Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dini Endiyani
Abstrak :
Kawasan Timur Tengah merupakan kawasan yang sarat akan konflik dan salah satunya adalah konflik Israel-Palestina. Konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun tersebut kemndian meneniukan titik terang. Pihak Israel dan Palestina bersedia berunding untuk pertama kalinya dan melahirkan Kesepakatan Oslo pada September 1993. Dalam proses perandingan tersebut, Amerika Serikat berperan sebagai fasilitator sebagai upaya menjaga perdamaian dunia. Sayangnya pelaksanaan kesepakatan tersebut tidak berjalan mulus sehingga mengalami stagnansi di awal tahun 1997. Melihat fakta ini, Amerika Serikat pada masa pemerintahan Clinton berinisiatif menghidupkan kembali proses perandingan dengan mengupayakan suatu proposal perdamaian bagi kedua belah pihak. Pada perundingan damai kali ini, Amerika Serikat tidak hanya sebagai fasilitator namun berperan lebih aktif sebagai mediator yang berusaha mencari suatu kesepakatan bersama. Amerika Serikat sebagai pihak penengah melainkan. proses negosiasi yang kemudian menghasilkan Wye River Agreement Kaput-man AS untuk terlibat dalam proses perundingan dipengarahi oleh faktor-faktor tertentn yang berasal dari lingkungan eksternal dan internal Amerika Serikat. Berdasarkan uraian tersebut, penulis mengajukan pertanyaan riset, yaitn: Mengapa Amerika Serikat memainkan peran sebagai mediator dalam proses perundingan damai Israel Palestina di Wye River? Dalam penelitian ini, penulis menetapkan batasan-batasan waktu dari awal 1997, berkaitan dengan masa administrasi kedua Clinton dan dimulainya kembali proses perundingan damai hingga dihasilkannya Wye River Agreement pada Oktober 1998. Untuk menjawab pertanyaan riset di atas, penulis menggunakan beberapa tahapan untuk menjabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan Amerika Serikat dalam perundingan damai Israel-Palestina di Wye River. Yaitu dengan menganalisa luar negeri Amerika Serikat pada masa pemerintahan Clinton dengan melihat penerapan prinsip-prinsip politik luar negeri AS serta pelaksanaan kepentingan nasional AS di kawasan Timur Tengah. Pada penyelesaian konflik Israel-Palestina ini, Amerika menggunakan instrumen politik luar negeri berapa diplomasi publik dan bantuan luar negeri. Kemudian penulis menjabarkan proses negosiasi yang dilaksanakan para pejabat pemerintah AS hingga menghasilkan Wye River Agreement. Terakhir, penulis menggambarkan peran aktif AS sebagai mediator dalam perundingan Wye River. Berdasarkan sistematika penelitian yang telah diuraikan secara singkat di atas, penulis menyimpulkan bahwa: peran mediasi Amerika Serikat dilandaskan pada strategi global AS dan sebagai penerapan prinsip-prinsip politik luar negeri yang telah ditetapkan oleh administrasi Clinton. Kemudian sistem internasional yang berciri multipolar dan kondisi regional Timur Tengah dimana terjadi konflik Israel-Palestina menjadi faktor. The Mediation Role of the United States of America in the Israeli-Palestine Peace Process in Wye River (1998) Middle East is described as the region full of conflicts and one of them is the Israeli-Palestine conflict. The conflict that has been going on for years finally comes to a solution. The Israeli and the Palestine have both agreed to meet and settle the conflict by signing the Oslo Declaration of Principles in September 1993. In the peace process, the United States acted as a facilitator in a way to keep the world peace. However, the implementation of the Oslo Treaty did net succeed well and came to a dead end in early 1997. Seeing the fact, the United States during the Clinton administration had initiated to bring back the peace process on the right track by endorsing a peace proposal. In the recent peace process, the United States has actively participated as a mediator in making the final peace talk resolution. The United States has conveyed a negotiation process to both parties which resulted in the Wye River Agreement The U.S government decision to be involved in the peace process is influenced by several factors drawn from its external and internal environment Due to this point of view, the writer raises a research question: Why the United States of America participates as a mediator in the Israeli-Palestine peace process in Wye River peace talk? The writer has determined the research range from early 1997, related to the second Clinton administration and the beginning of the reactivation of the peace process to the result ofthe Wye River Agreement in October 1998. In order to answer the research question raised above, the writer will explain the answer in a few steps. That is to analyze the United States foreign policy during Clinton administration by examining the implementation of the foreign policy principles and the United States national interest in the Middle East. In order to reach the snccess of the peace talk, the U.S. government utilizes the instrument of public diplomacy and foreign aid. Next, the writer will elaborate the negotiation process conducted by the U.S_ government officials to result in the Wye River Agreement. Last, is to describe the active role of the United States as the mediator in the Wye River peace talk Based on the systematically explanation above, the writer has come to conclusion that the mediation role of The United States is based on-the U.S. global strategy and the foreign policy principles set by the Clinton administration. Then the international system of multipolarity and the regional condition in the Middle East where the conflict occurs are considered as the dominant external factors. While keeping the U.S. national interest in the Middle East, especially the oil asset and the intensive Jewish lobby within the body of the U.S. government are the dominant internal factors. Those factors are above have influenced the mediation role of the United States of America in the Israeli-Palestine peace process in Wye River (1998).
