Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hendro Yulieanto
Abstrak :
LATAR BELAKANG : Penerbang yang mengawaki pesawat tempur canggih memiliki peluang besar untuk terpajan gaya + Gz tinggi dengan durasi yang cukup lama (High Sustained G). Untuk mengurangi bahaya pajanan gaya ini, penerbang tempur harus melakukan Anti G Straining Maneuver (AGSM), padahal dikeluhkan bahwa AGSM yang harus dilakukan berulang-ulang dengan intensitas tinggi cepat mengakibatkan kelelahan. Diyakini bahwa tingkat kesamaptaan otot yang baik akan meningkatkan kemampuan penerbang bertahan terhadap High Sustained G. HIPOTESIS : Penelitian ini bertujuan membuktikan kebenaran hipotesis bahwa terdapat hubungan antara tingkat kesamaptaan jasmani B (kesamaptaan otot) dan durasi ketahanan tehadap High Sustained G. METODE : Subyek dipajankan terhadap gaya +8 Gz dan diinstruksikan untuk bertahan selama mungkin sampai merasakan kelelahan, dalam latihan Simulated Air Combat Maneuver (SACM) dengan Human Centrifiige. Ketahanan penerbang dinilai dengan lamanya durasi bertahan. Tingkat kesamaptaan jasmani B (kesamaptaan otot) subyek dinilai dengan prosedur test kesamaptaan jasmani yang diberlakukan di TNT AU. HASIL : Dari 25 orang pilot yang semula mengikuti penelitian ini, 2 orang dikeluarkan karena mengalami mabuk gerak yang parah. Rata-rata umur dan jam terbang subyek adalah 28,0 (SD 3,4) tahun dan 501,4 (SD 232,3) jam. Ditemukan adanya hubungan yang kuat antara tingkat kesamaptaan jasmani B (kesamaptaan otot) dengan durasi bertahan terhadap High Sustained G (r = 0,76 ; p < 0,01). Repetisi gerakan Push up dalam tes samapta B memiliki hubungan yang sangat kuat dengan durasi ketahanan terhadap High Sustained G (r = 0,85., p < 0,01). KESIMPULAN Tingkat kesamaptaan jasmani B (kesamaptaan otot) dapat digunakan untuk memprediksi durasi bertahan terhadap High Sustained G di kalangan penerbang tempur TNT AU. Latihan beban dengan fokus pada kelompok otot dada kemungkinan akan dapat mengurangi kelelahan yang terjadi saat melakukan AGSM. ......BACKGROUND : Fighter pilots flying high performance airera is are often subjected to high levels of headword (+ Gz) acceleration. In order to reduce dangerous effect of this type of acceleration pilots must perform the Anti G Straining Maneuver (AGSM), eventhough there are a number of complaints that this repeated and high intensity maneuver is perceived very fatiguing. It seems that a good muscle fitness will increase pilot's High Sustained G endurance HYPOTHESIS: This study aimed to define correlations between muscle fitness levels and High Sustained G durations. METHODS : Subjects were exposed to +8 Gz plateaus during a Human Centrifuge Simulated Air Combat Maneuver (SACM) until volitional fatigue. High Sustained G endurances were evaluated by measuring the exposure durations. Muscle fitness levels were determined using a standardized test protocol of Indonesian Air Force. RESULTS : Twenty five pilots participated in this study. Because of severe motion sickness 2 pilots were eliminated. Their age and flying hours averaged 28,0 (SD 3,4) years and 501,4 (SD 232,3) hours. Strong correlation was found between muscle fitness levels and High Sustained G durations (r = 0,75 ; p < 0,01). Push up test item had a very strong correlation with High Sustained G durations (r = 0,85 ; p < 0,01). CONCLUSION The results indicate that the muscle fitness levels can be used to predict High Sustained G durations performed by Indonesian Air Force fighter pilots during SACM. Weight training focused on chest muscle groups may reduce fatigue while performing AGSM.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T 10293
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Edward E.
Abstrak :
Latihan kekuatan otot non mesin merupakan latihan yang dapat meningkatkan kemampuan fungsional dalam hal ini otot tungkai. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui efek latihan kekuatan otot non mesin selama 10 minggu terhadap kekuatan otot tungkai, daya tahan otot tungkai, kecepatan berjalan dan keseimbangan berjalan sebagai variabel kemampuan fungsional otot. Penelitian ini juga untuk mengetahui apakah latihan kekuatan otot jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance memberikan peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan latihan jenis weight bearing yang dilanjutkan dengan elastic resistance. Metode: Subyek terdiri dari 36 orang karyawan pra usia lanjut (45-56 tahun) sehat tidak terlatih yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok A melakukan latihan jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance sedangkan kelompok B melakukan latihan jenis weight bearing saja dan kemudian dilanjutkan dengan latihan elastic resistance saja. Kedua kelompok tersebut melakukan latihan dengan frekuensi 2-3 xlminggu selama 1 jam dengan intensitas 1-3 setlgerakan dan tiap set terdiri dari 8-12 ulangan/repetisi. Hasil: Hasil menunjukan kedua jenis latihan memberikan peningkatan terhadap kemampuan fungsional otot tungkai (Uji Anova p=0,00), namun jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance memberikan peningkatan yang lebih besar (Uji t p=0,01-0,04). Latihan kekuatan otot tungkai jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance memberikan peningkatan kekuatan otot (59,93%), daya tahan otot (58,42%), kecepatan berjalan (36,88%) dan keseimbangan berjalan (47,12%) sedangkan jenis weight bearing dilanjutkan elastic resistance memberikan peningkatan kekuatan otot (39,66%), daya tahan otot (31,69%), kecepatan bedalan (23,33%) dan keseimbangan berjalan (25,90%). Seluruh variabel kemampuan fungsional tersebut mempunyai korelasi yang kuat satu dengan lainnya (Uji korelasi Pearson p=0,000-0,001). Selain itu melalui kuesioner didapatkan bahwa subyek merasa nyaman dengan latihan jenis kombinasi dan menambah minat mereka terhadap latihan jasmani. Kesimpulan: Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa latihan kekuatan otot jenis kombinasi weight bearing dan elastic resistance memberikan peningkatan yang lebih besar terhadap variabel kemampuan fungsional otot pada kelompok karyawan pra usila sehat tidak terlatih.
