Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sembay, Jimmy Victor John
"Latar belakang: Pemeriksaan sampel whole blood merupakan pemeriksaan yang biasa dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus kasus toksikologi forensik dan postmortem, termasuk pada kasus dugaan penyalahgunaan obat/zat tertentu. Sebaliknya sampel plasma lebih sering digunakan dalam kepentingan klinis dan penelitian farmakologi. Tesis ini akan membahas tentang perbandingan kadar metamfetamin antara whole blood dan plasma.
Metode: Penelitian merupakan penelitian analisis komparatif untuk menentukan perbandingan kadar metamfetamin dalam whole blood terhadap plasma. Sampel diperoleh secara consecutive sampling pada 9 subyek orang hidup yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel darah diambil dengan cara pungsi vena dan kemudian dimasukan ke dalam tabung vakum yang mengandung natrium fluorida dan natrium oksalat. Plasma dipisahkan dari whole blood dengan cara centrifuge sebelum pemeriksaan. Sampel Whole blood maupun plasma dianalisis dengan metode gas chromatography mass spectrometry (GC-MS) dan data yang diperoleh dianalisis statistik dengan uji Wilcoxon.
Hasil: Perbandingan atau rasio kadar metamfetamin whole blood terhadap plasma yaitu sebesar 1,0042 dengan nilai signifikasi p > 0,05 (p=0,753).
Kesimpulan: Tidak ada perbedaan bermakna antara kadar metamfetamin whole blood dan plasma, karena itu dalam pemeriksaan kadar metamfetamin dapat digunakan whole blood maupun plasma sebagai bahan pemeriksaan.
......
Background: Drug analysis in forensic and postmortem toxicology including drug abused cases is usually performed on whole blood whereas plasma is preferably used in clinical facilities and pharmacological studies. Most drugs are not equally distribute between blood and plasma, so the levels in plasma may differ from in whole blood. This thesis discusses about comparison of methamphetamine levels between whole blood and plasma.
Methods: The research is a study of comparative analysis to compare methamphetamine level in whole blood to plasma. Sampling was performed by consecutive sampling method from 9 live person who fullfiled inclusion criteria. Blood was taken with venipuncture and put in vacum container which containing natrium fluoride dan natrium oksalate . Plasma was separated from whole blood with centrifugation before analyzed. Samples was analyzed with gas chromatography mass spectrometry (GC-MS) and the data was analyzed with Wilcoxon test.
Result: This study showed ratio of methamphetamine levels in whole blood to plasma was 1,0042 and p value > 0,05 (p=0,753).
Conclusion: There is no difference between methamphetamine level in whole blood and plasma."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inez Aprilina
"Metamfetamin merupakan jenis obat terlarang yang sering disalahgunakan oleh masyarakat. Dalam proses penanganan penyalahgunaan obat-obatan terlarang diperlukan metode analisis yang sensitif, selektif serta valid. Pada penelitian ini, dilakukan optimasi kondisi analisis dan validasi untuk analisis metamfetamin dalam rambut. Sistem kromatografi terdiri dari kolom DB-5-MS (30 m x 0,25 mm, 0,25 μm) dengan fase gerak berupa gas helium. Sebagai baku dalam digunakan efedrin hidroklorida. Program suhu yang terpilih yaitu pada zona 1 diawali dari suhu 50oC ditahan selama 1 menit kemudian dinaikkan suhunya menjadi 150oC ditahan selama 5 menit dengan kenaikan suhu 20oC/menit, kemudian dinaikkan suhunya menjadi 250oC dan ditahan selama 2 menit dengan kenaikan suhu 30oC/menit, suhu injektor 250oC. dan laju alir 1,2 mL/menit. Pada validasi dalam rambut, diperoleh nilai LLOQ 0,5 μg/mL. Metode ini juga memenuhi kriteria akurasi dan presisi intra hari dan antar hari selama 5 hari dengan nilai %diff yang tidak melampaui +15%.
