Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dheeva Noorshintaningsih
"Usia subur merupakan usia yang paling penting dalam reproduksi perempuan. Usia subur berkisar 15 tahun hingga 46 tahun. Usia memiliki pengaruh terhadap sekresi GnRH, pada saat perempuan menempuh dekade ketiga dan keempat folikel akan mengalami penurunan sehingga sekresi GnRH juga akan terpengaruh, namun menjelang menopause sekresi GnRH akan meningkat karena folikel sudah tidak ada lagi dan tidak akan yang memberikan umpan balik negatif kepada GnRH, maka itu sekresi GnRH pada orang menopause tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar LH berdasarkan perempuan dengan usia subur yang mengalami gangguan menstruasi. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional analitik, dalam penelitian ini terdapat 74 perempuan usia subur (15-45 tahun) yang mengalami gangguan menstruasi yang terlibat. Data pada penelitian didapatkan dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari hasil pemeriksaan laboratorium dan kuesioner SCL-90 pada penelitian ?Peranan Adiponektin terhadap Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan Hubungannya dengan Faktor Genetik, Endokrin, dan Metabolik?. Data pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 17.0 dengan analisis chi-square. Berdasarkan analisis, didapatkan hasil bahwa proporsi usia dibawah 30 tahun yang memiliki kadar LH yang tergolong normal lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi usia dibawah 30 tahun yang mempunyai kadar LH abnormal yaitu masing-masing nilainya 60,9% dan 39,1%. Perbedaan proporsi tersebut secara statistic bermakna dengan P sama dengan 0,009. Sementara, tidak terdapat perbedaan bermakna kadar LH pada aktivitas fisik, status gizi, gejala gangguan mental emosional, serta status SOPK perempuan dengan gangguan menstruasi. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa usia memiliki peran dalam perbedaan kadar LH pada perempuan dengan gangguan menstruasi.

Reproductive age is the most important phase in women?s reproductive cycle. In most women the reproductive age is around 15-46 years old. Age has influence on GnRH secretion, when women take the third and fourth decades of follicles will decrease so the secretion of GnRH may also be affected, but the menopause GnRH secretion will increase as the follicle is no longer there and that will not give negative feedback to GnRH, the GnRH secretion was higher in the menopause. This study aimed to compare the levels of LH by women of reproductive age, especially in women with menstrual disorders. The study design is cross-sectional analytic involving 74 women of childbearing age (15-45 years) who experience menstrual disorders. The study was conducted using secondary data derived from the results of laboratory tests and the SCL-90 questionnaire of study titled "The Role of Adiponection to polycystic ovary syndrome (PCOS) and Its Relationship to Genetic Factors, Endocrine and Metabolic". Data analysis was performed with SPSS for Windows version 17.0 using chi-square analysis. Based on the analysis, showed that the proportion aged under 30 years who have a relatively normal LH levels higher than the proportion aged under 30 years who have abnormal levels of LH values ​​respectively 60.9% and 39.1%. The difference was statistically significant proportion of the P equals 0.009. Meanwhile, there were no significant differences in the levels of LH in physical activity, nutritional status, symptoms of mental, emotional, as well as the status of PCOS women with menstrual disorders. It can be concluded that there are differences in the role of age in LH levels in women with menstrual disorders."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Dewi Artati
"Latar belakang : Pubertas prekoks sentral (Central precocious puberty CPP) merupakan perkembangan karakteristik seks pubertas sebagai konsekuensi dari aktivasi prematur aksis Hipotalamus Hipofise Gonad (HHG) sebelum usia 8 tahun pada anak perempuan dan 9 tahun pada anak laki-laki. Beberapa penelitian memperlihatkan perbedaan hasil dari terapi Leuprolide Acetate (LA) untuk pasien CPP menyangkut dosis dan waktu pemberian terhadap supresi sekresi gonadotropin.
Tujuan : Untuk mengetahui efek terapi LA dengan cara pemberian yang berbeda-beda, yaitu setiap bulan dan 3 bulan terhadap supresi sekresi LH pada pasien CPP.
Metode : Meta-analisis terhadap tinjauan systematic review yang tersedia pada Cohrane library, MEDLINE, EBSCO, PROQUEST serta referensi terdaftar lainnya mengenai terapi LA untuk supresi sekresi LH pada pasien CPP. Tiga peneliti secara independen melakukan tinjauan terhadap abstrak dan naskah lengkap, masing-masing untuk menentukan kriteria inklusi dan ekstraksi data.
