Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Ana Theresia
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
S3087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sjaich Mahmoud Sjaltout
Jakarta: Bulan Bintang, 1970
297 SJA i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Alia Safriana
Abstrak :
Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan perbedaan dan persamaan mariage forc/em>atau pernikahan paksa di Prancis pada masa pemerintahan Jacques Chirac dan François Hollande. Kebebasan individu untuk menikah direnggut oleh adanya praktik pernikahan paksa yang mana bertolak belakang dengan prinsip negara Prancis yang tertulis dalam Konstitusi Republik Kelima tahun 1958. Perbedaan sikap Prancis dalam melawan fenomena pernikahan paksa diwujudkan dalam kebijakan-kebijakan yang disahkan oleh kedua presiden. Berawal dari pengesahan kebijakan pertama yang memperketat kontrol praktik pernikahan paksa, hingga dibentuknya hukum pidana pada pelaku pernikahan paksa. Karakteristik kebijakan dari kedua masa pemerintahan yang berdampak terhadap praktik pernikahan paksa di Prancis penting untuk dibahas berdasarkan pengaruh ideologi politik dan kepentingan otoritas publik pada kedua masa pemerintahan. Dengan menggunakan metode kualitatif dan teknik studi literatur, penelitian ini memaparkan kebijakan Jacques Chirac dan Fraois Hollande serta kondisi sosial masyarakat pada masanya untuk menguraikan keterkaitan ideologi politik kedua pemerintahan, sikap Prancis terhadap pernikahan paksa pada periode itu, serta dampak implementasi terhadap jumlah praktiknya. Melalui analisis dengan konsep ideologi politik dan konteks pada masa kedua pemerintahan, ditemukan bahwa ideologi politik tidak sepenuhnya menjadi faktor pengendali sikap Prancis pada kedua masa pemerintahan, mementingkan perlindungan wanita dan anak secara keseluruhan, dan bukan mengangkat imigran sebagai fokus utama permasalahan.
This article aims to explain the differences and similarities of mariage forc or forced marriage in France under Jacques Chirac and François Hollande presidency. Individual freedom to marry were torn by the existence of the practice of forced marriage which is contrary to the principle of France written in Fifth French Republic Constitution 1958. Frances different attitude in fighting against this phenomenon is manifested in policies made by the two presidents. Starting from the first policy ratification which reinforce control of the marriage, until the creation of criminal law on perpetrators of the practice. The policies characteristic of the two presidency that have impacts on the practice are important to be discussed based on the influence of political ideology and the interests of public authorities in both presidency. Using qualitative methods and literature study techniques, this study describes Jacques Chirac and Franois Hollandes policies and the social conditions of society at the time to describe the interrelationships of the political ideologies of the two presidency, the attitude of France to forced marriage in that period, and the impact of implementation on the number of practices. Through analysis with the concept of political ideology and the context of the two presidency, found that political ideology was not entirely a controlling factor of French attitudes in both presidency, but rather concerned with the protection of women and children in general, rather than focused on the immigrant.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Inka Setiorini Roebiono
Abstrak :