......Methamphetamine is a type of drug that is often abused by people. In the process of handling the abuse of illicit drugs, a sensitive, selective and valid method is required.In this study, optimization of analytical conditions and validation for the analysis of methamphetamine in hair was conducted. Chromatography was performed on a DB-5MS column (30 m x 0,25 mm, 0,25 μm) with helium as mobile phase. Ephedrine hydrochloride was used as internal standard. Temperature programme selected for zone 1 begins from 50oC and held for 1 min then raised to 150oC temperature was held for 5 min with 20oC/minute temperature rise, then raised the temperature to 250oC and held for 2 minute with a temperature rise 30oC/minute; the injector temperature was 250oC, and a flow rate of 1.2 mL / minute. In hair validation the lower limit of quantification was 0.5 μg/mL. The method also fulfill the criteria for accuracy and precision intra and inter day for 5 days by %diff values that does not exceed + 15%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46395
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erniawati Lestari
"Ketergantungan metamfetamin merupakan permasalahan kesehatan di Indonesia dan global dengan angka yang meningkat setiap tahunnya. Terbatasnya bukti klinik farmakoterapi sehingga sampai saat ini belum terdapat terapi standar bagi penyalahgunaan metamfetamin. Penelitian ini bertujuan melihat efektivitas dan keamanan asetilsistein yang merupakan prekursor glutation, sebagai salah satu pengobatan baru yang memiliki potensi dalam bidang adiksi yang dapat mengurangi gejala putus zat dan keinginan untuk menggunakan metamfetamin melalui kuisioner ‘Putus Zat Metamfetamin’ dan SCL-90, serta pemeriksaan kadar glutation (GSH) dan glutation disulfide (GSSG).
Penelitain Randomised control trial (RCT) ini dilakukan bulan september sampai november 2019 pada 66 pria dengan ketergantungan metamfetamin di Balai besar Rehabilitasi Lido Badan Narkotika Nasional (BNN) Indonesia. Dilakukan randomisasi blok pada peserta penelitian untuk menerima obat dan plasebo (2x600mg asetilsistein oral, n=33 atau plasebo, n=33). Gejala putus zat metamfetamin dinilai melalui skor kuisioner ‘Putus Zat Metamfetamin’ dan perbaikan gejala psikiatri pada saat putus zat metamfetamin dinilai melalui skor kuisioner SCL-90. Kadar antioksidan GSH dan GSSG diukur sebelum dan sesudah pemberian obat dan plasebo.
Asetilsistein tidak berbeda bermakna dalam mengurangi skor gejala putus zat (withdrawal) metamfetamin , perubahan gejala psikiatri dan perubahan kadar antioksidan jika dibandingkan dengan plasebo. Asetilsistein juga tidak memiliki perbedaan bermakna dalam hal keamanan jika dibandingkan dengan plasebo. Diperlukan penelitian lebih lanjut melalui uji klinik dengan randomisasi stratifikasi untuk menkonfirmasi hasil penelitian ini.
......Methamphetamine dependece is one of the most prevalent health problems in Indonesia and globally, with increasing number every year. Current pharmacotherapies have limited clinical evidence and there has been no standard therapy for methamphetamine dependece. This study was designed to evaluate the efficacy and safety of acetylcysteine which is a precursor of glutathione, as one of the new treatments that has potential effect in addiction that can reduce withdrawal symptoms through the 'Methamphetamine withdrawal symptoms' and SCL-90 questionaire, and through measuring the levels of glutathione (GSH) and glutathione disulfide (GSSG)
This double-blind randomized clinical trial was conducted from September to November 2019 on 66 men with methamphetamine dependence at Lido Rehabilitation Center National Narcotics Control (NNB) of Indonesia. Block randomization of study participants was carried out to receive the drug and placebo (2x1200 mg of oral acetylcysteine, n = 33 or placebo, n = 33). Symptoms of methamphetamine withdrawal are assessed through the questionnaire score 'Methamphetamine withdrawal symtoms' and SCL-90. GSH and GSSG antioxidant levels were measured before and after administration of drugs or placebo.
