Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Darry Abbiyyu
"

Penelitian ini membahas mengenai loyalitas dan peran kepala desa serta botoh sebagai broker politik pada kemenangan Syahri Mulyo-Maryoto Birowo di Pilkada Kabupaten Tulungagung tahun 2018. Beberapa studi menjelaskan sebuah kelaziman bahwa seorang kandidat menggunakan jasa broker politik sebagai bagian dari strategi pemenangan pada pilkada di Indonesia (misalnya Aspinall 2014 ; Aspinall dan As`ad 2015 ; Tawakkal dan Garner 2017 ; dan Darwin 2017). Beberapa penulis seperti Tawakall dan Garner (2017) dan Aspinall dan As`ad (2015) masih melihat masalah itu dari satu aspek bahasan seperti klientelisme. Dengan menggunakan metode kualitatif yaitu dengan studi pustaka dan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam. Saya beragumen bahwa kemenangan Syahri Mulyo-Maryoto Birowo tidak dapat dilepaskan dari penggunaan kepala desa dan botoh sebagai broker politik karena posisi yang tidak menguntungkan dari kandidat disebabkan jumlah koalisi partai pengusung sedikit dan ditetapkannya Syahri Mulyo sebagai tersangka oleh KPK menjelang hari pemilihan. Penelitian ini bertujuan untuk membahas loyalitas broker politik kepada kandidat meskipun dalam posisi yang tidak menguntungkan dan peran broker dalam bagian strategi pemenangan kandidat. saya berpendapat bahwa loyalitas broker politik terhadap kandidat terjadi karena adanya kedekatan personal yakni jaringan kekerabatan dan juga sebagai bagian dari balas budi antara broker politik terhadap kandidat yang selama ini dianggap memiliki jasa kepada kepala desa dan botoh selain itu juga ada kedekatan emosional antara kandidat dengan broker politik menimbulkan semangat untuk memenangkan kandidat yang dalam istilah lokal disebut banteng ketaton karena ada anggapan bahwa kandidat merupakan korban politik setelah ditetapkan tersangka oleh KPK. Kemudian sebagai strategi pemenangannya kepala desa dan botoh sebagai broker politik ini memiliki tiga peranan yaitu berperan mempropaganda masyarakat mengenai kelebihan kandidat dan kekurangan kompetitor, melakukan mobilisasi massa, serta pembelian suara.


This study discusses the loyalty and role of the village head and botoh  as a political broker in the victory of Syahri Mulyo-Maryoto Birowo in Tulungagung Local Election in 2018. Several studies explain the prevalence that a candidate uses the services of a political broker as part of the local election strategy in Indonesia ( for example Aspinall 2014; Aspinall and As`ad 2015; Tawakkal and Garner 2017; and Darwin 2017). Some writers such as Tawakall and Garner (2017) and Aspinall and As`ad (2015) still see the problem from one aspect of discussion such as clientelism. By using qualitative methods, namely by literature study and collecting data through in-depth interviews. I argued that the victory of Syahri Mulyo-Maryoto Birowo could not be separated from the use of the village head and botoh as a political broker because the unfavorable position of the candidate was due to the number of coalition party bearers and the stipulation of Syahri Mulyo as a suspect by the KPK before election day. This study aims to discuss the loyalty of political brokers to candidates even in unfavorable positions and the role of brokers in the part of the candidate winning strategy. I argue that the loyalty of political brokers to candidates occurs because of personal closeness, namely kinship networks and also as part of reciprocity between political brokers to candidates who have been considered to have services to village heads and botoh are also in addition to emotional closeness between candidates and political brokers. provoked enthusiasm to win candidates who in local terms were called banteng ketaton because there was an assumption that candidates were political victims after the KPK had named the suspect. Then as a strategy for winning the village head and body as a political broker this has three roles, namely the role of propagating the community regarding the advantages of candidates and lack of competitors, mass mobilization and vote buying.

 

"
2019
T53056
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Sulistyani
"

Tesis ini dilatarbelakangi oleh menangnya tersangka korupsi pada pilkada kabupaten Tulungagung tahun 2018. Jika di negara lain seperti Amerika, Meksiko, dan Spanyol kandidat dengan status tersangka korupsi akan berdampak negatif terhadap kandidat itu sendiri seperti penurunan suara atau rakyat akan menghukum dengan tidak memilihnya, namun hal tersebut tidak terjadi di Tulungagung. Penelitian ini akan menguji faktor kualitas dan kinerja kandidat tersangka korupsi dalam mempengaruhi perilaku memilih masyarakat pada pilkada Tulungagung tahun 2018. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori perilaku memilih, khususnya pendekatan psikologis dan rational choice. Metode yang digunakan yaitu metode kuantitatif dengan desain deskriptif dan inferensial, dengan jumlah sampel sebanyak 400 responden, tingkat kepercayaan 95% dan Margin of Error (MoE) 5%. Temuan di lapangan memperlihatkan bahwa; (1) status korupsi Syahri Mulyo tidak mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Tulungagung, yaitu hanya 1.1%; (2) tingkat popularitas, figur kandidat, dan kualitas kandidat dalam faktor kandidat mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Tulungagung, namun figur kandidat paling berpengaruh yaitu sebanyak 31.0%; (3) masyarakat Tulungagung tidak rasional dalam menentukan pilihan politiknya saat pilkada atau Downs menyebutnya dengan “limited rational”; dan (4) Faktor eksternal yaitu adanya peran patronase dan klientelisme dalam  mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Tulungagung. Implikasi teoritis menunjukkan bahwa studi perilaku memilih khususnya pendekatan psikologis dan rational choice masih relevan digunakan dalam kasus pilkada kabupaten Tulungagung tahun 2018.

