Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
M. Andrew Raymizard
Abstrak :
ABSTRACT
Mikrosfer telah diaplikasikan pada berbagai bidang, salah satunya dalam drug delivery, hal ini dikarenakan mikrosfer dapat mengenkapsulasi banyak jenis obat termasuk molekul kecil, protein, dan asam, selain itu juga dapat mengontrol pelepasan obat di dalam tubuh. Untuk memperoleh pelepasan obat yang optimum di dalam tubuh, mikrosfer harus memiliki ukuran tidak melebihi 250 mm, dan distribusi ukuran yang sempit. Adapun parameter yang mempengaruhi hal tersebut antara lain: jenis surfaktan, konsentrasi surfaktan, kecepatan pengadukan, dan waktu pengadukan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi dan optimasi mikrosfer polipaduan Poli (D-asam laktat) dan Polikaprolakton menggunakan surfaktan tween 80 dengan metode penguapan pelarut, kemudian mengkarakterisasi mikrosfer yang telah berhasil dibuat dengan FTIR, PSA, Mikroskop Optik. Penelitian ini melakukan beberapa variasi metode, yaitu variasi konsentrasi tween 80, variasi kecepatan pengadukan dispersi, dan variasi waktu pengadukan dispersi. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi optimum pembuatan mikrosfer dengan menggunakan surfaktan Tween 80 pada konsentrasi 1,5%, dengan kecepatan pengadukan dispersi sebesar 900 rpm, dan lama waktu pengadukan dispersi selama satu jam. Kondisi tersebut menghasilkan % padatan mikrosfer sebesar 71,5%, ukuran mikrosfer 0,451 mm, dan distribusi ukuran yang sempit.
ABSTRACT
Microspheres have been applied to various fields, one of which is in drug delivery systems, this is because the microspheres can encapsulate many types of drugs including small molecules, proteins, and acids, while also controlling drug release in the body. To obtain the optimum drug release in the body, microspheres must have a size not exceeding 250 µm, and a narrow size distribution. The parameters that affect this include: type of surfactant, surfactant concentration, stirring speed, and stirring time. This study aims to characterize and optimize Poly (D-lactic acid) and Polycaprolactone microspheres using tween 80 surfactant with solvent evaporation method, then characterize microspheres that have been successfully made with FTIR, PSA, Optical Microscope. This study carried out several variations of the method, namely variations in the concentration of tween 80, variations in the speed of dispersion stirring, and variations in time of stirring dispersion. In this study showed that the optimum conditions for making microspheres using Tween 80 surfactant at a concentration of 1.5%, with a dispersion stirring speed of 900 rpm, and the duration of stirring dispersion for one hour. This condition produces% microsphere solids of 71.5%, microspheres size of 0.451 µm, and narrow size distribution.
[, ]: 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Liftyawati
Abstrak :
Pada penelitian ini dikembangkan material unggul berupa hidrogel mikrosfer komposit γ-PGA/Alg/AgNP yang diaplikasikan sebagai pembalut luka sehingga dapat menyeimbangkan kelembaban jaringan luka dan membantu dalam proses hemostasis tubuh karena sifatnya yang hidrofilik dan memiliki struktur berupa jejaring tiga dimensi. Dilakukan pengujian waktu pembekuan darah untuk mengetahui kemampuan hidrogel dalam membantu proses hemostasis tubuh. Dilakukan pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram positif (Staphylococcus aureus) dan gram negatif (Escherichia coli). Karakterisasi diamati dengan menggunakan instrumentasi spektrofotometer UV-Vis, FT-IR, XRD, SEM-EDS dan TEM. Pengujian kapasitas swelling maksimum untuk hidrogel mikrosfer komposit γ-PGA/Alg terbaik dengan rasio massa (2:8) didapatkan hasil sebesar 261,6 (g/g) dan hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP dengan rasio massa (1:4) didapatkan sebesar 80,8 (g/g). Hidrogel γ-PGA/Alg memiliki nilai kapasitas swelling maksimum lebih tinggi dibandingkan dengan hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP. Selanjutnya dilakukan variasi medium perendaman, hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP dalam media perendaman larutan