Penerbang adalah salah satu profesi yang unik, karena memiliki sifat pekerjaan yang berbeda dengan profesi lainnya. Profesi ini sudah sangat populer dalam kehidupan masyarakat modern dan sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk menyeli- diki faktor bioteknikal dari sisi seorang penerbang. Tetapi ternyata masih sedikit yang menyelidiki aspek sosial yang terbentuk dalam kaitannya dengan profesinya tersebut, termasuk penelitian yang berkaitan dengan sisi kehidupan keluarga penerbang. Padahal, menurut pendapat beberapa ahli, keadaan keluarga sedikit banyak berpengaruh terhadap kinerja yang ia tunjukkan. Pada kehidupan perkawinan seseorang, selalu dituntut adanya penyesuaian diri dari masing-masing pihak dan ini biasa disebut sebagai penyesuaian perkawinan. Masa penyesuaian yang paling sulit adalah pada masa 0 - 2 tahun perkawinannya, dan masa tersebut merupakan masa di mana seseorang harus menyesuaikan diri dengan pasangannya. Dikaitkan dengan kehidupan suami sebagai penerbang, pekerjaannya sendiri sudah merupakan suatu bentuk penyesuaian tersendiri, apalagi bila dikaitkan dengan awal-awal perkawinan mereka yang juga membutuhkan penyesuaian yang tidak mudah. Penelitian ini menggunakan beberapa teori yang dikemukakan para ahli untuk menggali dan menemukan jawaban dari 3 pertanyaan yang menjadi dasar penelitian ini. Masalah yang muncul dalam masa penyesuaian perkawinan Seorang penerbang ternyata tidak hanya berasal dari 8 area penyesuaian perkawinan yang umumnya ditemui pasangan biasa, tetapi muncul masalah-masalah lain yang sangat spesifik dan berkaitan dengan kondisi kerjanya. Dari 8 area tersebut, 2 area berkaitan erat, 1 area diduga berkaitan erat tetapi masih harus diteliti lebih lanjut, sedangkan 4 area lainnya tidak berkaitan. Sedangkan area terakhir, tidak dapat dilihat kaitannya karena data yang didapat sangat minim. Area yang berkaitan erat dengan profesi seorang penerbang adalah pembagian peran dan rekreasi/penggunaan waktu luang, serta yang diduga berkaitan dengan profesi tersebut walaupun harus diteliti lebih lanjut yaitu pada area pengasuhan anak. Sedangkan masalah yang spesifik muncul pada pasangan keluarga penerbang tetapi tidak termasuk dalam 8 area penyesuaian perkawinan tersebut adalah penyesuaian terhadap profesi suami, ketakutan yang muncul dari pihak istri serta adanya pengaruh keluarga yang mempengaruhi kinerja dan konsentrasi seorang penerbang. Selain itu, cara penyelesaian masalah yang muncul tidak hanya berbentuk kesepakatan atau kompromi saja, tetapi ternyata muncul bentuk lain yang bukan merupakan ke 2 bentuk cara penyesuaian perkawinan tersebut dan lebih mengarah pada bentuk strategi Coping. Terakhir, terlihat faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian perkawinan pada ke empat pasang keluarga penerbang yang ditemui. Faktor-faktor yang berkaitan erat dengan kondisi kerja suami sebagai penerbang, baik sebagai faktor pendukung ataupun faktor penghambat adalah komunikasi yang terbuka, kesiapan mental istri termasuk kesadaran bahwa istri harus dapat memberikan ketenangan bagi suami, serta peranan suami untuk menceritakan dunia kerjanya secara lebih terbuka. Penelitian studi kasus memberikan hasil yang unik, karena akan terlihat perbedaan untuk tiap pasang yang diwawancarai. Namun demikian, hasil yang diperoleh tidak begitu saja dapat digeneralisasikan untuk populasi pasangan penerbang yang baru menikah selama 2 tahun pada umumnya.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2608
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Indah Wijayanti
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu periode yang dilalui manusia dalam tahap perkembangannya adalah dewasa awal atau dewasa muda. Pada masa dewasa awal individu mulai membuat perencanaan untuk masa depannya. Masa ini juga merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru (Hurlock, 1980). Pada masa ini pula seseorang memutuskan untuk menikah (Duvall & Miller, 1985). Tujuan pernikahan antara lain membentuk sebuah keluarga yang damai, penuh ketulusan cinta, dan kasih sayang (sakinah, mawaddah, wa rahmat)). Pernikahan adalah sebuah tahapan yang dilalui oleh setiap manusia dan dianggap suci oleh negara, adat, dan agama manapun. Pernikahan memiliki arti yang penting dalam kehidupan seseorang. Keputusan untuk menikah merupakan keputusan yang berlaku seumur hidup. Karenanya, sebelum menikah ada banyak hal yang dipertimbangkan agar pernikahan bahagia yang didambakan dapat tercapai. Pertimbangan- pertimbangan ini umumnya dipengaruhi oleh harapan maupun impian seseorang mengenai kehidupan pernikahan yang akan dijalani kelak termasuk harapan mengenai calon pasangan hidupnya. Tak jarang pertimbangan-pertimbangan tadi menimbulkan konflik. Konflik dapat terjadi jika seseorang menghadapi