Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herman Sinung Janutama
Jakarta: Noura Books, 2014
959.8 HER m (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mundardjito
"Penelitian ini termasuk ke dalam kajian khusus yang dalam ilmu arkeologi dikenal sebagai arkeologi-permukiman (settlement archaeology) yang dewasa ini masih langka dikaji di Indonesia sebagai akibat ketiadaan data konkret berupa sisa bangunan rumah tinggal karena pengaruh lingkungan alam dan kegiatan manusia yang destruktif. Fokus penelitian ini adalah pola dan sistem permukiman yang terutama mengkaji: (1) bentuk konfigurasi sebaran ruang dan benda temuan; dan (2) hubungan antar ruang dan antar benda-benda arkeologi. Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah memberikan sumbangan baru bagi pengetahuan kita mengenai kebudayaan dan masyarakat masa lalu, khususnya dalam bidang arkeologi-permukiman masa Hindu-Budha di Jawa Timur, ditinjau dari sistem teknologi, sistem sosial dan sistem ideologi.
Sasaran khusus yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah: (1) rekonstruksi bentuk rumah tinggal masa lalu di kota Majapahit di Trowulan yang belum pernah diketahui, (2) struktur permukiman dan fungsi masing-masing bagian dari pemukiman itu, serta (3) perkiraan demografi dan organisasi sosial yang belum pernah diketahui secara jelas.
Selanjutnya kearifan teknologi dan lingkungan dari masyarakat Majapahit masa lalu misalnya, dapat dijadikan contoh dari kejatidirian khas bangsa kita yang dapat memperkokoh kebanggaan nasional dan rasa percaya diri dari setiap insan pembangunan dalam menyongsong hari depan bangsa. Selain itu, program-program pelestarian dan kepariwisataan di situs kota Majapahit dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi penduduk setempat dan pemasukan devisa negara non-minyak. Demikianlah penelitian ini dimaksudkan untuk pengembangan teori dan pengetahuan (akademik), pembangunan spiritual bangsa (ideologik), dan peningkatan ekonomi melalui kepariwisataan (ekonomik)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Slamet Muljono
Djakarta: Balai Pustaka, 1965
959.8 Mul m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Aris Munandar
"Kajian morfologi terhadap bangunan candi Dadi telah menyimpulkan bahwa bangunan tersebut dahulu merupakan sebuah Stupa, sebagaimana yang telah dinyatakan para ahli. Namun kajian terhadap Candi Dadi seharusnya dengan memperhatikan aspek kontekstualnya, yaitu hubungan Candi Dadi dengan bangunan-bangunan lain di dekatnya, kemudian di sekitarnya pada wilayah yang sama. Hasil sintesis ini lalu dibandingkan dengan situs lain dari masa yang sama (jaman Majapahit), yang akhirnya menghasilkan kesimpulan yang berbeda dari pendapat para ahli terdahulu.
Melalui prosadur kerja sebagaimana diuraikan di atas penelitian ini menyimpulkan, bahwa candi Dadi bukanlah sebuah Stupa, konstruksi bangunan itu sendiri yang menjawabnya. Candi Dadi harus dipandang dalam satu kesatuan dengan bangunan-bangunan lain di dekatnya. Ternyata candi Dadi termasuk dalam kompleks bangunan suci bagi kaum Rai. Runtuhan candi lain di 1ereng bawahnya jeIas menunjukkan tinggalan bangunan suci kaum rai, sebagaimana yang dijumpai di Pawitra"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Edhie Wurjantoro
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Kumar, Ann
"This article deals with Panji stories from Java, their original home. It begins with an examination of Panji as he appears in the Wangbaŋ Wideya, one of the earliest extant Panji stories, representing the culture of Majapahit and its successor states. It then goes on to survey a number of Panji compositions written by Pakubuwana IV, Sunan of Surakarta from 1788-1820, which reveal that Pakubuwana clearlyidentified with Panji, as opposed to say, Islamic models, or Western models, for the political realm possibly available at that time. The article goes on to look at the somewhat later writings of Yasadipura II (1756-1844) and Dipanagara, who led the 1825-1830 Java War against the Dutch. The former has a markedly bureaucratic, non-mythic approach to government. The latter does draw heavily on mythic validation, for instance from indigenous Javanese deities and from Islamic figures, but here too there is a notable lack of reference to Panji as an ideal. Panji theatre across Java and at the popular level is briefly surveyed, as is the extensive export of Panji stories to Malaysia, mainland Southeast Asia, and even possibly to Japan – which would suggest that they are far older than hitherto suspected."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
