Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Gusti Ngurah Widyawati
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian peran n-acetlylcsteine (NAC) dosis tinggi jangka pendek pada perubahan klinis dan kadar protein C-reaktif (CRP) penderita penyakit paru obstruksi kronik eksaserbasi akut di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain completely randomized experiment. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran n-acetylcysteine dosis tinggi jangka pendek terhadap perubahan kiinis dan nilai CRP penderita PPOK eksaserbasi akut. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua penderita PPOK eksaserbasi akut tanpa disertai gagal jantung, penyakit hepar, batu ginjal dan gagal ginjal, kanker paru, infeksi di Iuar saluran pernapasan, diabetes melitus dan pemakai kortikosteroid oral. Semua penderita dinilai skala klinis dan CRP sebelum dan 5 hari setelah periakuan. Penilaian skala klinis berupa kesulitan mengeluarkan dahak dan auskultasi paw. Pemeriksaan nilai CRP menggunakan metode kuantitatif high sensity CRP. Subyek penelitian berjumlah 42 orang, secara random dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol, NAG 600 mg dan NAC 1200 mg, masing-masing kelompok terdiri dari 14 orang. Semua subyek penelitian mendapatkan terapi standar berupa aminofilin drip, cefotaxim 1 gram 1 12 jam IV, metilprednisoion 62,5 mg 1 8 jam IV, nebulizer ipratropium bromida 4x20 µg/hari dan fenoterol 4x200 µg/hari. Penelitian diikuti selama 5 hari dan tiap hari dinilai skala klinis. Data yang diperoleh dianalisis uji beda dengan ANOVA dan uji korelasi dengan uji pearson, dikatakan bermakna bila p < 0,05. Hasil penelitian didapatkan perbedaan penurunan skala klinis antara kelompok kontrol dengan NAC 600 mg 1,21 (p=0,001), kelompok kontrol dengan NAC 1200 mg 3,71 (p=0,000), dan kelompok NAC 600 mg dengan NAC 1200 mg 2,50 (p=000). Perbedaan penurunan rata-rata kadar CRP antara kelompok kontrol dengan NAC 600 mg 16,93 (p=0,266), kelompok kontrol dengan NAC 1200 mg -14,97 (p=0,39). Lama perawatan di rumah sakit kelompok kontrol adalah 6-14 hari, rata-rata 7 hari (SD 2,287), kelompok NAC 600 6-12 hari, rata-rata 6,71 hari (SD 1,637) dan kelompok NAC 1200 6-10 hari, rata-rata 6,50 hari (SD 1,160). Uji korelasi antara kadar CRP dengan hitung leukosit didapatkan korelasi sedang dan bermakna. (r=0,402; p=0,08), dan korelasi antara kadar CRP dan hitung jenis neutrofil adalah korelasi sedang dan bermakna. (r-0,423; p=0,05). Hasil penelitian di atas menunjukkan perbedaan skala klinis lebih besar pada penderita PPOK eksaserbasi akut dengan pemberian NAC dosis tinggi jangka pendek dibandingan tanpa pemberian NAC. Perbedaan nilai CRP tidak lebih besar pada penderita PPOK eksaserbasi akut dengan pemberian NAC dosis tinggi jangka pendek dibanding tanpa pemberian NAC. Perbedaan skala klinis lebih besar pada penderita PPOK eksaserbasi akut dengan pemberian NAC dosis tinggi jangka pendek dibanding dengan pemberian NAC dosis lazim. Perbedaan nilai CRP tidak lebih besar pada penderita PPOK eksaserbasi akut dengan pemberian NAC dosis tinggi jangka pendek dibanding dengan pemberian NAC dosis lazim. Kesimpulan penelitian adalah pemberian NAC dosis tinggi jangka pendek dapat memberikan perbaikan klinis pada penderita PPOK eksaserbasi akut, tetapi tidak terdapat perubahan nilai CRP yang bermakna.