asam (HCl) memiliki kapasitas swelling maksimum lebih tinggi dibandingkan dalam aquades dan larutan basa (NaOH). Pengujian release ion Ag+ pada hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP rasio massa (1:4) menunjukkan kesesuiaian nilai maksimum tertinggi dengan pengujian kapasitas swelling-nya yakni sebesar 5,46 %. dan untuk kapasitas loading sebesar 80,15 (ppm/gr). Kinetika swelling γ-PGA/Alg dan γ-PGA/Alg/AgNP mengikuti orde pseudo pertama dengan parameter lajunya masing-masing sebesar 6,06 menit dan 44,64 menit. Pengujian waktu pembekuan darah atau CBT (clotting blood time) menunjukkan bahwa hidrogel γ-PGA/Alg/AgNP memiliki kemampuan hemostasis atau penggumpalan darah tercepat yakni selama 98,7 sekon. Hasil pengujian aktivitas antibakteri, berdasarkan literatut jurnal diketahui bahwa S.aureus lebih resisten dibandingkan E.coli. ......In this research developed material in the form of γ-PGA/Alg/AgNP composite microsphere hydrogel which was applied as a wound dressing so that it can balance the wound tissue moisture because it is hydrophilic and has a three dimensional network structure. Clotting blood time was tasted to determine the ability of hydrogel to assist the body's hemostasis. Antibacterial activity test was done to against gram positive bacteria (Staphylococcus aureus) and gram negative (Escherichia coli). Hydrogel was characterized by spectrophotometer UV-Vis, FT-IR, XRD, SEM-EDS and TEM. Testing the maximum swelling capacity for the γ-PGA/Alg composite microscope hydrogel with the best mass ratio (2:8) results of 261.6 (g/g) and γ-PGA/Alg/AgNP hydrogel with mass ratio (1:4) obtained at 80.8 (g/g). γ-PGA/Alg hydrogels have a higher maximum swelling capacity than dibandingkan γ-PGA/Alg/AgNP hydrogels. Furthermore, the variation of immersion medium, γ-PGA/Alg/AgNP hydrogel in acid solution (HCl) immersion media has a maximum swelling capacity higher than in aquades and base solutions (NaOH). The release of Ag+ ions on the γ-PGA/Alg/AgNP hydrogel mass ratio (1:4) showed the highest maximum value of conformity with the swelling capacity test which was 5.46%. and for loading capacity of 80.15 (ppm/gr). Swelling kinetics of γ-PGA/Alg and γ-PGA/Alg/AgNP follow the first pseudo order with the speed parameters of 6.06 minutes and 44.64 minutes, respectively. Tests of blood clotting time or CBT (clotting blood time) showed that the γ-PGA/Alg/AgNP hydrogel has the ability to hemostasis or the fastest blood clotting during 98.7 seconds. The results of antibacterial activity testing, based on the journal literatut, it is known that S. aureus is more resistant than E.coli.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Adha Yuliani
Abstrak :
Mikrosfer merupakan salah satu bentuk sediaan yang banyak diteliti saat ini karena sifat unik yang dimilikinya. Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi mikrosfer kitosan suksinat tersambung silang natrium sitrat. Pada penelitian ini mikrosfer kitosan suksinat yang disambung silang dengan sitrat (KS-S) telah berhasil dibuat dengan metode semprot kering dan perbandingan obat-polimer yaitu 1:2. Polimer kitosan suksinat yang digunakan merupakan hasil modifikasi antara kitosan dengan anhidrida suksinat. Mikrosfer kemudian dievaluasi ukuran partikel, bentuk dan morfologi, efisiensi penjerapan,indeks mengembang, efiseiensi penjerapan, dan pelepasan obat secara in vitro. Dari hasil penelitian diperoleh, diameter rata-rata mikrosfer KS-S 29,29 μm dengan permukaan mikrosfer yang halus dan cekung pada sisinya. Efisiensi penjerapan mikrosfer KS-S sebesar 84,30%. Pelepasan teofilin pada medium asam dari mikrosfer KS-S pada jam ke-2 lebih cepat dibanding pada medium basa dengan nilai masing-masing 82,63% dan 69,24%. ......Microsphere is one of the dosage form that is currently widely studied because of its unique properties. This study aims to create and characterize chitosan succinate microspheres crosslinked sodium citrate. In this study, micro-spheres chitosan succinctness cross-linked sodium citrate (CS-S) has been successfully prepared by spray drying method and the drug-polymer ratio 1:2. The used chitosan succinctness polymer was the modified-chitosan with succinct an-hydride. Then, the particle size, shape and morphology, entrapment efficiency, swelling behavior, and in vitro drug release of the microspheres were evaluated. Based on the results, the average volume diameter of CS-S was 29,29 μm with a smooth and concave surface on the side. The entrapment efficiency of CS-S micro-sphere was 84,30%. The release of theophylline from CS-S microsphere in acidic medium during 2h was faster than that in alkaline medium, which were 82,63% and 69,24%, respectively.