909 UI-WACANA 21:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Idwan Dwinanto
"Sistem kerajaan pada masyarakat Jawa masa Hindu-Buddha, terutama masa Majapahit menunjukkan adanya golongan-golongan. Raja yang tentunya berada di golongan yang tertinggi mempunyai hak-hak istimewa yang tidak dipunyai oleh golongan-golongan lain yang berada di bawahnya. Hak-hak istimewa itu bisa berupa memakan makanan yang istimewa, mengenakan pakaian dan perhisan tertentu, melakukan perbuatan tertentu di depan umum dan memiliki rumah dengan ciri-ciri tertentu. Dalam rangka meningkatkan loyalitas para pemimpin di tingkat desa kepada pemerintah pusat maka raja membagikan hak-hak istimewa tersebut. Pada dasarnya hak_hak istimewa itu merupakan simbol status bagi yang mendapatkannya. Seseorang atau sekelompok orang harus terlebih dahulu berjasa atau telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat sehingga raja memberikan anugerahnya, atau dengan kata lain untuk boleh memakan, memakai atau melakukan hal-hal istimewa itu tidak cukup hanya karena mampu atau kaya, melainkan harus terlebih dahulu mendapatkan ijin dari raja. Semula simbol-simbol status itu hanya diberikan kepada bangsawan rendah, yang masih tergolong satu wangsa dengan raja. Lalu diperluas ke luar lingkungan keluarga raja yang masih dekat dengan kepentingan batiniah raja. Data-data dari masa Kadiri dan Singhasari menyebutkan kalau simbol-simbol status itu telah dibagikan kepada kalangan pemerintahan desa (dalem thani). Berdasarkan data-data tersebut, maka timbul pertanyaan apakah pada masa selanjutnya yaitu masa Majapahit, seseorang atau sekelompok orang dari kalangan rakyat biasa bisa mendapatkan hak-hak istimewa mengingat penyebaran hak-hak istimewa makin lama makin menyebar ke golongan bawah. Dan tujuh prasasti Majapahit yang menyebutkan tentang pemberian hak istimewa, yaitu prasasti Adan-adan (1301 M), Tuhanaru (1323 M), Palungan (1330 M), Cangu (1358 M), Waringin Pitu (1447 M), Pamintihan (1473 M) dan Jiyu III (1486 M). Tidak ada yang menyebutkan mengenai pemberian hak-hak istimewa kepada seseorang atau sekelompok orang yang berasal dari kalangan rakyat biasa. Pada prasasti Adan Adan, Paduka Rajarsi yang mendapatkan hak istimewa, ia adalah seorang pendeta. Pada prasasti Tuhanaru, yang mendapatkan hak istimewa adalah Dyah Makaradhawaja, kata Dyah dalam nama Makaradhwaja menunjukkan seseorang yang lahir dan keluarga bangsawan, jadi Makaradhawaja masih merupakan keturunan bangsawan. Pada prasasti Palungan, Sang Rajamantri yang mendapatkan hak istimewa ia merupakan pejabat tinggi di kerajaan. Prasasti Cangu menyebutkan bahwa Panji Marggabhaya yang bernama Ajaran Rata dan Panji Anraksaji yang bernama Ajaran Ragi mendapatkan hak istimewa karena berjasa dalam menyeberangkan orang di seluruh perairan mandala Jawa, dengan gelar Panji tentu mereka merupakan pejabat dalam keraton. Prasasti Wringin Pitu menyebutkan pemberian hak istimewa untuk Rajasakusumapura yang merupakan bangunan suci peninggalan dari Sri Paduka Parameswara, ayahanda dari Rajasaduhiteswari. Pada prasasti Pamintihan, Aryya Surung yang mendapatkan hak istimewa, kata aryya menunjukkan orang yang terhormat yang masih keturunan bangsawan, jadi aryya surung bukanlah sekedar rakyat biasa. Prasasti Jiyu III menyebutkan pemberian hak istimewa untuk Brahmaraja Ganggadhara karena berhasil melaksanakan upacara sraddha. Bila melihat gelarnya yaitu Brahmaraja, Ganggadhara merupakan pejabat keagamaan yang penting dalam kerajaan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S11757
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ken Bimo Ramadhana
"Skripsi ini mengkaji upaya legitimasi kekuasaan raja-raja Majapahit berdasarkan n?m?bhi?eka nama gelar beserta uraiannya yang dicantumkan di dalam isi prasasti dalam kaitannya dengan kondisi politik, sosial, dan keagamaan pada masa prasasti tersebut dikeluarkan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian arkeologi dan epigrafi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gelar yang digunakan oleh raja-raja Majapahit memiliki makna tertentu dan berkaitan dengan kondisi politik, sosial, dan keagamaan pada masa pemerintahan raja yang bersangkutan.