Hasil : Ditemukan 2 penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan dimasukkan dalam meta-analisis ini. Meta-analisis menunjukkan bahwa supresi LH bervariasi dengan berbagai dosis dan waktu pemberian LA yang berbeda. Penelitian-penelitian tersebut membandingkan terapi LA dosis 11,25 mg/3 bulan dibandingkan dengan kontrol 7,5 mg/bulan, 22,5 mg/3 bulan dibandingkan dengan kontrol 7,5 mg/bulan dan 22,5 mg/3 bulan dibandingkan dengan kontrol 11,25 mg/3 bulan.
Kesimpulan : Terapi LA 7,5 mg/bulan menghasilkan supresi kadar LH lebih besar dibandingkan 11,25 mg/3 bulan dan 22,5 mg/3 bulan; sementara terapi LA dosis 22,5 mg/3 bulan memberikan supresi yang lebih besar dibandingkan dengan dosis 11,25 mg/3 bulan.

Background : Central precocious puberty (CPP) is a characteristic development of sexual puberty as a consequence of premature activity of hypothalamic hypophyse gonadal (HHP) axis before 8 years old for girls or 9 years old for boys. Several studies have showed different results in Leuprolide Acetate (LA) therapy for CPP in terms of administration doses and time of treatment on suppression of gonadotropine secretion.
Objective : To determine the effects of different administration of LA therapy, monthly doses and every three month, on suppression of LH secretion in CPP patients.
Method : Meta-analyses of systematic review on available literature from Cochrane library, MEDLINE, EBSCO, PROQUEST and other registered reference about therapy to suppress LH secretion in CPP patients. Three researches independently conducted reviews on abstract and full-texts for inclusion criterion and data extraction, respectively.
Result : There are two studies fulfill inclusion criterion and included in the meta-analyses. Meta-analyses showed that LH suppression varies with different administration doses and time of LA. These studies compare LA therapy using 11,25 mg/3 month with control 7,5 mg/month, 22,5 mg/3 month with control 7,5 mg/month, and 22,5 mg/3 month with control 11,25 mg/3 month doses.
Conclusion : LA therapy 7,5 mg/month gives greater LH suppression compared with 11,25 mg/3 month and 22,5 mg/3 month; while LA therapy 22,5 mg/3 month provides greater suppression compared with 11,25 mg/3 month.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Budi Fakhirah
"Gangguan keseimbangan hormonal dapat menyebabkan infertilitas pada pria, salah satunya adalah Hipogonadisme. Hipogonadisme ditandai dengan abnormalitas kadar hormon testosteron yang dapat mengganggu proses spermatogenesis. Kuda laut ( Hippocampus spp.) merupakan sumber daya kelautan yang digunakan sebagai pengobatan tradisional di wilayah asia untuk mengatasi infertilitas pada pria. Hippocampus comes merupakan salah satu spesies kuda laut yang memiliki habitat di perairan Indonesia, namun belum banyak penelitian yang meneliti pengaruh spesies kuda laut ini terhadap biomarker terkait infertilitas pria, terutama kadar Luteinizing Hormone sebagai hormon gonadotropin yang menstimulasi sekresi hormon testosteron, serta kajian histologi testikuler mengenai indeks meiosis dan indeks sel Sertoli. Induksi Depot Medroksiprogesteron asetat (DMPA) dapat mengganggu aksis hipotalamus-pituitari-gonad yang menyebabkan turunnya sekresi hormon gonadotropin serta hormon testosteron sehingga mempengaruhi proliferasi dan maturasi sel spermatogenik. Dua puluh delapan tikus jantan Sprague Dawley  diinduksikan DMPA 1,25 mg/kgBB pada minggu ke- 0 dan 12, kemudian dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kontrol negatif (CMC Na 1%), dosis ekstrak 150 mg/kgBB, 225 mg/kgBB, dan 300 mg/kgBB. Parameter kadar LH tikus dianalisis menggunakan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), sedangkan parameter indeks meiosis dan indeks sel Sertoli dianalisis melalui pemeriksaan histologi pewarnaan H&E. Hasil menunjukkan bahwa ketiga varian dosis tidak menghasilkan perbedaan yang bermakna antar kelompok pada ketiga parameter, namun cenderung mengalami peningkatan pada dosis 300 mg/kgBB setelah 18 minggu perlakuan.