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S1770
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gardiani Febri Hadiwibowo
Abstrak :
Pada penelitian ini mikrosfer telah dihasilkan dan terbentuk dari hasil reaksi sambung silang antara kitosan suksinat (KS) dan natrium tripolifosfat (STPP) pada pH 6 dengan menggunakan metode semprot kering. Teofilin digunakan sebagai model obat dengan perbandingan polimer dan obat 2:1. Kitosan suksinat yang digunakan merupakan hasil modifikasi kimia kitosan dengan reaksi substitusi gugus suksinat ke dalam gugus amin kitosan. Modifikasi ini terbukti menambah kelarutan kitosan suksinat pada medium basa dibandingkan dengan kitosan. Reaksi sambung silang dilakukan untuk menghasilkan suatu polimer yang lebih dapat menahan obat dan mengubah profil pelepasan obat. Dari hasil penelitian diperoleh diameter rata-rata mikrosfer sebesar 22,12 μm dengan efisiensi penjerapan teofilin berkisar antara 79-81%. Indeks mengembang mikrosfer KS-STPP pada medium basa lebih rendah jika dibandingkan dengan pada medium asam selama 2 jam. Dari hasil penelitian, pelepasan teofilin dari mikrosfer kitosan suksinat-STPP pada medium basa (44,37%) lebih rendah daripada medium asam (51,61%). Selama 8 jam mikrosfer kitosan suksinat-STPP lebih dapat menahan pelepasan teofilin dibandingkan dengan mikrosfer kitosan-STPP dalam medium asam dan basa. Hal ini menunjukkan bahwa mikrosfer kitosan suksinat berpotensi digunakan sebagai matriks dalam sediaan lepas lambat.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2012
S1790
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Ika Mayasari Atmaputri
Abstrak :
Pare (Momordica charantia Linn.) merupakan tanaman obat yang dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit, salah satunya diabetes melitus. Komponen bioaktif dari pare yang mempunyai efek hipoglikemik yaitu karantin (C32H53O6), yang merupakan campuran dari dua komponen steroidal saponin, dan diketahui agak sukar larut dalam air. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti efek antidiabetes fraksi diklormetana buah pare pada tikus diabetes yang diinduksi dengan streptozotosin serta pembuatan mikrosfer fraksi diklormetana buah pare menggunakan metode semprot kering. Fraksi tersebut diperoleh dengan cara partisi ekstrak etanol menggunakan diklormetana dan air secara berturut-turut. Fraksi yang diperoleh kemudian dikarakterisasi dan diuji aktivitas antidiabetesnya. Mikrosfer fraksi diklormetana buah pare dibuat dengan metode semprot kering menggunakan xanthan gum dan gum arab sebagai polimer penyalut. Mikrosfer yang diperoleh kemudian dievaluasi meliputi bentuk dan morfologi, efisiensi penjerapan, distribusi ukuran partikel, dan profil disolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian fraksi diklormetana buah pare dengan dosis 20, 40, dan 60 mg/kgBB secara per oral selama 3 minggu dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa tikus diabetes. Fraksi dengan dosis 40 mg/kgBB merupakan fraksi yang paling efektif karena dapat menurunkan kadar glukosa darah puasa tikus sebesar 58,46-88,90%, dengan nilai Area Above Curve 1324,38 mg.hari/dl. Mikrosfer yang dihasilkan berupa serbuk halus berwarna kekuningan, berbentuk bulat dengan permukaan tidak rata. Efisiensi penjerapan diperoleh sebesar 35-46% dan memiliki diameter 26,7-36,6 µm. Jumlah fraksi diklormetana yang terlepas dari mikrosfer dalam medium air selama 6 jam sebesar 98,46-100,37%. Formula mikrosfer F3 dengan perbandingan zat aktif : polimer (1:3), terpilih sebagai formula mikrosfer terbaik.
