Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anita Nur Ramadhani
"Konversi biomassa lignoselulosa menjadi senyawaan fenolik dan vanillin perlu dioptimasi. Pada studi kali ini, proses konversi senyawa model lignin diphenyl ether (DPE) dan lignin tandan kosong kelapa sawit (TKKS) melibatkan katalis bifungsional untuk mencapai reaksi konversi satu tahap secara simultan pada kondisi reaksi yang mild dengan yield produk yang tinggi. Katalis yang digunakan dalam konversi ini adalah zeolit ​​ZSM-5 hierarki dan turunannya yang terimpregnasi kobalt oksida dan molibdenum oksida. Zeolit ​​​​ZSM-5 disintesis menggunakan prekursor pro-analitik dan prekursor alternatif dari sumber daya alam, yaitu zeolit ​​alam Bayat dan kaolin. Struktur kristal dan sifat fisikokimia katalis ditentukan dengan berbagai teknik karakterisasi seperti XRD, FTIR, SEM-EDX, XRF, SAA dan TPD-NH3. Hasil aktivitas katalitik terhadap substrat DPE menunjukkan yield tertinggi produk fenol sebesar 33.32% dan 31.96% masing-masing pada suhu 250 °C dengan menggunakan katalis Mo/ZSM-5 (s) dan Mo/HZSM-5 (a) sedangkan yield vanilin tertinggi sebesar 7.53% pada 250 °C dan 7.63% pada 200 °C menggunakan Mo/HZSM-5(s) dan Mo/HZSM-5(a), berurutan. Dan terhadap substrat TKKS, yield fenol tertinggi sebesar 22.88% pada suhu 250 °C dan 20.11% pada suhu 200 °C dengan katalis Mo/HZSM-5 (s) dan Mo/HZSM-5 (a), sedangkan untuk yield vanilin tertinggi sebesar 6.91% dan 2.73% masing – masing pada suhu 200 °C dan 250 °C menggunakan katalis Mo/ZSM-5 (s) dan katalis Mo/HZSM-5 (a), secara berurutan. Dari karakter masing – masing katalis, dominasi asam lemah di atas 40% serta ukuran mesoporositas di atas 9 nm menunjukkan aktivitas katalitik terbaik pada reaksi konversi lignin dengan temperatur yang rendah.
......The conversion of lignocellulose biomass to value-added chemicals is challenging. In this research, the conversion process of lignin from Oil Palm Empty Fruit Bunches (OPEFB) and lignin model compound Diphenyl Ether (DPE) to phenolic and vanillin compounds involved a bifunctional catalyst in reaching the simultaneous one-pot reaction in mild conditions with high yield product. The catalysts used in this conversion are hierarchical ZSM-5 zeolites and their cobalt oxide and molybdenum oxide impregnated derivate. The ZSM-5 zeolites were synthesized using pro-analytic precursors and alternative precursors from natural resources, i.e., Indonesian natural zeolite and kaolin. The crystalline structure and catalyst’s physicochemical properties were determined with various characterization methods such as XRD, FTIR, SEM-EDX, XRF, SAA, and NH3-TPD. The catalytic activity on DPE substrates showed the highest phenol product was 33.32% and 31.96% at 250 0C using Mo/ZSM-5 (s) and Mo/HZSM-5 (a), respectively, while the highest yield of vanillin was 7.53 % at 2500C and 7.63% at 2000C using Mo/HZSM-5(s) and Mo/HZSM-5(a), respectively. Furthermore, for OPEFB substrate, the highest phenol yield was 22.88% at 2500C and 20.11% at 2000C with Mo/HZSM-5 (s) and Mo/HZSM-5 (a), while the highest vanillin yield was 6.91%. and 2.73% at 2000C using Mo/ZSM-5 (s) and at 2500C over Mo/HZSM-5 (a), respectively. A study of the correlation between the physicochemical properties and the catalytic activity shows the dominance of weak acid above 40% and mesoporosity size above 9 nm giving the best catalytic activity in low-temperature reactions."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faizatul Falah
"Pemanfaatan beton dan mortar sebagai bahan untuk konstruksi jalan semakin meningkat. Tetapi dalam pelaksanaannya memerlukan waktu pengerasan yang lama sehingga menyebabkan timbulnya masalah diantaranya kemacetan jalan. Untuk itu perlu adanya aditif (bahan tambahan) yang dapat mempersingkat waktu pengerasan mortar.
