Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mirta Hediyati Reksodiputro
Abstrak :
Madible fracture, also known as fractures of jaws are breaks through the mandible bone. Fractures of mandible account for 36 -70% of all maxillofacial injuries (1,2,3) the symphysis and parasymphysis account for 17%of mandible fracture (4) 75 % to 85 % of mandible fracture occurs in males with majority occuring in their twenties & thirties (5,6,7). 43% of the patients had an associated injury. Of these patients, head injuries occurred in 39% of patients, head and neck lacerations in 30%, midface fractures in 28%, ocular injuries in 16%, nasal fractures in 12%, and cervical spine fractures in 11% - 53% of patients had unilateral fractures, 37% of the patients had 2 fractures, and 9% had 3 or more fractures.
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ina Farhaniah
Abstrak :
Operasi impaksi molar 3 mandibula odontektomi dapat menimbulkan komplikasi yang mempengaruhi kualitas hidup pasien. Komplikasi yang sering terjadi yaitu nyeri, pembengkakan dan keterbatasan membuka mulut trismus . Berdasarkan penelitian sebelumnya, akupunktur menunjukkan hasil yang baik terhadap manajemen nyeri paska operasi gigi impaksi molar 3. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas terapi kombinasi elektroakupunktur dan medikamentosa terhadap interval waktu bebas nyeri, intensitas nyeri dan kemampuan membuka mulut pasien paska operasi. Sebanyak 44 pasien yang akan menjalani operasi impaksi molar 3 mandibula secara acak dibagi menjadi kelompok elektroakupunktur dan medikamentosa n=22 dan elektroakupunktur sham dan medikamentosa n=22 . Pada kelompok elektroakupunktur, dilakukan penusukan pada titik ST6 dan ST7 pada sisi yang akan dioperasi, serta LI4 dan LR3 bilateral, kemudian dihubungkan dengan elektroda stimulator frekuensi 3/15 gelombang dense disperse intensitas rendah selama 20 menit. Elektroakupunktur dilakukan sebanyak satu kali sebelum operasi. Penilaian interval pain free time dilakukan sesaat setelah operasi sampai timbulnya nyeri akibat hilangnya efek anestesi lokal, penilaian skor VAS dilakukan pada hari ke-1, 3 dan 7 paska operasi dan penilaian interincisal distance dilakukan pada hari ke-3 dan 7 paska operasi. Hasilnya terdapat perbedaan bermakna interval pain free time pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol p
Impacted third molar operation odontectomy may cause complication that effect the quality of life of the patient. Common complications are pain, swelling and open mouth limitations trismus . Based on previous research, acupuncture showed good results for postoperative dental pain management of third molar impaction. The purpose of this study was to determine the effectivenes of electroacupuncture and medications in pain free time interval, pain intensity and mouth opening ability after surgery. A total of 44 patients undergoing mandibular third molar impaction surgery were randomly divided into groups of electroacupuncture and medication n 22 and electroacupuncture sham and medication n 22 . Electroacupuncture group received 3 15 frequency stimulator electrode of low intensity dense disperse at ST6 and ST7 on the operated side, and bilateral LI4 and LR3 for 20 minutes. Electroacupuncture was given once before surgery. Assessment of pain free time interval was performed shortly after surgery until the pain occurred due to loss of local anesthesia effect, assessment of VAS score were performed on days 1, 3 and 7 post surgery and interincisal distance assessment performed on day 3 and 7 post surgery.The result showed significant differences in pain free time interval in the treatment group compared to the control group p
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Prasetyanugraheni Kreshanti
Abstrak :
Fraktur mandibula merupakan fraktur kraniomaksilofasial yang paling umum dan seringkali menyebabkan gangguan mengunyah. Tata laksana definitif fraktur mandibula adalah reduksi terbuka dan fiksasi interna menggunakan plat dan sekrup sistem 2.0, seperti plat tiga dimensi (3D). Namun, desain plat 3D konvensional memiliki keterbatasan karena bentuknya yang tidak dapat diubah, sehingga sulit menghindari garis fraktur atau struktur anatomi penting seperti akar gigi dan saraf saat melakukan pemasangan sekrup. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan desain plat 3D yang dapat diubah konfigurasinya. Oleh karena itu, dikembangkanlah desain plat 3D interlocking. Berbeda dengan plat 3D yang sudah ada selama ini, plat 3D interlocking memiliki kebaruan yaitu plat ini dapat dirangkai dari beberapa jenis plat dengan menumpuk 2 buah plat menjadi 1 kesatuan plat. Sambungan kedua buah plat ini tidak menambah ketebalan plat dan dapat diubah konfigurasinya dengan menyesuaikan sudut antara plat horizontal dan plat vertikal. Finite Element Analysis (FEA) dilakukan untuk menentukan kelayakan desain plat 3D interlocking. Setelah FEA memastikan kelayakan desain, purwarupa yang diproduksi dilakukan pengujian biomekanik menggunakan sepuluh mandibula kambing untuk menilai kekuatan mekanik dan stabilitas plat 3D interlocking. Biokompatibilitas dan penyembuhan tulang dievaluasi dalam uji hewan coba yang melibatkan 28 kambing. Biokompatibilitas dinilai dengan mengevaluasi respons inflamasi dari uji radiologik dan histopatologik (pewarnaan Hematoxylin-Eosin). Penyembuhan tulang dinilai melalui berbagai metode, termasuk uji radiologik yang mengukur kepadatan tulang, uji histopatologik menggunakan pewarnaan Mason Trichome, dan analisis penanda tulang melalui imunohistokimia dan ELISA. Selain itu, uji kemudahan penggunaan dilakukan dengan sembilan Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik untuk menilai tingkat kenyamanan dan durasi yang diperlukan untuk mengaplikasikan plat pada model mandibula sintetik. Uji biomekanik juga dilakukan pada uji kemudahan penggunaan sebagai komponen evaluasi objektif. Dalam uji biomekanik, plat 3D interlocking menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam mempertahankan stabilitas fraktur yang memungkinkan gerakan mikro yang terkendali. Selanjutnya, uji biokompatibilitas menunjukkan bahwa kelompok plat 3D interlocking menghasilkan reaksi jaringan dan respons inflamasi yang lebih rendah dibandingkan plat tolok ukur pada uji hewan coba. Selain itu, plat 3D interlocking juga mempercepat proses penyembuhan tulang, terbukti dari peningkatan bermakna dalam pembentukan dan kepadatan tulang pada uji hewan coba. Hasil uji kemudahan penggunaan menunjukkan bahwa plat 3D interlocking dapat digunakan dengan mudah seperti halnya plat tolok ukur. Secara keseluruhan, plat 3D interlocking menunjukkan potensi sebagai alternatif yang layak untuk tata laksana fraktur mandibula. ......Mandibular fractures are the most common craniomaxillofacial fractures, often resulting in mastication disturbances. Mandibular fracture management typically involves the use of 2.0 system plates and screws, such as three-dimensional (3D) plates. However, the conventional 3D plate designs for mandibular fracture management have limitations. Their fixed shape makes it challenging to avoid fracture lines or vital anatomical structures, such as dental roots and nerves when placing screws. A 3D plate design that allows for configuration changes is needed to address this issue. Therefore the interlocking 3D plate was developed. This novel design features components that can be adjusted to avoid critical anatomical structures and fracture lines while still offering the stability of a 3D plate, enhancing its utility in mandibular fracture management. Finite element analysis was performed to establish the feasibility of the interlocking 3D plate design. Once that was established, biomechanical evaluation was conducted using ten goat mandibles to assess the mechanical strength and stability of the interlocking 3D plate. Biocompatibility and bone healing properties were evaluated in an animal study involving 28 goats. Biocompatibility was assessed by evaluating inflammatory responses from radiological and histopathological (Hematoxylin-Eosin staining) study. Bone healing properties were assessed through various methods, including radiological study measuring bone density, histopathological study using Mason Trichome staining, and analyzing bone markers through immunohistochemistry and ELISA. Additionally, usability study were conducted with nine plastic surgeons to assess the level of comfort and the duration required to apply the plate on a synthetic mandibular model. These findings were correlated with biomechanical test results. The biomechanical evaluation revealed that the interlocking 3D plate design better-maintained fracture stability while allowing controlled micro-movement. Regarding biocompatibility, the interlocking 3D plate exhibited better results than the standard plate, as indicated by lower tissue reaction and inflammatory response in animal study. The interlocking 3D plate also facilitated faster bone healing, with significant bone formation and bone density improvements in animal study. Usability study demonstrated that the interlocking 3D plate was as easy to use as the standard plate, with no significant differences in application time. Overall, the interlocking 3D plate demonstrates significant potential as a viable alternative for managing mandibular fractures.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library