Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ismi Khomsatun
Abstrak :
Penelitian ini didasarkan pada data yang diperoleh dari institusi Pemerintah, lembaga kredit, Biro Pusat Statistik (BPS) dan lembar pertanyaan yang berhubungan dengan nelayan kecil di wilayah Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya pendapatan nelayan serta mengetahui peran pemerintah dalam rangka meningkatkan pendapatan nelayan sehingga profesi ini tetap eksis di Surabaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, data penelitian yang digunakan adalah mengumpulkan informasi melalui lembar pertanyaan (questioner) dan analisa berdasarkan teori yang relevan. Dari penelitian yang dilakukan, hasil yang didapatkan adalah bahwa ada beberapa faktor yang menjadi penyebab rendahnya pendapatan nelayan sementara intervensi pemerintah seringkali tidak sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh nelayan tersebut. Bisa dikatakan bahwa campur tangan pemerintah tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan nelayan. Hal ini dikarenakan untuk menentukan faktor rendahnya pendapatan nelayan juga tidak mudah. Nelayan sering mengalami ketidakpastian pendapatan karena faktor luar seperti iklim, cuaca, bencana alam, penyakit ikan dan ketergantungan nelayan terhadap institusi keuangan yang menerapkan bunga tinggi, anggota keluarga yang besar, daya tawar nelayan yang rendah. Sementara faktor dari dalam adalah rendahnya ketrampilan dan pendidikan. Hal tersebut menjadikan nelayan sangat sulit untuk keluar dari permasalahannya. Sehingga bantuan serta perhatian pemerintah dan organisasi lain diharapkan ikut membantu melepaskan nelayan dari kemiskinan. Kemudahan akses ke aset-aset pemerintah adalah penting untuk membantu nelayan untuk lebih berdaya dan mencoba meningkatkan pendapatannya. Aset memiliki peran yang cukup penting karena bisa meningkatkan produktivitas yang selanjutnya bisa membantu meningkatkan pendapatan mereka. Dalam penelitian ini pemerintah turut campur dalam pemberian kemudahan akses ke berapa aset untuk dimanfaatkan oleh nelayan. Tujuan lainnya dengan adanya aset tersebut, nelayan bisa keluar dari zona kemiskinan.agar tepat sasaran, pemerintah harus mengetahui permasalahn yang sebenarnya yang dihadapi oleh nelayan tersebut. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kemampuan nelayan mempertahankan dan mengatur harga ikan di pasaran menjadi penyebab utama rendahnya pendapatan nelayan disamping penyebab lain yang turut berperan dalam rendahnya pendapatan nelayan. Sehingga penelitian ini memberikan rekomendasi untuk melakukan survey untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik tentang penyebab utama rendahnya pendapatan nelayan. Penggabungan metode kualitatif melaui survey dan wawancara langsung adalah metode yang lebih baik untuk mendapatkan gambaran yang lebih tepat. ......This study based on the data were collected from the Government institution, credit institution, statistical bureau and question sheet from the small scale fishing community in Surabaya, this study examines the determinants factors of low level income of the fisher and investigate whether intervention of government help poor fisher increase their income and come with their problem in order to sustain their livelihood. For gain this purpose, this study use data collected and information through questoion sheet and analyzed using relevant theories. Result shows that several factor determined the low level income of fishers and the government interventions are not matching with the fishers problem. On the another words, the intervention could not help fisher to generate their income significantly. The determinant factors of low level income fisher is very complicated. Poor fishers are not only face problem from the outside factors such as natural disaster, climate change, fish diseases, dependency on high interest private debt,large family member, weak bargaining power but also from the inside such as low level of skill and education. Escaping from all the problems is difficult for the poor fishers, attention from the government and another organization is needed by them to escape from the poverty and sustain their livelihood. Easier of getting access to assets from the community organization or government is important for the fisher to try improve their ability and open chances for them to empower themselves. Assets