Bitter melon (Momordica charantia Linn.) is a medicinal plant which can be used to treat various diseases, one of which is diabetes mellitus. Its bioactive compound, which is having hypoglycemic activity is charantin (C32H53O6), a mixture of two streroidal saponin compounds and slightly soluble in water. This study was aimed to investigate the antidiabetic effect of dichloromethane fraction from bitter melon fruits on streptozotocin-induced diabetic rats, prepare the microspheres of dichloromethane fraction from bitter melon fruits using spray drying method and evaluate the obtained microspheres. The dichloromethane fraction was obtained by partition of the ethanolic extract using dichloromethane and water, respectively. The fraction was then characterized and evaluated for antidiabetic activity. The dichlormethane fraction was microencapsulated by spray drying method using xanthan gum and acacia gum as a coating polymer. The microspheres were then evaluated for their shape and morphology, entrapment efficiency, particle size distribution, and dissolution profile. The results showed that administration of dichlormethane fraction of bitter melon fruit at oral doses of 20, 40, and 60 mg/kg body weight for 3 weeks could reduce fasting blood glucose levels of diabetic rats. The fraction at a dose of 40 mg/kg body weight was the most effective one that showed 58.46-88.90% reduction of fasting blood glucose levels with Area Above Curve value of 1324.38 mg.day/dl. The obtained microspheres were yellowish powder and have spherical shape with irregular surface morphology. The entrapment efficiency was in the range of 35-46% and diameter of 26.7-36.6 µm. Percentage of dichloromethane fraction released from microspheres in water medium for 6 hours was 98.46-100.37%. Formula F3 of which ratio of fraction : polymer (1:3) was selected as the best microspheres formula.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
T45067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Lestari
Abstrak :
Kuersetin memiliki banyak aktivitas farmakologi tetapi bioavailabilitas dan absorpsi kuersetin rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula mikrosfer fitosom kuersetin untuk pemberian secara oral mengevaluasi formulasi tersebut pada uji ketersediaan hayati menggunakan tikus Sprague Dawley. Optimasi formula fitosom telah dilakukan pada penelitian ini, yaitu F1, F2, F3 dengan konsentrasi kuersetin berturut-turut adalah 1%, 1,5%, dan 2%. Hasil menunjukkan bahwa F1 adalah formula terbaik dengan morfologi vesikel sferis, efisiensi penjerapan 96,57 ± 5,61%, ukuran partikel rata-rata 266,6 ± 1,37 nm, indeks polidispersitas 0,388 ± 0,01 dan potensial zeta -29,43 ± 0,75 mV sehingga digunakan pada formulasi mikrosfer. Mikrosfer yang dibuat terdiri dari dua formula, yaitu mikrosfer fitosom (MF) dan mikrosfer non fitosom (MNF). Pembuatan mikrosfer dilakukan dengan proses enkapsulasi menggunakan metode semprot kering. Formula MF yang dihasilkan berbentuk sferis, dengan ukuran partikel 1154,67 ± 69,10 nm dan efisiensi penjerapan 98,56 ± 0,05 %. Uji ketersediaan hayati dilakukan terhadap kedua formula dan suspensi oral kuersetin sebagai pembanding. Konsentrasi maksimum (Cmax) untuk MF, MNF, dan suspensi oral berturut-turut adalah 213,33 ± 73,51 ng/mL, 92,79 ± 16,88 ng/mL, 95,01 ± 2,66 ng/mL. Hasil uji ketersediaan hayati formula mikrosfer fitosom kuersetin memberikan profil farmakokinetik yang lebih baik dibandingkan mikrosfer non fitosom dan suspensi oral.