Acetylcysteine was not significantly different in reducing the scores of methamphetamine withdrawal symptoms, changes in psychiatric symptoms and changes in antioxidant levels when compared to placebo. Acetylcysteine also did not have a significant difference in safety when compared with placebo. Further research is needed through clinical trials with stratified randomization to confirm the results of this study."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwin Herwina
"Saat ini Methamphetamine (shabu) menjadi tren narkotika di Indonesia, menggantikan heroin (putauw). Gejala psikiatri umum ditemukan pada pecandu dengan penggunaan methamhetamine (shabu), gejala afektif berupa depresi dan kecemasan. Terapi yang saat ini dianggap cukup baik secara umum adalah Therapeutic Community yang terdiri dari beberapa tahapan rehabilitasi. Salah satunya adalah tahap Primary, pada tahap ini seluruh tools of Therapeutic Community digunakan. Namun angka drop out pada tahap ini cukup tinggi yaitu 49,5%. Depresi yang terjadi pada saat mengikuti program rehabilitasi mengakibatkan pelaksanaan terapi adiksi kurang maksimal. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pengumpulan data secara random sistematik. Jumlah sampel sebanyak 120 residen (penyalah guna methamphetamine) diambil dari tiap - tiap Primary. Primary Hope, Primary Faith, Primary HOC, dan Primary Care masing - masing sebanyak 30 residen. Selanjutnya dilakukan penyebaran kuesioner dengan menggunakan kuesioner kesehatan pasien PHQ-9. PHQ -9 merupakan instrumen untuk membuat kriteria diagnosis depresi berbasis DSM - IV yang telah di validasi. Data yang diperoleh di lapangan kemudian di sajikan secara analisis deskriptif dengan melakukan uji frekuensi dan chi - square untuk melihat hubungan antara program rehabilitasi dengan metode Therapeutic Community dan tingkat depresi pada penyalah guna Methamphetamine (shabu) menggunakan software SPSS versi 17.00.
Hasil penelitian ini menunjukkan dari 120 residen yang merupakan pengguna methamphetamine (shabu) didapati sebanyak 3 orang residen (2,5 %) yang mengalami depresi minimal, sebanyak 49 orang residen (40,8%) mengalami depresi ringan, sebanyak 39 orang residen (32,5 %) mengalami depresi sedang, sebanyak 23 orang residen (19,2 %) mengalami depresi cukup berat dan sebanyak 6 orang residen (5,0 %) mengalami depresi parah. Dengan melihat hasil ini, dapat dikatakan terdapat hubungan antara program rehabilitasi dengan metode Therapeutic Community dan tingkat depresi pada penyalah guna Methamphetamine (shabu). Untuk itu sudah saatnya bagi Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido untuk membuat arah kebijakan yang baru terkait program rehabilitasi khususnya untuk pengguna Methamphetamine (shabu). Karena penyakit jiwa atau depresi meskipun minimal akan dikaitkan dengan retensi dan tidak selesainya program rehabilitasi.
......Currently Methamphetamine (shabu) into drug trends in Indonesia, replacing heroin (putauw). Common psychiatric symptoms in addicts with the use methamhetamine (methamphetamine), affective symptoms such as depression and anxiety. Therapies that are currently considered to be quite good in general is a Therapeutic Community is comprised of several stages of rehabilitation. One is the Primary stage, at this point all the tools of Therapeutic Community is used. But the dropout rate at this stage is quite high at 49.5%. Depression that occurs during the rehabilitation program resulted in the implementation of addiction therapy is less than the maximum. This study uses a quantitative method with random systematic data collection. The total sample of 120 residents (methamphetamine abuser) taken from each Primary. Primary Hope, Primary Faith, Primary HOC, and Primary Care each about 30 residents. Furthermore, the distribution of the questionnaire by using the patient health questionnaire PHQ-9. PHQ-9 is an instrument to make the criteria for a diagnosis of depression based on DSM - IV which has been validated. The data obtained in the field later served as a descriptive analysis with frequency test and chi - square to see the relationship between rehabilitation program with Therapeutic Community method and the rate of depression in abusers of Methamphetamine (shabu) using SPSS software version 17.00.