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11954
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumual, Jolanda Maureen Hendriyete
Abstrak :
Konflik di Aceh adalah konflik yang paling lama dan paling buruk terjadi dalam sejarah Indonesia, lebih dari 20 tahun. Konflik di Aceh secara singkat disebabkan karena masalah distribusi dan identitas, yang berhubungan dengan faktor struktural, politik, ekonomi/sosial dan budaya. Efek utama dari konflik di Aceh adalah rakyat sipil menjadi korban konflik, muncul gerakan-gerakan pemberontakan serta separatis di Aceh, dan penggunaan cara represif melalui kekuatan militer oleh pemerintah, terutama pada masa pemerintahan otoriter Orde Baru. Ketika konflik sudah menahun, proses memulai dialog tidaklah mudah untuk dilakukan. Bahkan ketika pemerintah Orde Baru tumbang, para pemimpin GAM tidak bisa melepaskan diri dari prasangka buruk, walaupun ada keinginan dari pemerintahan Gus Dur selanjutnya, pada awal Mei 1999 untuk melakukan cara dialog, sebagai usaha menyelesaikan konflik di Aceh. Konflik di Aceh bersifat sangat politis, sensitif, dan telah menimbulkan ketidakpercayaan (lack of trust) antara kedua belah pihak. Dengan alasan ini, tampak jelas bahwa tidaklah mudah bagi pemerintah RI dan GAM, untuk tiba-tiba duduk bersama di meja perundingan, tanpa mediasi pihak ketiga. Inilah kemudian yang menyebabkan pemerintah RI dan GAM memilih untuk menghadirkan pihak ketiga. Organisasi yang kemudian masuk sebagai pihak ketiga adalah Henry Dunant Centre yang akan menjadi fasilitator pertemuan-pertemuan dan negosiasi-negosiasi antara pemerintah RI dan GAM, serta menjadi mediator yang akan membantu pemerintah RI dan GAM mencari solusi-solusi penyelesaian konflik di Aceh. Secara prinsip, proses-proses yang dilakukan oleh HDC adalah dalam menjalankan perannya adalah fact finding to dialogue, dialogue to Humanitarian Pause, establishment of Joint Council and Joint Committees/Monitoring Teams, Pause to renewed of Pause followed byMoratorium on Violence, Commander to Commander Meetings, Attempted Peace Zones, Dialogue for Peace (hope for Democratic Consultations and wider consultative processes for the GOI and GAM). Walaupun pada akhirnya HDC harus meninggalkan Indonesia (Aceh) dengan dijalankannya Martial Law di Aceh pada tahun 2003, namun sebagai pihak ke-3 dalam upaya resolusi konflik di Aceh, HDC telah memberikan masukan positif bagi negara ini dengan mengawali suatu pertemuan perundingan secara damai antara pemerintah Indonesia dan GAM.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kirchhoff, Lars
Netherlands: Kluwer, 2008
327.172 KIR c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Syarifa Aya Savirra
Abstrak :
The practices of good offices as a mean of peaceful settlement of dispute have been recognized by states and international organizations for ages. The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) is an international regional organization in the Southeast Asia region, which has a dispute settlement mechanism for its member states through the Treaty of Amity and Cooperation 1976, ASEAN Charter 2007, and Protocol to the ASEAN Charter on Dispute Settlement Mechanisms 2010. Indonesia?s implementations of good offices under the ASEAN mechanism as a member state of ASEAN were depicted in the Moro National Liberation Movement Case, Dispute of Spratly Islands, as well as in the Thailand and Cambodia Border Dispute. Despite the fact there have not been many good offices practices within the ASEAN, this method has given significant results due to its implementation upon the previous disputes.
Praktek good offices sebagai bentuk penyelesaian sengketa internasional secara damai telah diakui oleh negara maupun organisasi internasional sejak lama. Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan organisasi internasional regional di kawasan Asia Tenggara memiliki mekanisme penyelesaian sengketa bagi negara-negara anggotanya melalui good offices yang tertuang dalam Treaty of Amity and Cooperation 1976, Piagam ASEAN 2007, dan Protocol to the ASEAN Charter on Dispute Settlement Mechanisms 2010. Penerapan good offices Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN berdasarkan mekanisme ASEAN telah diterapkan dalam kasus pemberontakan Front Pembebasan Bangsamoro, sengketa atas Kepulauan Spratly, dan sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja. Metode good offices belum banyak digunakan dalam lingkup ASEAN, akan tetapi metode ini telah membuahkan hasil yang signifikan pada sengketa-sengketa yang telah diselesaikan menggunakan metode good offices.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S42547
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Milton-Edwards, Beverly
London: Routledge, 2003
956.04 Mil c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fisher, Ronald C.
New York: Syracuse University Press, 1996
327.17 FIS i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library