Quercetin has many pharmacological activities but it has low bioavailability and absorption. The purpose of this research is to get quercetin phytosome microspheres formula for oral administration and evaluate it in the bioavailability study using Sprague Dawley rats. Phytosome formula optimization has been done in this study, namely F1, F2, F3 with concentration of quercetin in a row is 1%, 1.5% and 2%. The results show that F1 is the best formula with spherical vesicle morphology, entrapment efficiency 96.57 ± 5.61%, average particle size 266.6 ± 1.37 nm, polydispersity index 0.01 ± 0.388 and zeta potential -29,43 ± 0.75 mV, so it was incorporated into microspheres formulation. Microspheres made comprised of two formulas, namely phytosome microspheres (MF) and non phytosome microspheres (MNF). Microspheres was made with the encapsulation process by spray drying method. MF formula produced has spherical morphology, with particle size 1154.67 ± 69.10 nm and the entrapment efficiency of 98.56 ± 0.05%. Bioavailability test conducted on both formula and oral suspension quercetin as a comparison. The maximum concentration (Cmax) for MF, MNF, and oral suspension respectively are 213.33 ± 73.51 ng/mL, 92.79 ± 16.88 ng/mL, 95.01 ± 2.66 ng/mL. The bioavailability study of quercetin phytosome microspheres formula provide a better pharmacokinetic profile than non phytosome microspheres and oral suspensions formula.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
T48904
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hayatul Husna
Abstrak :
Pemanfaatan mikrosfer sebagai agen penghantar obat telah banyak dikembangkan. Polipaduan PLLA dan PCL digunakan sebagai bahan dasar pembuatan mikrosfer untuk meningkatkan kemampuan permeabilitas dan laju degradasi dari mikrosfer. Pada penelitian ini mikrosfer polipaduan dibuat dengan memvariasikan konsentrasi surfaktan, kecepatan pengadukan dispersi, dan waktu pengadukan dispersi untuk melihat pengaruhnya terhadap bentuk fisik mikrosfer, persen padatan mikrosfer yang diperoleh, serta ukuran dan keseragaman dari mikrosfer. Mikrosfer yang diperoleh dikarakterisasi dengan FT IR, PSA, dan Mikroskop Stereo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan yang digunakan menghasilkan ukuran mikrosfer yang semakin kecil. Pada variasi kecepatan pengadukan, jika kecepatan pengadukan ditingkatkan diperoleh ukuran mikrosfer yang semakin kecil, namun setelah melewati kondisi optimum kecepatan yang terlampau tinggi mengakibatkan ukuran kembali besar karena meningkatkan kemungkinan mikrosfer yang belum padat untuk bertemu dan menyatu kembali Untuk variasi waktu pengadukan dispersi diperoleh waktu pengadukan paling baik yaitu 1 jam karena menghasilkan mikrosfer dengan ukuran terkecil dan keseragaman yang baik.