The results showed that a residents of 120 methamphetamine users (shabu) found as many as 3 people resident (2.5%) were depressed at a minimum, as many as 49 people resident (40.8%) resident suffered minor depression, as many as 39 people resident (32.5 %) had moderate depression, as many as 23 people resident (19.2%) had depression severe enough and as many as 6 people resident (5.0%) had severe depression. By looking at these results, it can be said there is a relationship between a rehabilitation program with the Therapeutic Community method and the rate of depression in abusers of Methamphetamine (shabu). It is time for the Lido BNN Rehabilitation Center to create a new policy direction related to the rehabilitation program, especially for users of Methamphetamine (shabu). Because of mental illness or depression although minimal would be associated with the retention and completion of rehabilitation programs."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetiyawan
"Metamfetamin merupakan salah satu zat yang paling banyak disalahgunakan di Indonesia diantara zat yang lainnya dan dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan ketergantungan metamfetamin kira-kira 40% pada penelitian di Amerika Serikat. Sedangkan  di Cina ditemukan 69,89%  pengguna metamfetamin kronis mengalami gangguan fungsi kognitif. Di Indonesia penelitian mengenai metamfetamin masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini untuk melihat profil fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin. Penelitian dilakukan dengan rancang potong lintang. Subyek penelitian adalah pasien dengan gangguan penggunaan metamfetamin di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta pada bulan Maret 2019. Besar sampel sebanyak 81 orang. Pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan instrumen RAVLT dan pemeriksaan psikopatologi menggunakan instrumen SCL-90. Dari penelitian ini didapatkan hasil prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin sebanyak 37%. Sebagian besar orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin yang mengalami gangguan fungsi kognitif adalah laki-laki (80%), berusia ≥30 tahun (63%), pendidikan tinggi (70%), telah bekerja (56,7%), status tidak menikah (53,3%) , tingkat keparahan berat (70%), penggunaan > 24 bulan (83,3%), frekuensi  tidak setiap hari (80%), dosis yang digunakan ≤ 0,5 gram (70%), menggunakan alkohol (46,7%%) dan ganja (46,7%), mempunyai psikopatologi (53,3%) dan gejala  psikotik (40,0%). Secara statistik tidak terdapat hubungan  antara karakteristik subyek, tingkat keparahan gangguan penggunaan metamfetamin, pola penggunaan metamfetamin, penggunaan zat lain serta psikopatologi dengan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin cukup besar dan tidak ditemukan faktor-faktor yang memengaruhinya.
......Methamphetamine use is increasing in Indonesia and commonly associated with cognitive impairment. The estimated prevalence of cognitive impairment in methamphetamine dependent individuals was found to be approximately 40% in the United States. In China, approximately 69.89% of chronic methamphetamine user exhibit cognitive impairment. Methamphetamine study in Indonesia is still limited. The research purpose is to explore profile of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder. The research was conducted with cross-sectional design. The subjects were the people with methamphetamine use disorder in Marzoeki Mahdi Mental Hospital in Bogor and Drug Dependence Hospital in Jakarta in March 2019.  The sample consisted of 81 persons. The cognitive function was measured using RAVLT and psychopathology examination using SCL-90. The estimated prevalence of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder was found to be approximately 37%. Subjects with cognitive impairment were aged ≥30 years (63%), males (80%), had a higher level of education (70%), employed (56.7%), married (53.3%), with profound severity (70%), methamphetamine ever used > 24 months (83.3%), not daily use of methamphetamine  (80%), dose of methamphetamine use ≤ 0,5 gram (70%), reported less alcohol drinking (46.7%%), less cannabis use (46.7%), had psychopathology (53.3%) and had more psychotic symptoms (40,0%). No association was found between subjects’ characteristic, severity, pattern, another drug and psychopathology with cognitive impairment. Cognitive impairment occurred frequently among methamphetamine use disorder. This study provides  no association between potential related factors of cognitive impairment among patients with methamphetamine use disorder."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetiyawan
"Metamfetamin merupakan salah satu zat yang paling banyak disalahgunakan di Indonesia diantara zat yang lainnya dan dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan ketergantungan metamfetamin kira-kira 40% pada penelitian di Amerika Serikat. Sedangkan di Cina ditemukan 69,89% pengguna metamfetamin kronis mengalami gangguan fungsi kognitif. Di Indonesia penelitian mengenai metamfetamin masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini untuk melihat profil fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin. Penelitian dilakukan dengan rancang potong lintang. Subyek penelitian adalah pasien dengan gangguan penggunaan metamfetamin di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta pada bulan Maret 2019. Besar sampel sebanyak 81 orang. Pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan instrumen RAVLT dan pemeriksaan psikopatologi menggunakan instrumen SCL-90. Dari penelitian ini didapatkan hasil prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin sebanyak 37%. Sebagian besar orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin yang mengalami gangguan fungsi kognitif adalah laki-laki (80%), berusia ≥30 tahun (63%), pendidikan tinggi (70%), telah bekerja (56,7%), status tidak menikah (53,3%) , tingkat keparahan berat (70%), penggunaan > 24 bulan (83,3%), frekuensi tidak setiap hari (80%), dosis yang digunakan ≤ 0,5 gram (70%), menggunakan alkohol (46,7%%) dan ganja (46,7%), mempunyai psikopatologi (53,3%) dan gejala psikotik (40,0%). Secara statistik tidak terdapat hubungan antara karakteristik subyek, tingkat keparahan gangguan penggunaan metamfetamin, pola penggunaan metamfetamin, penggunaan zat lain serta psikopatologi dengan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin cukup besar dan tidak ditemukan faktor-faktor yang memengaruhinya.