situasi atau kondisi yang tidak sesuai dimana ada daya-daya yang saling bertentangan arah tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama (Lewin, dalam Atkinson, 1964; Hall & Lindsey, 1985). Konflik itu sendiri terjadi ketika seseorang berada di bawah tekanan untuk merespon daya-daya tersebut secara simultan (Atwater, 1983). Seseorang yang akan memutuskan untuk menikah, juga dapat mengalami konflik dikarenakan pertimbangan-pertimbangan tadi. Gejala yang terlihat akibat konflik ini menurut Janis & Mann (1979) adalah keragu-raguan, kebimbangan, dan ketidakyakinan. Untuk menyelesaikan konflik dapat dilakukan berbagai tindakan atau aksi sebagai proses atau bagian dari pemecahan masalah {problem solving). Tindakan pada proses pemecahan masalah dilakukan dengan berupaya memunculkan beberapa alternatif solusi. Kemudian dari beberapa alternatif ini, seseorang melakukan pengambilan keputusan (decision making). Jadi, pengambilan keputusan adalah proses pemecahan masalah (problem solving) dimana Individu dihadapkan pada beberapa alternatif pilihan yang harus dipilih (Morgan, 1986). Sebelum memutuskan untuk menikah, biasanya individu melakukan tahap penjajakan terhadap pasangannya. Tahap penjajakan ini umumnya dilakukan dengan proses pacaran (Abdullah, 2003). Namun, tidak semua orang melakukan pacaran untuk memilih pasangan hidupnya. Ada sebagian masyarakat muslim yang memilih calon pasangan hidupnya tanpa melalui pacaran karena mereka menganggap pacaran adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Akan tetapi, agama Islam memperbolehkan calon pasangan untuk mengenal satu sama lain dengan tujuan yang jelas yaitu untuk melangsungkan pernikahan. Selain konflik yang terjadi saat seseorang harus membuat keputusan penting seperti keputusan untuk menikah (Janis & Mann, 1979), bagaimanakah dinamika konflik yang terjadi pada pasangan yang menikah tanpa pacaran? Karena itu, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dinamika konflik yang terjadi dalam mengambil keputusan dan strategi-strategi yang dilakukan dalam mengambil keputusan serta faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut. Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang berguna baik bagi pembaca maupun konselor atau psikolog yang menangani masalahmasalah terkait dengan pernikahan terutama dalam hal konflik dan pengambilan keputusan. Dasar teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah teori konflik dari Lewin dan Myers, tahapan pengambilan keputusan dari Janis dan Mann, strategi pengambilan keputusan dari Atwater dan faktor-faktor yang berperan dalam pengambilan keputusan oleh Ranyard. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara dengan pedoman standar yang bersifat terbuka terhadap tiga pasangan (enam orang). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konflik yang terjadi berupa kebimbangan, keragu-raguan, dan ketidakyakinan sebelum memutuskan untuk menikah dan ini dialami oleh keenam subyek penelitian. Namun, ada perbedaan kadar kekuatan konflik antara subyek laki-laki dan perempuan. Sedangkan proses pengambilan keputusan pada subyek penelitian banyak diwarnai oleh faktor beliefc, dan strategi pengambilan keputusan yang digunakan oleh keenam subyek adalah combination strategy.
2004
S3442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Cynthia Agrita Putri Rizwari
Abstrak :
Penelitian ini meneliti tentang pengaruh aktivitas positif menghitung kebaikan yang diadaptasi dari Otake et al. 2006 terhadap rasa syukur dan kepuasan pernikahan pada individu yang telah menikah. Peneliti membuat studi eksperimen dengan desain randomized pretest-posttest control group yang melibatkan 70 orang partisipan yang terbagi ke dalam kelompok kontrol N=37 dan kelompok eksperimen N=33. Kelompok eksperimen diminta untuk mengingat-ingat kebaikan yang telah dilakukan kepada pasangan setiap harinya selama satu minggu. Hasil menunjukkan bahwa aktivitas menghitung kebaikan dapat memengaruhi rasa syukur secara signifikan, namun tidak pada kepuasan pernikahan. Diskusi yang berpusat pada bagaimana aktivitas ini dapat dan tidak dapat berpengaruh terhadap kedua variabel terikat telah dibahas.