The use of microspheres as drug delivery agents has been widely developed. Polyblend is used as the base material for making microspheres to increase permeability and degradation rates of the microspheres. In this study, the polyblend microspheres were made by varying the surfactant concentration, the dispersion stirring speed, and the time of dispersion stirring to see the effect on the physical shape of the microspheres, the percentage of solid microspheres obtained, the size and uniformity of the microspheres. The microspheres obtained were characterized by FT IR, PSA, and Stereo Microscope. The results show that the smaller the concentration of surfactants used will result in smaller sizes of microspheres. At variations in stirring speed, if the stirring speed is increased, the smaller the size of the microspheres will be. But after passing the optimum speed, the size of the microspheres will be enlarged again because it increases the possibility of the microspheres that have not been solid to reunite. For variations in the time of dispersion, the best stirring time is obtained 1 hour because it produces microspheres with small size and good uniformity.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Abdul Karim
Abstrak :
ABSTRAK
Protein kedelai tersuksinilasi merupakan protein kedelai yang termodifikasi secara kimia dan berpotensi dimanfaatkan sebagai pembentuk matriks mikrosfer. Protein kedelai disuksinilasi dengan suksinat anhidrida 100% b/b dalam suasana basa. Protein kedelai tersuksinilasi yang diperoleh memiliki derajat suksinilasi 35,74±0,38%, menunjukkan peak pada bilangan gelombang 1653 cm-1 mengindikasikan gugus karbonil amida yang terbentuk, memiliki nilai uji daya larut pada pH 1,2 sebesar 0,21±0,010 gram/100 ml dan pada pH 7,5 sebesar 0,35±0,003 gram/100 ml, serta memiliki kemampuan mengembang pada pH 1,2 sebesar 33,21±2,04% dan pada pH 7,5 sebesar 66,36±2,12%. Mikrosfer lepas lambat propranolol hidroklorida dibuat dengan eksipien konsentrat protein kedelai dan protein kedelai tersuksinilasi sebagai matriks menggunakan alat spray dryer dan dihasilkan mikrosfer dengan ukuran partikel 11,54-16,79 µm, nilai presentase rendemen 36,46-58,91%, dan nilai efisiensi penjerapan 95,75-99,81%. Formula 2 menahan pelepasan obat paling baik dalam medium pH 1,2 dengan nilai pelepasan obat kumulatif 14,44±0,10% selama 1 jam dan 63,05±0,40% jika dilanjutkan dalam medium pH 7,5 hingga jam ke-12.
ABSTRACT
Succinylated soybean protein was chemically-modified soybean protein that could be used as matrix for sustained release microspheres containing propranolol hydrochloride. Soybean protein was succinylated with anhydride succinic 100% w/w in basic condition. Succinylated soybean protein had degree of succinylation 35.74±0.38%, showed peak in wave numbers 1653 cm-1 on IR spectrum which was indicating formed amide carbonyl group, had solubility index 0.21±0.010 gram/100 ml in aqueous medium pH 1.2 and 0.35±0.003 gram/100 ml in aqueous medium pH 7.5, and had swelling index 33.21±2.04% in aqueous medium pH 1.2 and 66.36±2.12% in aqueous medium pH 7.5. Sustained release microspheres containing propranolol hydrochloride were made by using spray dryer and obtained microspheres had particle diameters 11.54-16.79 µm, had yield values 36.46-58.91%, and had encapsulation efficiency values 95.75-99.81%. Second formula was the best formula that could sustain drug release in the aqueous medium pH 1.2 with the value of cumulative drug release 14.44±0.10% for 1 hour and 63.05±0.40% if it was continued in aqueous medium pH 7.5 up to 12 hours.
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S55376
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Farhana
Abstrak :
Fitosom adalah nanovesikel yang menggabungkan ekstrak tanaman dan fosfolipid untuk menghasilkan kompleks yang lebih larut dalam lemak dan memiliki kemampuan yang lebih baik dibanding dengan ekstrak herbal dalam penetrasi dan absorbsinya menembus kulit dan membran lipid bilayer usus. Ekstrak daun teh hijau memiliki kandungan polifenol dalam jumlah besar yaitu berupa epigalokatekin galat EGCG . Namun, EGCG terlalu polar untuk dapat menembus membran lipid bilayer usus dan tidak stabil terhadap panas, cahaya, dan pH. Tujuan dari penelitian ini adalah memformulasikan dan menghasilkan mikrosfer fitosom dengan karakteristik yang baik sehingga dapat meningkatkan stabilitas vesikel fitosom. Pada penelitian ini fitosom diformulasikan dengan ekstrak yang memiliki konsentrasi setara 3 EGCG, dan