Bahan berlignoselulosa diantaranya tandan kosong kelapa sawit (tkks) semakin banyak diupayakan sebagai bahan baku bioetanol generasi kedua. Pretreatment bahan berlignoselulosa untuk memisahkan lignin dari selulosa dan hemiselulosa dapat dilakukan dengan menggunakan basa, asam encer atau steam explosion. Lignin yang terkandung dalam bahan akan dibuang sebagai limbah cair setelah pretreatment. Upaya pemanfaatan lignin menjadi produk bernilai tambah perlu dilakukan untuk meminimalisasi limbah karena lignin sulit terdegradasi dalam kondisi anaerob dan mengurangi biaya produksi. Salah satu cara pemanfaatan lignin adalah sebagai additive (zat tambahan) yang berfungsi sebagai plasticizer dan water reducer pada pembuatan mortar dan beton.
Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan limbah lignin dari pretreatment bioetanol dari tandan kosong kelapa sawit (tkks) sebagai bahan tambahan (additive) pada adukan semen (mortar). Aditif dapat diperoleh dengan cara mengisolasi lignin tersebut pada berbagai konsentrasi dan suhu. Isolat lignin yang dihasilkan dari limbah bietanol digunakan sebagai admixture pada mortar sebagai pengurang air (water reducer). Adukan semen (mortar) yang dihasilkan diuji berdasarkan SNI 03-1972-1990 dan 03-1974-1990. Lignin dari tkks ternyata dapat digunakan sebagai water reducer pada adukan semen dengan peningkatan workability sebanyak 24,4% dibanding kontrol.
Penambahan lignin dari tkks dapat meningkatkan kuat tekan dari mortar pada usia mortar 7 dan 28 hari dibandingkan mortar dengan lignosulfonat komersial dan kontrol pada berbagai faktor air semen. Waktu pengerasan mortar dengan aditif dari lignin meningkat secara cepat yaitu mencapai hingga 80% pada usia mortar 7 hari sehingga waktu curing yang dibutuhkan lebih singkat. Peningkatan kuat tekan tertinggi dengan nilai slump yang baik diperoleh pada penambahan 1% lignin dan faktor air semen 0,45 dengan nilai slump 112mm dan kuat tekan 7 hari 27,88 N/mm2 serta 38,81 N/mm2 pada umur mortar 28 hari, sehingga memenuhi standar beton mutu tinggi.
......The use of concrete and mortar as a material for road construction is increasing, but its implementation requires a long time of concrete hardening, causing problems such as traffic jams. An additive that can shorten the time of hardening of mortar is needed to reduce such problems.
Utilization of lignocellulose as bioethanol raw materials has been increasing. Empty palm fruit bunch (epfb) are among of them. The lignocellulosic materials should undergo some pretreatment process to separate lignin from cellulose and hemicellulose, this could be done by using alkaline solution, acid solution or steam explosion Efforts to use lignin into value added products needs to be done to minimize waste due to lignin degradation in anaerobic conditions is difficult and to reduce production costs. One way to utilize lignin is as an additive that serves as a plasticizer and water reducer in the manufacture of mortar and concrete.
This study aims to utilize the waste lignin from bioethanol pretreatment from oil palm empty fruit bunches (epfb) as a mortar additive. Additives can be obtained by isolating lignin at various concentrations and temperatures. Isolates produced from waste lignin were then used as an admixture in mortar as a water reducer. The mortars generated were then tested based on SNI 03-1972-1990 and 03-1974-1990. Lignin from epfb can be used as a water reducer in mortar with improved workability as much as 24.4% compared to controls.