......Methamphetamine use is increasing in Indonesia and commonly associated with cognitive impairment. The estimated prevalence of cognitive impairment in methamphetamine dependent individuals was found to be approximately 40% in the United States. In China, approximately 69.89% of chronic methamphetamine user exhibit cognitive impairment. Methamphetamine study in Indonesia is still limited. The research purpose is to explore profile of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder. The research was conducted with cross-sectional design. The subjects were the people with methamphetamine use disorder in Marzoeki Mahdi Mental Hospital in Bogor and Drug Dependence Hospital in Jakarta in March 2019. The sample consisted of 81 persons. The cognitive function was measured using RAVLT and psychopathology examination using SCL-90. The estimated prevalence of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder was found to be approximately 37%. Subjects with cognitive impairment were aged ≥30 years (63%), males (80%), had a higher level of education (70%), employed (56.7%), married (53.3%), with profound severity (70%), methamphetamine ever used > 24 months (83.3%), not daily use of methamphetamine (80%), dose of methamphetamine use ≤ 0,5 gram (70%), reported less alcohol drinking (46.7%%), less cannabis use (46.7%), had psychopathology (53.3%) and had more psychotic symptoms (40,0%). No association was found between subjects characteristic, severity, pattern, another drug and psychopathology with cognitive impairment. Cognitive impairment occurred frequently among methamphetamine use disorder. This study provides no association between potential related factors of cognitive impairment among patients with methamphetamine use disorder."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Reno Saputra
"Metamfetamin atau sabu merupakan salah satu golongan amfetamin yang memberikan efek stimulan sistem saraf pusat yang sangat kuat. Saat ini terdapat cukup banyak spesimen uji yang digunakan sebagai pembuktian seseorang telah menggunakan metamfetamin, diantaranya urin dan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis metamfetamin dalam Dried Blood Spot. Pada penelitian ini digunakan metode biosampling yang tidak invasif, yaitu Dried Blood Spot dengan menggunakan Kromatografi Gas ndash; Spektrometri Massa karena cocok untuk senyawa yang stabil suhu tinggi dan kadar yang kecil di dalam tubuh. Penelitian dimulai dari kondisi kromatografi gas - spektrometri massa yang optimum, metode preparasi sampel dari Dried Blood Spot yang optimum, hingga validasi metode bioanalisis. Kondisi kromatografi optimum adalah kolom kapiler DB-5 MS dengan panjang 30 m; diameter dalam 0,25 mm; fase gerak gas Helium 99,999; laju alir 1,0 mL/menit; deteksi MS pada nilai m/z 58,00; 91,00; dan 77,00 dengan efedrin HCl sebagai baku dalam. Preparasi sampel menggunakan metode mikroekstraksi cair-cair MCC dengan pelarut metanol lalu residunya dikeringkan dibawah aliran gas N2 dan direkonstitusi dengan etil asetat sebanyak 50 L. Hasil validasi metode analisis metamfetamin yang dilakukan memenuhi persyaratan validasi berdasarkan EMEA Bioanalytical Guideline tahun 2011. Metode linear pada rentang konsentrasi 1,750-35,000 ng/mL dengan r > 0,9800.