 


The background of conducting this research is the winning-phenomenon of corruption suspect in Tulungagung local election 2018. While the candidates who become corruption suspect in other countries like, United States of America, Mexico, and Spain will obtain a negative impact of their carrier and be punished by society with do not vote them, this circumtances do not occurred in Tulungagung. This study will exemine factor of quality and candidate performance with corruption suspect status in affecting voting behaviour people in Tulungagung local election 2018. This study is using the theory of voting behavior, particularly rational choice approach. The method used is a quantitative method with descriptive and inferential design, with a total sample of 400 respondents, a confidence level of 95% and a Margin of Error (MoE) of 5%. Evidence as the result of research shows that; (1) the corruption status of Syahri Mulyo does not affect the people's voting behavior in Tulungagung, which is only 1.1%; (2) candidate factors such us level of popularity, candidate figure, and quality of candidates influence voting behavior the people of Tulungagung. By 31.0%, candidate figure is the most influential factor; (3) the Tulungagung society is irrational in determining their political choices when the elections, Downs call it "limited rational"; and (4) There were some external factors which influence the voting behaviour the people of Tulungagung called the role of patronage and clientelism. The theoretical implication shows that the psychology and rational choice approach can be applied in the case of Tulungagung local elections in 2018.

 

"
2019
T54356
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aditya Pradana
"Proses perebutan kekuasaan di tingkat lokal sering kali membentuk rivalitas antar elite yang bersaing. Namun, elite tidaklah selalu menjadi rival. Adakalanya para elite yang sebelumnya merupakan rival kini bekerjasama demi meraih tujuannya masing-masing. Hal ini tergambar dari penelitian ini yang melihat rivalitas dan kerjasama antara Khofifah Indar Parawansa dengan Soekarwo pada Pemilihan Gubernur Provinsi Jawa Timur tahun 2008, 2013 dan 2018. Dengan menggunakan metode kualitatif serta teori Higley & Burton (2006), penelitian ini memperlihatkan perubahan dari elite. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teori dari Best (2010) dan Higley (1991) untuk menjelaskan faktor-faktor mengapa elite dapat berkonsensus

The power struggle at the local level often creates rivalries between competing elites. However, the elite are not always rivals. Sometimes the elites who were previously rivals now work together to achieve their respective goals. This is illustrated by this research which looks at the rivalry and cooperation between Khofifah Indar Parawansa and Soekarwo in the Election of Governor and Vice Governor of East Java Province in 2008, 2013 and 2018. Using qualitative methods and the theory of Higley & Burton (2006), this study shows changes from the elite. In addition, this study also uses the theory of Best (2010) and Higley (1991) to explain the factors why elites can be a consensus."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Arum Nawang Wungu
"Tesis ini bertujuan untuk melihat bagaimana modal sosial dimanfaatkan dalam proses pemilihan calon gubernur perempuan di Pilkada 2018. Subjek penelitian adalah Karolin Margret Natassa calon gubernur Kalimantan Barat dan Khofifah Indar Parawansa di Jawa Timur. Fenomena ini perlu dikaji secara mendalam melalui paradigma konstruktif, untuk mengetahui bagaimana kedua perempuan ini membentuk dan menggunakan modal sosialnya untuk bisa menang sebagai gubernur, posisi yang jarang diisi perempuan sejak era Pilkada dimulai. Analisis modal sosial ditempatkan pada tingkat mikro (individu) dalam dimensi struktural (jaringan) menggunakan teori Modal Sosial Pierre Bourdieu dan Robert Putnam. Penelitian ini juga ingin mengidentifikasi jalur politik seperti apa yang membawa perempuan ke dalam kontestasi politik, dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi pola instrumentalisasi modal sosial mereka. Prosedur penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dimana pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan kunci dan informan kunci. Temuan ini semakin diperdalam dengan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Karolin dan Khofifah memiliki jenis ikatan jejaring sosial yang berbeda dalam proses pemberdayaan modal sosialnya. Karolin merupakan tipe Bonding (dengan karakter keterikatan dan fokus pada penguatan intenal), sementara Khofifah merupakan tipe Bridging dan Linking, dimana kepercayaan yang diperoleh (earned trust) dipergunakan sebagai basis modal sosial yang berfungsi menjembatani kepentingan antar kelompok untuk kemudian diaktifkan sebagai instrumen menuju kepentingan pribadi. Hasil penelitian juga berhasil mengidentifikasi Karolin sebagai politisi dari jalur elit dan Khofifah sebagai politisi dari jalur akar rumput

This thesis aims to see how social capital is utilized in the process of selecting female gubernatorial candidates in the 2018 election. The research subjects were Karolin Margret Natassa of West Kalimantan and Khofifah Indar Parawansa of East Java. This phenomenon needs to be studied through a constructive paradigm, to find out how these two women formed and used their social capital to win as governors, a position that has rarely been filled by women since the direct local election era began. A social capital analysis is placed at the micro (individual) level in the structural (network) dimension using the Social Capital theory of Pierre Bourdieu and Robert Putnam. This research also wanting to identifies what kind of political pathways lead women into political contestation, and how it can affect the instrumentalization pattern of their social capital. The research procedure was carried out using qualitative methods where data collection was carried out through in-depth interviews with key informants and then deepened by literature studies. The results showed that Karolin and Khofifah have different types of social network ties in the process of utilizing their social capital. Karolin is a Bonding type (Same identity with strong ties characteristic and more focusing on internal traits), while Khofifah is a Bridging and Linking type, where the earned trust is used to bridge the interests of groups and later to be activated as a ladder to her political interests. The results of the study also identified Karolin as a politician from the elite route and Khofifah as a politician from the grassroots route"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library