Hormonal imbalances can lead to male infertility, one of which is hypogonadism. Hypogonadism is characterized by abnormal levels of testosterone hormone that can disrupt the process of spermatogenesis. Seahorses (Hippocampus spp.) are marine resources used in traditional medicine in Asia to address male infertility. Hippocampus comes is one of the seahorse species that inhabits the waters of Indonesia, but there have been few studies examining the effects of this seahorse species on biomarkers related to male infertility, especially the levels of Luteinizing Hormone as a gonadotropin hormone that stimulates testosterone secretion as well as histological studies of testicular meiotic index and Sertoli cell index. Induction of Depot Medroxyprogesterone Acetate (DMPA) can disrupt the hypothalamic-pituitary-gonadal axis, leading to a decrease in the secretion of gonadotropin hormones and testosterone, thus affecting the proliferation and maturation of spermatogenic cells. Twenty-eight male Sprague Dawley rats were induced with 1.25 mg/kg body weight of DMPA in weeks 0 and 12, then divided into four groups: negative control (CMC Na 1%), extract dose of 150 mg/kg BW, 225 mg/kg BW, and 300 mg/kg BW. The levels of LH in the rats were analyzed using Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), while the meiotic index and Sertoli cell index parameters were analyzed through histological examination using H&E staining. The results showed that the three dose variants did not produce significant differences between groups in all three parameters, but tended to increase at a dose of 300 mg/kg body weight after 18 weeks of treatment."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rylis Maryana
"ABSTRAK
Karsinoma prostat adalah kanker yang sering ditemukan pada stadium lanjut.Masalah ekonomi menjadi penyebab utama sulitnya pemberian terapi luteinizinghormone releasing hormone LHRH dan menjadikan operatif sebagai pilihanuntuk ablasi androgen yang terjangkau. Penelitian ini dilakukan untuk mengkajiefektivitas operasi orkidektomi subkapsular bilateral sebagai pilihan terapipaliatif. Penelitian ini deskriptif analitik retrospektif pada kasus karsinoma prostatstadium lanjut pasien RSCM mulai Januari 1999 hingga Juni 2015. Data yangdikumpulkan adalah usia, ukuran tumor klasifikasi TNM, nodul, volume prostat,PSA pre- dan pascaoperasi, skor Gleason, lokasi metastasis tumor, komplikasi,dan lama perawatan. Hasil penelitian pada 48 pasien karsinoma prostat yangmemenuhi kriteria memiliki rerata usia 66,6 8,3 tahun. Keluhan LUTS dijumpaipada 42 87,5 subjek, ukuran tumor terbanyak adalah T2 37,5 , nodul padaprostat ditemukan pada 36 75 subjek, rerata volume prostat adalah55,59 30,16 gram, dengan metastasis terbanyak ke tulang 85,4 , dan gambaranhistopatologi tersering adalah adenokarsinoma prostat berdifferensiasi buruk 87,5 . Terdapat penurunan bermakna nilai PSA sebelum operasi dengan nilaiPSA tiga bulan pascaoperasi p= 0,005 . Besarnya penurunan PSA dipengaruhioleh banyaknya titik metastasis dan adanya nodul pada pemeriksaan prostat.Ablasi androgen operatif ini sangat baik pada volume prostat yang besar. Semakinbesar volume prostat, maka nilai PSA yang turun semakin banyak.Kata kunci: karsinoma prostat stadium lanjut, orkidektomi subkapsular bilateral,paliatif, penurunan PSA.

ABSTRACT
Prostate carcinoma mostly founded at advanced stage. Economic be the mainproblem of the Luteinizing Hormone Releasing Hormone LHRH therapy andmake operative androgen ablation as an affordable treatment. This researchevaluated the efficacy of bilateral subcapsular orchiectomy as a palliativetreatment in advanced prostate carcinoma. This is a retrospective analyticdescriptive study using medical records from January 1999 to June 2015 in CiptoMangunkusumo General Hospital. Data collected are age, tumor size accordingTNM classification, nodules, prostate volume, PSA pre and post operation,Gleason score, metastasis location, complications, and length of stay. There were48 patients with mean age 66.6 8.3 years old, LUTS found in 42 87.5 subject,most of size tumor is T2 37.5 , nodules found in 36 75 prostate, prostatevolume mean is 55.59 30.16 grams, most have bone metastasis 85.4 . There isa significant decrease between preoperative and post operative PSA in threemonths after operation p 0.005 . Decreasing of PSA value affected by numbersof metastasis point, and the presence nodules in prostate examination. Bilateralsubcapsular orchiectomy is suitable for large prostate. Larger prostate volume,than larger level of PSA decrease."
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library