Chronic obstructive pulmonary disease (COPD) is an obstructive airway disorder characterized by slowly progressive and irreversible or only partially reversible. Oxidative stress is increased in patients with COPD, particularly during exacerbations and reactive oxygen species contribute to its path physiology. These suggest that antioxidants may be use in the treatment of COPD. Other studies have shown that nacetylcysteine (NAC) has antioxidant and antiinflamatory properties. In vitro, NAC inhibit neutrophil chemotaxis, interleukin (1L)-8 secretion and other pro-inflammatory mediators such as the transcription nuclear factor (NF)-izB, which is directly correlated with the production of the systemic inflammatory marker C-reactive protein (CRP). The aim of this study was to evaluate the role of high dose-short course n-acetylcysteine in clinical improvement and C - reactive protein's patients with exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease. Forty two patients exacerbations of COPD participated in this study. The subjects were randomly assigned, divided by three treatment groups: placebo (n=14), NAC 600 mg/day (n=14) and NAC 1200 mg/day (n=14). Concomintant use of inhaled B2-agonist and anticholinergics, aminophylline drip, cefotaxim 1g/12h, methylprednisolon 62,5mg/8h were permitted during the study, while the use of antitussive and mucolitic were prohibited. Clinical symptoms were scored on 2-point scales, difficulty of expectoration and auscultation breath sound. CRP level are determined by high sensitivity C-reactive protein (HS-CRP). All measurements would be taken in baseline and were repeated after 5 days. The results of this study showed that clinical outcomes were improved significantly in patients treated with NAC compared to placebo and clinical outcome of patients treated with NAC 1200 mg/day were more frequently significant than treated with NAC 600 mg/day. There was no significantly reduction in CRP level. The conclusion was treatment with high dose short course NAC improving clinical outcomes in patients exacerbations of COPD.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18029
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Arifin Nawas
Abstrak :
Berdasarkan SK Menkes Nomer : 552/Menkes/SK/VI/1994, dimana dalam misi khusus RSUP Persahabatan ditetapkan sebagai Pusat Rujukan Nasional untuk Penyakit Paru. Pelayanan penyakit paru di RSUP Persahabatan sudah dimulai sejak awal berdirinya yaitu pada tahun 1965, pada masa itu masih ada dokter dan para medis Rusia. Kemudian RSUP Persahabatan berkembang menjadi RS Umum kelas B pedidikan, dimana dimulainya pendidikan dokter spesialis paru dan juga bedah paru dilakukan baik untuk pasien yang berasal dari Jakarta, maupun dan luar Jakarta. Apakah RSUP Persahabatan dengan melaksanakan pelayanan rujukan paru ini, sudah menggambarkan sebagai Pusat Rujukan Nasional Penyakit Paru, maka dilakukan penelitian ini. Masalah yang diteliti yaitu kompetensi teknis berupa kemampuan sumber daya manusia, sarana dan fasilitas, kemudian kemampuan manajerial dan tata laksana. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, pengumpulan data dengan wawancara dan data sekunder pada saat ini. Hasil yang diperoleh adalah RSUP Persahabatan mempunyai kompetensi sumber daya yang cukup untuk pelaksanaan Pelayanan Rujukan Nasional Penyakit Paru, sarana dan fasilitas cukup tersedia, kompetensi manajerial dan tata laksana, cukup baik, hanya pemasaran perlu ditingkatkan. Kesimpulan : RSUP persahabatan cukup kompeten sebagai Pusat Rujukan Nasional untuk Penyakit Paru. Saran : Peningkatan kualitas SDM dan pembinaan jaringan rujukan, serta meningkatkan pelayanan pemasaran. ...... Ministry of Health has decided, through his authoritative letter No. 552/ Menkes/SK/VI/1994, Persahabatan General hospital as the National Hospital for lung disease. Persahabatan General Hospital offered services for lung disease since its first operation in 1965 when there were still some Russian paramedic and doctors. The Hospital then was developed as a general Teaching Hospital lass B. The pulmonology and Thoracic Surgery department starting specialist program and rendering services not only for patients from Jakarta but also from the other regions. This study was conducted to ensure whether the Persahabatan Hospital cold play its role or not, as the national referral hospital for lung diseases. The study was focused on technical competence, such as human resources development, facilities, and managerial skill. The method used was qualitative descriptive based an data collected through interview and currently secondary data. The result was that Persahabatan General Hospital had sufficient human resources in rendering services for performing the national top referral hospital for lung diseases as well as facilities and managerial skill, but the marketing still needed some improvement. Conclusion : Persahabatan General Hospital was competent as the national top referral hospital for lung diseases. Recommendation : The quality of human resources due the fast changes in technology, referral network, and marketing still need some improvement.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrawati Sugianto
Abstrak :
Tujuan. Banyak pabrik di Indonesia yang mempunyai pajanan silika tinggi seperti pabrik keramik dan pabrik semen, namun belum ada penelitian mengenai penyakit gangguan restriktif pada pekerja akibat pajanan silika. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui prevalensi penyakit gangguan paru restriktif pada pekerja laki laki. Metode. Desain penelitian ini adalah cross sectional ,data diambil dari data sekunder bagian batching plant, furnace, cutting line, dan administrasi yang dilakukan pemeriksaan tahun 2003.. Hasil. Dari 449 data, didapatkan prevalensi gangguan pare restriktif pada pekerja PT. X tahun 2003 adalah 48,8%. Hubungan antara gangguan paru restriktif dengan pajanan silika bermakna (p= 0,024). Masa kerja Para pekerja sebagian besar adalah kurang dan 10 tahun (90,6%). Tidak ada hubungan bermakna antara gangguan paru restriktif dengan penggunaan APD, pajanan organofosfat dan merokok. Kesimpulan. Prevalensi gangguan paru restriktif akibat pajanan debu silika terbukti pada pekerja PT. X. sebesar 48,8% pada tahun 2003.
Prevalence Restrictive Lung Disorders Manufacturing Man Workers in PT. X at Cikarang.Objective of study. Many factories in Indonesia have a high exposure of silica such as cement and ceramic factories, which could cause restrictive pulmonary disease. Until now, no evidence has proved that the restrictive pulmonary disease raised among many workers, was caused by exposure of silica. Objective of study is to find out the prevalence of the restrictive pulmonary disease for man's worker, focusing on the exposure of silica. Method. The design of this study is cross sectional. Subject of the study was secondary data chosen from the employees. The subject were selected from the hatching plant department, the furnace department, the cutting line and the administrative department, which was the high exposure environment and mild exposure. The employees was examined in 2003. Result. Of total 449 data, the prevalence of restrictive pulmonary disease is 48.8%. Most of the employees have the duration of work less than 10 years. Correlation between restrictive pulmonary disease and silica exposure was significant (p = 0,024). Correlation between restrictive pulmonary disease and other related factors such as: use of personal protective equipment, organophosphate exposure, and smoking is also not significant. Conclusion. Prevalence of the restrictive pulmonary disease 48.8% in PT.X. on 2003.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T 13634
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library