian ini antara lain perlu adanya konfirmasi dari pemerintah pusat untuk kejelasan pembagian kewenangan dalam PP 25 tahun 2000 dan pembuatan standar pelayanan yang jelas dan rinci; segera melakukan klarifikasi kepada Menteri Kehutanan, berkenan dengan terbitnya Keputusan Menteri (Kepmen) No. 447 tahun 2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar yang tidak dilindungi. Menteri Kehutanan atau Departemen Kehutanan harus memberikan penjelasan kepada provindi karena keputusan menteri (Kepmen) tersebut seolah mencabut PP 25 tahun 2000; Pemerintah Daerah harus segera menyusun Peraturan Daerah (PERDA) pengelolaan tumbuhan dan satwa liar. Struktur organsiasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta sebaiknya di evaluasi kembali I dibenahi kembali secara matang melalui aktivitas peningkatan mekanisme kerja yang ada sehingga unit-unit organisasi mampu berfungsi secara optimal sesuai dengan tugas pokoknya, terutama mengenai Polisi Hutan (Polhut) dan penyuluh yang berada di kantor maupun di lapangan.
Determining of Regulation No. 22 year 1999 about Local Regulation and Government Regulation No. 25 year 2000 about Government Authority and Province as Autonomy Region have early ground of decentralization. As consequence of its implementation of regional decentralization 1 autonomy policy since year 2000, in generally there is alteration marked by a number of authority which is before handled by Central Government will become decrease and change to Local Government. Base to that Role and regulation then since June 2002, the Agriculture and Forestry Agency of Province DKI Jakarta carry out licensing service of plants and wild animal, which do not protect. Although it run for two year, but management service is not optimal. In Accordance to recognize "why is not yet an optimal", then it's conducted by research. This research is use qualitative research method with data collecting technique by direct interview to related officer, study literature and also secondary data. The Result of research indicate that problems at implementation authority of licensing service of plants and wild animal is still overlapping and unclear in determining of authority, there is overlapping in handling of authority licensing service of plants and wild animal in accordance to vertical between governmental level (Agency and Bureau of Natural Resource Conservation) and also with horizontal between Agency and SubAgency of Agriculture and Forestry of DKI Jakarta province itself, so that enable to occurring of double interpretation between Province and Bureau of Natural Resource Conservation of DKI Jakarta Province. Organizational Structure factor not yet to support organizational performance as optimally. Abilities factors of Human Resource (HR) is still lower, less to support and manage of job capacities in charge to give services to all entrepreneurs of plants and wild animal, either in office or the in the field. Some implication from result of this research is needing the existence of confirmation of Central Government for clarify of the division authority in Government Regulation No. 25 year 2000 and setup standard service as by clear and detail, and immediately, its clarify to Ministry of Forestry, in accordance to the publication of the Ministerial Decree (Kepmen) No. 447 year 2003 about Arranging Effort in take or catch and circulation of Plants and Wild Animals which do not protect. Ministry of Forestry or Department Forestry have to give clarification to province because ministerial decree (Kepmen) likely cancel to Government Regulation No. 25 year 2000; Local Government have to immediately compile by Regional Law (PERDA) about management of plants and wild animal. Organization Structure on the Agency of Agriculture and Forestry of DKI Jakarta Province, its better to evaluate 1 re corrected by maturely through activity in increasing of existing job mechanism so that organizational units to function by optimal in according to duty essence, especially regarding to Forestry Police (Polhut) and Forestry Trainer in the office and also in the field.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Maria Prima Nahak
Abstrak :