konsentrasi lipoid yang berbeda yaitu sebesar 2 F1 ; 3,5 F2 ; dan 4 F3 . Fitosom dibuat dengan menggunakan metode hidrasi lapis tipis. Fitosom selanjutnya diformulasikan menjadi sediaan mikrosfer menggunakan maltodekstrin dan gum arab dan kontrol berupa serbuk fitosom tanpa maltodekstrin dan gum arab. Hasil pengujian menunjukkan bahwa F3 merupakan formula terbaik dan menjadi formula yang digunakan untuk pembuatan mikrosfer karena memiliki bentuk yang sferis, Dmean volume 42,58 nm, indeks polidispersitas 0,276, potensial zeta 48,2 1,78 mV, dan efisiensi penjerapan sebesar 50,61 0,93 . Mikrosfer fitosom ekstrak daun teh hijau yang terbentuk memiliki jumlah pelepasan EGCG kumulatif sebesar 85,21 pada jam ke-4. Hasil uji stabilitas fisikokimia kedua sediaan menunjukan sediaan yang stabil secara fisikokimia melalui hasil analisa pengamatan organoleptis, kadar air, dan aktivitas antioksidan yang dilakukan selama 6 minggu pada berbagai suhu. ......Phytosome is a nanovesicle that combines plant extracts and phospholipids to produce more soluble fat complex and provide better penetration and absorption. The green tea leaves extract has an abundant amount of polyphenol containing Epigallocatechin gallate EGCG . However, its penetration and absorption properties are poor due to its high polarity, and it is unstable to heat, light, and pH. The purpose of this research was to formulate and produce a phytosome loaded microsphere of green tea leaves extract with good physicochemical properties so it can improve the stability of phytosome. In this research, phytosome were formulated with green tea leaves extract equal to 3 of EGCG, and different concentrations of lipoid, i.e. 2 F1 3.5 F2 dan 4 F3 . Phytosome was made using thin layer hydration method. Then, the selected phytosome was formulated into a microsphere using maltodextrin and gum arabic, and a control in form of spray dried phytosome without maltodextrin and gum arabic. The result showed that F3 was the best formula with spherical shape, Dmean volume 42.58 nm, polydispersity index 0.276, zeta potential 48.2 1.78 mV, and entrapment efficiency 50.61 0.93 . Total cumulative amount of EGCG after 4 hour dissolution test was 85,21 . Furthermore, it shows a good physicochemical stability through organoleptic, water content, and physicochemical properties study which are conducted for 6 weeks at various temperatures.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69173
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Ulfah Budhyono
Abstrak :
Pada penelitian ini dilakukan preparasi mikrosfer dengan metode evaporasi pelarut. Mikrosfer dibuat dengan memadukan polimer biodegradable poli(D-asam laktat) dan polikaprolakton, dan span 80 sebagai surfaktan. Optimasi pembentukan polipaduan mikrosfer dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi surfaktan Span 80 (1,2 x 10-2 M, 2,3 x 10-2 M, 3,5 x 10-2 M, 4,6 x 10-2 M, dan 5,8 x 10-2 M), variasi kecepatan pengadukan tahap dispersi (700 rpm, 900 rpm, 1100 rpm dan 1300 rpm) dan variasi lama waktu pengadukan tahap dispersi (30 menit, 60 menit, dan 120 menit). Karakterisasi mikrosfer yang terbentuk dilakukan dengan FTIR, PSA, dan mikroskop optik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi optimum mikrosfer yang baik adalah dengan menggunakan Span 80 pada konsentrasi 5,8 x 10-2 M, kecepatan pengadukan tahap dispersi sebesar 1300 rpm dan lama waktu pengadukan dispersi 60 menit. Kondisi tersebut menghasilkan mikrosfer dengan persen padatan mikrosfer besar (93 ± 2%) dan ukuran yang seragam.
In this study, microspheres were prepared by solvent evaporation method. Microspheres were prepared by blending two biodegradable polymers; poly(D-lactic acid) and polycaprolactone and using span 80 as surfactant. Microspheres polyblend were optimized at various concentrations of span 80 (1,2 x 10-2 M, 2,3 x 10-2 M, 3,5 x 10-2 M, 4,6 x 10-2 M, dan 5,8 x 10-2 M), various stirring speeds during dispersion (700 rpm, 900 rpm, 1100 rpm, and 1300 rpm), and also at various stirring times during dispersion (30 minutes, 60 minutes, and 120 minutes). Characterizations of microsphere obtained were observed by FTIR, PSA and optical microscope. The overall results in this study showed that the formula which used 5,8 x 10-2 M span 80, stirring speed at 1300 rpm and stirring time for 60 minutes at dispersion phase produced microsphere with high percentage of microsphere particles (93 ± 2%) and had the most uniform sizes.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>