Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kukun Kurniawan Hermanto
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai untuk dapat dilakukannya ekspor mineral, wajib dilakukan peningkatan nilai tambah terlebih dahulu melalui pengolahan dan pemurnian sebagaimana yang diatur dan ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral Dan Batubara. Sampai dengan saat ini, beberapa kali Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan peraturan mengenai ekspor mineral yang tidak konsisten dan tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Terakhir dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2017 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral Di Dalam Negeri yang memperbolehkan dilakukannya penjualan mineral Nikel dengan kadar <1,7% dan Bauksit dengan kadar A12O3. Maksud dan tujuan dari diberlakukannya ketentuan tersebut, antara lain untuk mempercepat industri hilirisasi mineral. Ketentuan tersebut tentu menimbulkan resiko terhadap investasi dibidang pertambangan, penyerapan tenaga kerja, penggunaan sumber daya dan bahan baku cadangan mineral, serta harga jual mineral itu sendiri. Ketentuan yang mengatur dapat dilakukannya ekspor mineral mentah tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum bagi para pelaku usaha pertambangan di Indonesia. Sementara itu ketentuan yang memperbolehkan dilakukannya ekspor mineral mentah, tentu saja bertentangan dengan kewajiban untuk dilakukannya peningkatan nilai tambah terlebih dahulu melalui pengolahan dan pemurnian sebelum dilakukanya ekspor, sebagaimana yang diatur dan ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Oleh sebab itu, Pemerintah sebaiknya mencabut ketentuan yang memperbolehkan dilakukanya ekspor mineral mentah agar dapat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, dan memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha pertambangan di Indonesia. ......The Thesis exploring about to be able to export mineral, hence have to perform added value through processing and refinement as regulated and stipulated by Law Number 4 of Year 2009 Regarding Minerals and Coals. Up to today, Indonesian Government has been several times issuing regulation concerning mineral export which is inconsistent and conflicting with Law Number 4 of Year 2009. Recently, by the enforcement of Ministerial Regulation of Energy and Mineral Resources Number 05 of Year 2017 regarding Enhancement of Mineral Added Value Through Mineral Processing and Refinement Activity Domestically to which allowed Nickel mineral selling with content <1,7% and bauxite with content A12O3. Object and purpose of such provision, among others is to accelerate downstream industry of mineral. Such provision surely creating risk to investment in mining fields, employment absorption, the use of mineral resources and raw materials, and the price of the mineral itself. The provision which stipulating permissibility of the export of raw minerals could create legal uncertainty for mining business entrepreneurs in Indonesia. Meanwhile, the provision allowing the export of raw minerals, of course, is contrary to the obligation to increase the added value foremost by processing and refining before exporting, as regulated and stipulated by Law Number 4 of Year 2009. Therefore, the Government should revoke the provisions that allow the export of raw minerals to be in accordance with Law No. 4 of year 2009, and provide legal certainty for mining business entrepreneurs in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Aurelie Eka Putri
Abstrak :
Urgensi dari hilirisasi komoditas tambang mineral khususnya nikel dimulai saat diundangkannya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diubah terakhir dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang memiliki misi untuk mendorong terjadinya peralihan pengelolaan mineral, yaitu dari hulu ke hilir. Akibatnya, Pemerintah mendorong adanya percepatan pembangunan smelter dalam memfasilitasi hilirisasi nikel. Namun, yang menjadi permasalahan yaitu pada praktik tata niaga nikel masih terdapat perusahaan smelter yang melakukan transaksi bijih nikel di bawah Harga Patokan Mineral (HPM) Logam akibat dari selisih perbedaan hitungan kadar nikel yang dilakukan oleh perusahaan surveyor. Permasalahan tersebut diduga muncul akibat dari penunjukan langsung satu perusahaan surveyor, PT Anindya Wiraputra Konsult (Anindya), untuk perusahaan-perusahaan smelter di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Maka, penulis membahas fenomena tersebut dengan tujuan untuk memberi pengetahuan kepada masyarakat terhadap adanya potensi praktik diskriminasi yang dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada penunjukan Anindya sebagai surveyor untuk perusahaan-perusahaan smelter di IMIP. Dalam menganalisis kasus tersebut, penulis menggunakan penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan kualitatif, di mana penulis menjabarkan kasus penunjukan Anindya sebagai surveyor, kemudian menganalisisnya berdasarkan ketentuan hukum persaingan usaha melalui unsur-unsur Pasal 19 huruf d UU No. 5 Tahun 1999, serta memberikan saran berupa rekomendasi agar dibuatnya pengaturan pedoman serta lembaga pengawasan pengadaan barang dan/atau jasa oleh perusahaan swasta. Hasil dari penelitian oleh penulis adalah terpenuhi dan terbukti adanya praktik diskriminasi sesuai Pasal 19 huruf d UU No. 5 Tahun 1999 terhadap penunjukan Anindya sebagai surveyor di kawasan IMIP. ......The urgency of downstream mineral mining commodities, especially nickel, began with the enactment of Law no. 4 of 2009 on Mineral and Coal Mining, which was last amended by Law no. 11 of 2020 on Job Creation, which has a mission to encourage a shift in mineral management, namely from upstream to downstream. As a result, the Government encourages the acceleration of smelter construction in facilitating nickel downstream. However, the problem is that in the practice of nickel trading, there are still smelter companies that carry out nickel ore transactions below the Metal Mineral Reference Price (HPM) due to differences in the calculation of nickel levels carried out by surveyor companies. The problem is suspected to have arisen because of the direct appointment of a surveyor company, PT Anindya Wiraputra Konsult (Anindya), for smelter companies in the Indonesian Morowali Industrial Park (IMIP). Therefore, the author discusses this phenomenon with the aim of providing knowledge to the public about the potential for discriminatory practices that are prohibited by Law no. 5 of 1999 concerning the Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition on the appointment of Anindya as a surveyor for smelter companies at IMIP. In analyzing the case, the author uses analytical descriptive research with a qualitative approach, in which the author describes the case of Anindya's appointment as a surveyor, then analyzes it based on the provisions of business competition law through the elements of Article 19 letter d of Law no. 5 of 1999, as well as providing suggestions in the form of recommendations for the establishment of guidelines and supervisory agencies for the procurement of goods and/or services by private companies. The results of the research by the author are fulfilled and proven there is discriminatory practices in accordance with Article 19 letter d of Law no. 5 of 1999 on the appointment of Anindya as a surveyor in the IMIP area.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2009
622 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Salim H.S.
Jakarta: Rajawali, 2008
343.077 SAL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Salim H.S.
Jakarta: Rajawali, 2010
343.077 SAL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library