Seringkali Notaris menyalahgunakan kewenangan yang ada pada dirinya pada saat melaksanakan jabatannya, salah satunya dengan melakukan tindak pidana penipuan dalam Pasal 378 KUHP, sehingga menyebabkan Notaris dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pidana. Dari Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 174/Pid.B/2018/PN Dps diangkat tiga permasalahan yaitu, keabsahan akta kuasa menjual yang objeknya telah terlebih dahulu dibuatkan perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual oleh Notaris, akibat hukum terhadap perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dibawah tangan dengan diketahui oleh Notaris terhadap akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual yang dibuat kemudian dengan objek perjanjian yang sama, dan bentuk pertanggung jawaban Notaris terhadap akta-akta yang diketahui dan dibuat dihadapannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif, yang menitikberatkan pada penggunaan data sekunder dan bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa keabsahan akta kuasa menjual yang objeknya telah terlebih dahulu dibuatkan perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual oleh Notaris menjadi batal demi hukum. Mengenai perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dibawah tangan dengan diketahui oleh Notaris memiliki akibat hukum terhadap akta perjanjian pengikatan jual beli dan akta kuasa menjual yang dibuat kemudian dengan objek perjanjian yang sama. Untuk mempertanggungjawabkan kesalahannya, NKAA selaku Notaris di Kota Denpasar dijatuhi hukuman pidana penjara selama dua tahun. ......Notary often misuses the authority by committing fraudulent crime in Article 378 of the Criminal Code, so that the Notary can be held criminal liability. From the District Court Verdict Number 174/Pid.B./2018/PN. Dps, three issues were raised, namely the validity of the deed of authority to sell whose object was made in the provisional sale agreement deed and the deed of authority to sell by the Notary, the legal consequences of the underhanded deed of sale and purchase agreement known by the Notary to the sale and purchase agreement deed and the deed of authority to sell made later with the same object of the agreement, and the form of notary responsibility for the deeds known and made before her. The research method used in the writing of this thesis is normative juridical research, which focused on the use of secondary data and the form of research is descriptive analytic research. From the analysis it can be concluded that the validity of the selling deed whose object has been made before the sale and purchase agreement and the deed of sale by the Notary become null and void. Regarding the sale and purchase binding agreement made underhanded, it is known by the Notary that it can have legal consequences for the sale and purchase agreement deed and the power deed of sale made later with the same agreement object. To account for her mistakes, NKAA as a Notary in Denpasar City was sentenced to prison for two years.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lena Valentina Gumay
Abstrak :
ABSTRAK
Lisensi Merek Dagang sebagai salah satu cara perluasan jangkauan usaha dan peningkatan penjualan/pendapatan, konsep, tatacara dan tahappanya masih belum banyak dikuasai pekerja dalam bidang hukum termasuk Notaris. Permasalahan: 1 .Bagaimana ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh penerima lisensi utama untuk memberikan lisensi lanjutan kepada pihak ketiga menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia? 2 . Bagaimana tahapan mengadakan perjanjian atau pemberian lisensi lanjutan kepada pihak ketiga menurut Master License Agreement Michel rsquo;s Patisserie? 3 .Bagaimana peran Notaris dalam pelaksanaan pemberian lisensi lanjutan oleh penerima lisensi utama kepada pihak ketiga?. Dengan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1 . Ketentuan pemberian lisensi terhadap merek dagang kepada pihak ketiga diatur dalam Pasal 42 hingga Pasal 45, Undang Undang Tentang Merek dan Indikasi Geografis Nomor 20 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Syarat dan Tatacara Permohonan Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual. Diwajibkan bahwa Merek dagang harus didaftarkan dan perjanjian lisensi harus dicatatkan kepada DirJen HKI 2 . Tatacara dan tahapan pemberian lisensi lanjutan kepada pihak ketiga menurut Master License Agreement Michel rsquo;s Patisserie adalah dalam perjanjian lisensi utama harus sudah memuat klausula yang memberikan ijin kepada pihak penerima lisensi utama untuk memberikan lisensi lanjutan kepada pihak ketiga; penerima lisensi utama harus sudah memiliki sejumlah gerai yang dioperasikannya sendiri; pencarian dan pemilihan calon penerima lisensi lanjutan; penandatanganan perjanjian lisensi lanjutan; pemilihan lokasi bagi gerai penerima lisensi lanjutan, pelaksanaan ketentuan-ketentuan terkait pemberian lisensi. 3 Sebagai pejabat umum, Notaris dapat melakukan perannya dengan memberikan penyuluhan hukum pelaksanaan perjanjian lisensi.