This undergraduate thesis studied the legitimation to Majapahit monarchs'authority based on their n m bhi eka coronation name and the complimentary included in the Majapahit Era inscriptions and the connection between said legitimation to the kingdom's political, social, and spiritual condition by the time the inscriptions were published. This research used archaeological and epigraphical methods. The result shows that indeed there was a connection between particular monarch's legitimation and the kingdom's political, social, and spiritual condition.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atina Winaya
"ABSTRAK
Selama ini, kajian mengenai penggambaran figur perempuan yang hidup di masa lampau belum banyak dieksplorasi secara mendalam. Jika pun ada, penggambaran mengenai perempuan masa silam lebih banyak diketahui melalui karya sastra kuno yang dinilai bersifat abstrak dan dapat dipahami secara berbeda oleh setiap orang. Melalui tinggalan arkeologi yang bersifat materi, penggambaran perempuan Jawa kuno dapat ditelusuri secara lebih konkret. Penelitian ini dilakukan guna memecahkan permasalahan mengenai bentuk penggambaran perempuan Jawa kuno yang hidup di dalam keseharian masyarakat Singhasari ndash; Majapahit yang berlangsung pada abad ke-13 hingga 15 Masehi. Data penelitian yang digunakan adalah tinggalan ikonografi yang berasal dari periode tersebut, meliputi relief, figurin terakota, dan arca, yang menggambarkan figur perempuan. Selain data ikonografi yang bersifat artefaktual, diperlukan pula data tekstual berupa karya sastra sezaman yang dapat digunakan sebagai referensi perbandingan. Penelitian dilakukan melalui tahapan kerja yang bertingkat, yaitu pengumpulan data melalui teknik observasi; pengolahan data melalui deskripsi-klasifikasi-tipologi; serta penafsiran data melalui analogi historis. Hasil penelitian memperlihatkan adanya pola teratur yang ditemukan secara berulang di dalam penggambaran perempuan Singhasari ndash; Majapahit. Pola yang muncul kemudian disimpulkan sehingga menghasilkan ciri-ciri yang menandai visualisasi perempuan Singhasari ndash; Majapahit. Serangkaian ciri tersebut merupakan perwujudan atas gagasan yang disepakati masyarakat mengenai perempuan yang dinilai ideal pada masa itu.

ABSTRACT
The study of women depiction that lived in the past has not been much explored. The depiction of a woman who lived at ancient time is more known through the descriptions that written in ancient literatures which seems abstract, not real, and could be interpreted differently by everyone. Through archaeological remains, the depiction of ancient Javanese women could be traced more concretely. The aim of the research is to answer the question about the depiction of the ancient Javanese women who lived in the period of Singhasari and Majapahit, 13th until 15th AD. Archaeological remains that used as research object data are include three types of iconography artifacts, i.e. relief, terracotta figurine, and stone statue. All of them portray a figure of a woman. In addition to the iconographical data, the textual data such as ancient literatures is also used as data comparison. The data are collected by observation techniques, and then analyzed through description classification typology, and finally interpreted through historical analogy. The results shows regular pattern that found repeatedly in the depiction of the women who lived in Singhasari Majapahit period. The pattern concludes characteristics of the visualization of the ancient Javanese women who lived at that time. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
T50497
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Aris Munandar
Bogor: Akademia, 2009
930.1 AGU g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>