......Methamphetamine or sabu is one of the amphetamine groups that gives a very strong central nervous system stimulant effect. Nowadays, there are some were using tested specimens to prove a person who had used methamphetamine, for example is urine and blood. This research aims to develop methamphetamine analysis method in Dried Blood Spot. In this research, practiser using non invasive biosampling method, that is Dried Blood Spot using Gas Chromatography Mass Spectrometry because it is suitable for compounds that are stable to high temperatures and small levels in the body. This research starting from optimation of gas chromatography condition optimation mass spectrometry, optimation of sample preparation method from Dried Blood Spot, until validation of bioanalysis method. The optimum chromatographic conditions were MS 5 capillary DB columns with a length of 30 m 0.25 mm inner diameter Helium gas phase 99.999 1.0 mL min flow rate detection of MS at m z value 58.00 91.00 and 77,00 with ephedrine HCl as an internal standard. Sample preparation using liquid liquid micro extraction method LLM using methanol solvent then residue dried under the flow of N2 gas and reconstituted with 50 L ethyl acetate. The validation results of the methamphetamine analysis method performed met the validation requirements based on the EMEA Bioanalytical Guideline of 2011. The method was linear in the concentration range 1.750 35,000 ng mL with r 0,9800."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rohmanika
"Pendahuluan: Penyalahgunaan zat merupakan permasalahan global yang telah merambah ke berbagai lapisan masyarakat. Salah satu zat yang meningkat penyalahgunaanya adalah metamfetamin (MA). MA memiliki penetrasi ke susunan saraf pusat yang lebih baik dan lama kerja yang lebih lama dibanding amfetamin sehingga MA berpotensi lebih banyak disalahgunakan dan menimbulkan gejala psikiatri seperti ansietas, depresi dan psikosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola penggunaan metamfetamin dengan gejala psikiatri menurut addiction severity index (ASI) pada pasien rehabilitasi di BNN Lido Bogor. Metode: Penelitian ini merupakan potong lintang analitik dengan mengambil data rekam medis penyalahguna MA selama periode Januari 2016-Desember 2018 di BNN Lido Bogor. Penilaian gejala psikiatri menggunakan ASI dengan kriteria insklusi adalah penyalahguna MA yang berusia ≥ 18 Tahun. Hasil: Pada penelitian ini terdapat 1842 penyalahguna MA yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukan penyalahguna MA didominasi oleh laki-laki (95,5%) dengan kelompok umur <40 tahun (92,4%), bekerja (64,2%), berpendidikan SMA (64,6%) dan tidak menikah (58,5%). Mayoritas penyalahguna MA menggunakan dosis ≥0,2gram (54,3%), durasi penyalahgunaan <5 tahun (57,1%) dan rute penyalahgunaan secara merokok (50,9%). Jumlah penyalahguna MA yang mengalami gejala psikiatri adalah 770 orang (41,8%). Depresi merupakan gejala psikiatri yang paling banyak dialami (31,9%), selanjutnya ansietas (24,5%) dan psikosis (8,9%). Berdasarkan hasil analisis multivariat didapatkan profil demografi dan cara penyalahgunaan yang memiliki hubungan bermakna secara statistik dengan gejala psikiatri adalah jenis kelamin (p = 0,003), durasi (p=0,000), rute administrasi (p = 0,006) dan penggunaan dengan narkotika lain (p = 0,001). Kesimpulan: Pada penelitian ini ditemukan jenis kelamin wanita, durasi penyalahgunaan ≥5 tahun dan rute administrasi merokok dan penggunaan dengan narkotika lain lebih berisiko menimbulkan gejala psikiatri.