ABSTRACT
Trademark licensing as means for business expansion and sales increase, is not being fully mastered by legal related personnel including Notary. Problems 1 How are the regulations and conditions required to be fulfilled in order to be able to grant sub license to the third party according to the Indonesian applicable laws 2 How are the steps in the provision of sub license to the third party in accordance to Master License Agreement Michel rsquo s Patisserie 3 How Notary takes role on the execution of sublicense granting from the master licensee to the third party By juridical normative method, it is concluded 1 License granting being regulated in the Article 42 to Article 45 of Laws on Mark and Geographical Indications Number 20 2016 and Minister of Law and Human Rights Regulations of the Republic of Indonesia Number 8 2016 on the Terms and Procedures of the Record Requisition of Intellectual Property Right. Trademark and the license agreement are both mandatory to be registered and recorded by the Directorate General of Intellectual Property Rights. 2 Sublicense granting steps to third party in accordance to Master License Agreement Michel rsquo s Patisserie availability of a clause allowing the master licensee to sublicense to the third party a number of outlets should have been operated by the master licensee himself search and appoint sub licensee identify outlet location for sub licensee implementation of terms and condition in connection with sub license granting. 3 Notary takes his role by providing legal counseling upon the execution of the sublicense agreement.
2017
T48866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sawindri Hidayati
Abstrak :
ABSTRAK
Pelayanan publik dalam hal pelayanan perizinan merupakan kewajiban pemerintah agar masyarakat dapat mengakses pelayanan secara cepat, efektif, efisien, dan transparant. Pemerintah Kota Depok melalui DPMPTSP menyelenggarakan layanan perizinan berbasis online e-license. Layanan ini mengubah proses yang semula manual menjadi berbasis elektronik. E-License membuat masyarakat dapat mengakses permohonan darimanapun mereka berada melalui website atau aplikasi telepon genggam. Pemohon dapat berinteraksi dengan user dari DPMPTSP dan dapat memantau proses alur layanan melalui aplikasi SiMpok. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivis dengan jenis pendekatan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya layanan e-license, struktur organisasi di lingkungan DPMPTSP mampu beradaptasi dan berupaya memenuhi tuntutan masyarakat. Sedangkan dari aspek sumber daya manusia, ditemukan kurangnya e-readyness baik dari pegawai dan pengguna dikarenakan minimnya pengetahuan dan keterbatasan sarana dan prasarana untuk menggunakan layanan. Selain itu, dalam hal interoperabilitas masih belum terhubung dengan semua instansi yang terkait dengan layanan perizinan. Dalam hal kejelasan tampilan website dinilai sudah cukup jelas, namun perlu adanya simulasi yang ditampilkan di dalam aplikasi agar pengguna tidak merasa kebingungan pada saat mengupload berkas.
ABSTRACT
Licensing service is part of the government's commitment to provideservice as quickly, effectively, efficiently, and transparently as possible to thecitizens. The regional government of Depok, through DPMPTSP One stopintegrated capital investment service agency, provides an online based licensingservice e license. This service is basically an evolution from previously manualbasedservice. The e-license service can be accessed through a website or mobile application. An applicant is able to interact with an officer from DPMPTSP andmonitor the whole process through SiMpok application. This thesis is adescriptive research that utilizes post positivist approach to investigate the case study. The research shows that in delivering e-license service, DPMPTSP as astructural agency is capable to adapt and meet the community demands. However, there are evidences that show a lack of e readiness from the officers and users dueto limited knowledge and number of facilities to employ the service. In addition, this e-service still does not support interoperability feature that connects to other agencies related to licensing. While the website is deemed to be fairlyaccommodating, the mobile application needs to provide a simulation so that theusers are able to correctly upload their files.
Depok: Univesitas Indonesia. Fakultas Ilmu Administrasi, 2018
T50667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>