is the main important thing especially for the poor fisher because commonly they lack n accessing asset. Assets also the most important things in sustainable livelihood. In this study, government gave support on several assets which are aimed to help poor fisher increasing their income by increasing productivity and opening opportunity to diversify their livelihood. Some of the interventions provided by government can lead them to increase their income, in another side, the interventions also give opportunity to pull them in to deeper poverty. To get better and positive impact on those interventions, governent should have more understanding on the determinant factors which are caused fisher’s problem. Ths study argue that ability to set the fish price and get better bargaining power in the market seem the strongest reason of the fisher’s low level income problems. Even though many factors also take part on that situation. Finally, this study suggest to do survey for get better understanding on fisher main problems, so combining qualitative method through survey and in depth interview may will give more precise figure of fisher conditions.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwitasari Darmaputri
Abstrak :
Latar Belakang: Luka kaki diabetes merupakan masalah paling umum pada penyandang DM. Tanpa perawatan yang tepat, luka dapat mengakibatkan infeksi, amputasi atau kematian. Tingkat mortalitas 3 tahun setelah amputasi akibat luka diabetes tidak banyak berubah dalam 30 tahun terakhir, walaupun dengan kemajuan medis dan pembedahan. LLLT merupakan salah satu terapi adjuvan yang dapat mempercepat penyembuhan luka kronis seperti luka diabetes, namun belum ada pedoman yang pasti mengenai dosis LLLT. Hingga saat ini, belum ada penelitian di Indonesia yang membandingkan densitas energi terhadap penyembuhan luka diabetes. Tujuan: Mengetahui perbedaan efektivitas penyembuhan luka kaki diabetes dengan kedua densitas energi. Metode: Penelitian ini adalah studi eksperimental dengan 28 subjek dengan luka kaki diabetes yang dirandomisasi. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif. Kelompok A mendapat perawatan luka rutin dan LLLT 5 J/cm2. Kelompok B mendapat perawatan luka rutin dan LLLT 10 J/cm2. Intervensi dilakukan selama 4 minggu, dengan frekuensi 2x/minggu. Penilaian yang diambil adalah selisih ukuran luka dan kecepatan penyembuhan luka setiap minggu. Hasil: Selisih ukuran luka setelah intervensi 4 minggu antara kelompok A dan kelompok B adalah 4.15 mm2 dan 7.5 mm2 (p=0.178). Total kecepatan pemulihan luka pada kelompok A dan kelompok B adalah 4.15 (-10-34.5) mm2/4 minggu and 7.5 (-2.8-34) mm2/4 minggu (p=0.168). Kesimpulan: Pemberian LLLT dengan 5 J/cm2 maupun 10 J/cm2 tidak memberikan efek yang berbeda bermakna secara statistik terhadap penyembuhan luka kaki diabetes.
Background: Diabetic foot ulcer is one of the most common complications in DM patients. Without proper management, the ulcer may lead to infection, amputation or even death. Three-year mortality rate after the amputation due to diabetic ulcer has not changed much for the last thirty years, despite the advancement in medical and surgical aspects. LLLT is one of the adjuvant therapies that are used to enhance healing of chronic wound, such as diabetic ulcer, however there is no established guideline for LLLT dosage. Thus far, there has been no research conducted in Indonesia comparing the energy density of LLLT on diabetic foot ulcer healing. Aim: To compare the effectiveness between two energy densities in diabetic foot ulcer healing. Method: This research is an experimental study on 28 randomized subjects with diabetic foot ulcer. Sampling was done consecutively. Group A received standard treatment of ulcer and LLLT 5 J/cm2. Group B received standard treatment of ulcer and LLLT 10 J/cm2. Intervention was carried out twice a week for 4 weeks. The outcomes are wound size and healing rate every week. Result: The difference of wound size between group A and group B after 4 weeks were 4.15 mm2 and 7.5 mm2 (p=0.178). The healing rate of group A and group B were 4.15 (-10-34.5) mm2/4 weeks and 7.5 (-2.8-34) mm2/4 weeks (p=0.168). Conclusion: There was no statistically significant difference between group receiving LLLT 5 J/cm2 or 10 J/cm2 in diabetic foot ulcer healing.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library