......Introduction: Substance abuse is a global problem that has penetrated into various levels of society. One of the substances whose abuse is increasing is methamphetamine (MA). MA has better penetration into the central nervous system and a longer duration of action than amphetamines, so MA has the potential to be abused more and cause psychiatric symptoms such as anxiety, depression and psychosis. The purpose of this study was to determine the relationship between methamphetamine use patterns and psychiatric symptoms according to addiction severity index (ASI) in rehabilitation patients at BNN Lido Bogor. Methods: This study is a cross-sectional analytic by taking medical records of MA abusers during the period January 2016-December 2018 at BNN Lido Bogor. Assessment of psychiatric symptoms using ASI with inclusion criteria is MA abusers aged 18 years. Results: In this study, there were 1842 MA abusers who met the inclusion criteria. The results showed that MA abusers were dominated by men (95.5%) with an age group of <40 years (92.4%), working (64.2%), high school education (64.6%) and not married (58 ,5%). The majority of MA abusers used a dose of 0.2gram (54.3%), duration of abuse <5 years (57.1%) and a smoking route (50.9%). The number of MA abusers who experienced psychiatric symptoms was 770 people (41.8%). Depression was the most experienced psychiatric symptom (31.9%), followed by anxiety (24.5%) and psychosis (8.9%). Based on the results of multivariate analysis, it was found that the demographic profile and mode of abuse that had a statistically significant relationship with psychiatric symptoms were gender (p = 0.003), duration (p = 0.000), route of administration (p = 0.006) and use with other narcotics (p = 0.001). Conclusion: In this study, it was found that female sex, duration of abuse 5 years and route of administration of smoking and use with other narcotics were more at risk of causing psychiatric symptoms."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rezqi Hakim
"Metamfetamin atau di Indonesia dikenal dengan sabu merupakan stimulan sistem saraf pusat yang sangat kuat dari golongan amfetamin. Untuk membuktikan seseorang menyalahgunakan metamfetamin maka diperlukan uji metamfetamin dalam tubuh. Selama ini Kadar metamfetamin di dalam tubuh biasanya ditentukan di dalam darah dan urin. Saliva sebagai matriks biologis lebih sederhana dan efisien untuk uji metamfetamin dalam tubuh walaupun jarang digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis metamfetamin dalam saliva mulai dari kondisi kromatografi gas tandem spektrometri massa yang optimum, metode preparasi saliva optimum, hingga validasi metode analisis. Kondisi kromatografi optimum adalah kolom kapiler DB-5 MS dengan panjang 30 m; diameter dalam 0,25 mm; fase gerak gas Helium 99,999 ; laju alir 0,8 mL/menit; deteksi MS pada nilai m/z 58,00 dan 91,00 dan efedrin HCl sebagai baku dalam. Preparasi sampel menggunakan metode mikroekstraksi cair-cair dengan pelarut sikloheksana lalu residunya dikeringkan dan direkonstitusi dengan metanol sebanyak 100 L. Hasil validasi terhadap metode analisis metamfetamin yang dilakukan memenuhi persyaratan validasi berdasarkan EMEA Bioanalytical Guideline tahun 2011. Metode yang diperoleh linear pada rentang konsentrasi 15,0 ndash; 300,0 ng/mL dengan r > 0,9999. Metode berhasil diaplikasikan terhadap sampel saliva pengguna metamfetamin dengan kadar berada dalam rentang kurva kalibrasi.
......Methamphetamine or in Indonesia known as shabu is a very strong central nervous system stimulant of the amphetamine group. To prove a person abusing methamphetamine then metamfetamin test required in the body. Methamphetamine concentration in the body are usually determined in the blood and urine. Saliva as a biological matrix is simpler and more efficient for methamphetamine tests in the body although rarely used. This study aims to develop analytical methods for methamphetamine in saliva from the conditions of gas chromatography tandem mass spectrometry optimum, optimum saliva preparation methods, to the validation of analytical methods. The optimum chromatography conditions were DB MS 5 capillary columns with a length of 30 m 0.25 mm inner diameter mobile phase Helium gas 99.999 flow rate 0.8 mL min Detection of MS at m z values of 58.00 and 91.00 and ephedrine HCl as an internal standard. Sample preparation using liquid liquid microextraction with cyclohexane solvent and the residue is dried and reconstituted with about 100 L of methanol. The results of the validation of analytical methods for methamphetamine that satisfies the validation by the EMEA Guideline 2011. Bioanalytical Methods obtained linear in the concentration range from 15.0 to 300.0 ng mL with r 0.9999. The method was successfully applied to the saliva sample of methamphetamine users with levels in the range of the calibration curve."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69425
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library