The addition of lignin from epfb could also increase the compressive strength of mortar at the age of 7 and 28 day mortar compared to commercial lignosulfonate and control on the various water cement ratio. Setting time of mortar with additives of lignin increased rapidly, reaching up to 80% at the age of 7 days so that mortar curing time required is shorter. The highest improvement of compressive strength with suitable workabiliy was reached by 1% lignin addition and 0,45 water cement ratio with 112mm of flow and compressive strength 27,88 N/mm2 at 7 days and 38,81 N/mm2 at 28 days, suitable for high quality concrete."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2012
T30498
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Bagas Wardhana
"Sabut kelapa merupakan salah satu sumber biomassa lignoselulosa yang melimpah di alam dan sering digunakan dalam penelitian pembakaran membara. Biomassa lignoselulosa lainnya yang sering digunakan dalam penelitian termasuk tanah gambut, kertas, tembakau, jerami, dan batu bara. Penelitian sebelumnya di Laboratorium Termodinamika, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, telah mengkaji pembakaran membara pada tanah gambut. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pembakaran membara pada biomassa lignoselulosa lainnya, khususnya sabut kelapa. Eksperimen dilakukan dengan membakar sampel sabut kelapa menggunakan variasi daya 5 watt, 10 watt, 15 watt, 20 watt, 25 watt, dan 30 watt untuk mengetahui daya yang dibutuhkan agar sabut kelapa mulai terbakar. Hasil menunjukkan bahwa sabut kelapa mulai terbakar pada daya lebih dari 25 watt. Untuk variasi tambahan, dilakukan pengujian dengan daya 60 watt dan 80 watt. Hasil percobaan menunjukkan perbedaan signifikan dalam hal jumlah emisi dan waktu pembakaran. Pengujian menunjukkan bahwa laju pengurangan massa sebanding dengan waktu proses pembakaran dan jumlah emisi yang dihasilkan. Pada daya 30 watt, rata-rata laju persebaran kebakaran lebih kecil dibandingkan dengan daya 60 watt dan 80 watt. Emisi partikulat yang dihasilkan pada daya 30 watt juga lebih rendah dibandingkan dengan daya yang lebih tinggi. Grafik karbon monoksida (CO) dan oksigen (O2) menunjukkan bahwa ketika kadar oksigen menurun, kadar karbon monoksida meningkat. Penelitian ini memberikan wawasan tentang karakteristik pembakaran membara sabut kelapa dan pentingnya memahami energi penyulutan serta kandungan emisi yang dihasilkan. Hasil ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lanjutan dan pengembangan teknologi pengelolaan limbah biomassa lignoselulosa.
......Coconut fiber is one of the sources of lignocellulosic biomass that is abundant in nature and is often used in smoldering combustion research. Other lignocellulosic biomass frequently used in research include peat, paper, tobacco, straw, and coal. Previous research at the Thermodynamics Laboratory, Faculty of Engineering, University of Indonesia, has studied smoldering combustion in peat soil. Therefore, this research aims to examine smoldering combustion of other lignocellulosic biomass, especially coconut fiber. Experiments were carried out by burning samples of coconut fiber using variations in power of 5 watts, 10 watts, 15 watts, 20 watts, 25 watts and 30 watts to determine the power needed for the coconut fiber to start burning. The results show that coconut fiber starts to burn at a power of more than 25 watts. For additional variations, tests were carried out with 60 watts and 80 watts of power. The experimental results show significant differences in the amount of emissions and combustion time. Tests show that the rate of mass reduction is proportional to the combustion process time and the amount of emissions produced. At 30 watts of power, the average rate of fire spread is smaller than at 60 watts and 80 watts. Particulate emissions produced at 30 watts of power are also lower compared to higher powers. The carbon monoxide (CO) and oxygen (O2) graph shows that as oxygen levels decrease, carbon monoxide levels increase. This research provides insight into the characteristics of smoldering coconut fiber and the importance of understanding the ignition energy and the resulting emissions content. These results can be used as a reference for further research and development of lignocellulosic biomass waste management technology."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mousdale, David M.
Boca Raton: CRC Press, Taylor & Francis Group, 2008
662.669 2 MOU b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library