The present study examined the effect of positive activity counting kindness ndash which adapted from Otake et al. 2006 ndash towards gratitude and marital satisfaction. An experiment with randomized pretest posttest control group design were used. In the study, participants were 70 married people who were divided into control N 37 and experimental N 33 group. The experimental group were asked to recall kind acts they have done towards their spouse in a day for a week. Results showed that doing counting kindness for a week could give effect to one rsquo s gratitude significantly, yet not to marital satisfaction. Discussion centers on how this activity could and couldn rsquo t give effect to the variables were discussed.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67901
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustika Nur Rafidasari
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh aktivitas menghitung kebaikan terhadap tingkat kebahagiaan dan kepuasan pernikahan pada individu yang telah menikah. Pada penelitian ini, tingkat kebahagiaan diukur menggunakan Subjective Happiness Scale SHS dan kepuasan pernikahan diukur menggunakan ENRICH Marital Satisfaction EMS. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain randomized pretest-posttest control group design. Partisipan penelitian ini berjumlah 62 orang yang dibagi secara acak menjadi dua kelompok, yaitu kelompok aktivitas menghitung kebaikan n=31 dan kelompok kontrol n=31 dengan kriteria individu yang telah menikah dengan usia pernikahan 1-13 tahun, tinggal satu rumah dengan pasangan, dan tingkat pendidikan minimal diploma. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh aktivitas menghitung kebaikan dalam satu minggu terhadap tingkat kebahagiaan dan kepuasan pernikahan. Kemudian, tingkat kebahagiaan ditemukan berbeda secara signifikan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas menghitung kebaikan. Akan tetapi, tidak ada perbedaan tingkat kepuasan pernikahan sebelum dan sesudah aktivitas menghitung kebaikan dilaksanakan.
This study examined the effect of counting kindness activity towards happiness and marital satisfaction among married people. In this study, happiness was measured by using the Subjective Happiness Scale SHS and marital satisfaction was measured by using ENRICH Marital Satisfaction Scale EMS. This study is experimental research with randomized pretest posttest control group design. Sixty two participants in this study were randomly divided into two different group, that is counting kindness activity group n 31 and control group n 31 within the age of marriage range 1 13 years, live together with the spouse, and minimum educational level is diploma. The result of this study shows that there was no effect of counting kindness activity towards happiness and marital satisfaction for one week. Then, there was a significant difference in happiness scores between pretest and posttest. However, there was no significant difference in marital satisfaction scores between pretest and posttest.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S69626
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Teks memuat tatacara pernikahan pada masa sebelum kedatangan Islam berdasarkan agama Sambo, agama Brahma, agama Endra, agama Wisnu. Setelah kedatangan Islam, tatacara tersebut mengalami perubahan, meskipun masih ada beberapa bagian yang tetap diikuti. Dijelaskan pula mengenai perangkat upacara pernikahan seperti patah, kembar mayang, sasrahan, gunungan. Naskah merupakan salinan ketik dari naskah induk yang diterima Th. Pigeaud dari R.M.Ng. Sumahatmaka. Keberadaan naskah induk tersebut kini tidak diketahui lagi. Penyalinan sebanyak dua eksemplar, kemungkinan dilakukan oleh staf Pigeaud pada bulan Juni 1929, di Surakarta. Kedua eksemplar tersebut kini tersimpan di koleksi FSUI ini (A 15.04a-b). Hanya ketikan asli (a) yang dimikrofilm.
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
UR.33-A 15.04a
Naskah  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Children of "siri" marriages are deemed at a disadvantage under the mariage Act, Law No. 1 Year 1974, as they ae regarded as illegitimate under state law. As a legal consequence, siri children do not derive civil rights, particulary inheritance, from their father and the father's family. This 2012 ruling of the Constitutional Courth granting judicial review of Article 43 paragraph (1)of the Marriage Act has effectively amended the said law. Siri children, including those born from mat'ah marriages, common law unions and adulterous relationships, are now given equal right accorded to legitimate children if blood ties with the father is proven or established by science and technologi and/or other evidence under the law. This paper discussed the implications of this ruling on the civil rights of illegitimate children flowing from their parental relationship with their biological father.
LRUPH 13:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library