Non machine muscle strength exercises can be used to increase functional ability, especially the lower limb muscle. Purpose: The purpose of this research was to evaluate the effects of 10 weeks of non machine muscle strength exercises on muscle functional ability. The variables for functional ability will be muscle strength, muscle endurance, speed of walk and balance of walk. And to determine if simultaneously combined weight bearing and elastic resistance exercises will be better than weight bearing followed by elastic resistance exercises on increasing muscle strength. Methods: The subjects were 36 healthy untrained employees aged between 45-56 years. They were divided randomly into 2 groups, groups A and B. Group A was trained with a simultaneous combination of weight bearing and elastic resistance exercises while group B was first trained with weight bearing exercises and then with elastic resistance exercises. Both groups exercised 2-3 times a week for 1 hour with an intensity of 1-3 sets/motion and 8-12 repetitions/set. Results: Results showed both types of exercises increased muscle functional ability (ANOVA test p-0.00), but the simultaneous combination of weight bearing and elastic resistance exercises was better (t test p=O.01-0.04). The simultaneous combination of weight bearing and elastic resistance exercises increased muscle strength (59.93%), muscle endurance (58.42%), speed of walk (36.88%), and balance of walk (47.12%), while the succeeding weight bearing and elastic resistance exercises increased muscle strength (39.66%), muscle endurance (31.69%), speed of walk (23.33%), and balance of walk (25.90%). All muscle functional ability variables were strongly correlated to one other (Pearson correlation test p=0.000-0.001). From the questionnaires given, it was found that the subjects enjoyed the simultaneous combination exercises which increased their motive for physical exercise. Conclusion: It was concluded that muscle strength exercises which simultaneously combined weight bearing with elastic resistance exercises were better in increasing muscle functional ability in healthy untrained young older employees.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhwan Rinaldi
Abstrak :
Latar Belakang : Peningkatan persentase usia lanjut Indonesia disertai proporsi perempuan melebihi laki-laki meningkatan masalah kesehatan perempuan usia lanjut khususnya jatuh. Kelemahan otot kuadriseps femoris adalah faktor risiko jatuh yang dan dapat diintervensi serta seringkali muneul bersamaan dengan defisiensi vitamin D pada usia lanjut. Penelitian di dunia tentang hubungan keduanya belum signifikan bahkan ada yang tidak signifikan sehingga masih kontroversi. Penelitian ini dilakukan di Indonesia yang mengalami dua musim dengan alat ukur dinamometer Cybex yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya guna melengkapi hasil-hasil yang sudah ada. . MetodoIogi : Penelitian dilakukan di tiga panti werdha di Jakarta dan satu di Bekasi dengan desain korelatif potong lintang pada bulan Januari 2005 terhadap perempuan mandiri berusia 60 tahun atau lebih. Subyek diperiksa kekuatan otot kuadriseps femoris dengan alat dinamometer Cybex pada kecepatan 150°Idetik sebanyak 2 set (3 repetisi dengan waktu istirahat 30 detik). Konsentrasi 25 (OH) D diperiksa dengan cara ELISA. Basil : Dari 67 perempuan usila yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan, lima orang diantaranya mengundurkan diri saat pemeriksaan kekuatan otot kuadriseps femoris. Rerata (SB) usia adalah 71,1 (7,2) tahun, konsentrasi vitamin D serum adalah 68,2 (21,6) nmoill, dengan konsentrasi < 50 nmoIll sebesar 22,6%, median (minimum-maksimum ) kekuatan otot kuadriseps femoris adalah 40,00 (11-116) N.m., dengan persentase subyek yang mengalami kelemahan otot sebesar 82,3%. Terdapat korelasi konsentrasi 25 (OH)D serum dengan kekuatan otot kuadriseps femoris (r = 0,327 ; P = 0,009). Simpulan : Pada perempuan usia lanjut Indonesia konsentrasi 25(OH)D serum berkorelasi dengan kekuatan otot kuadriseps femoris. Proporsi perempuan usia lanjut dengan kekuatan otot yang lemah lebih besar dibandingkan dengan dengan perempuan usia lanjut dengan kekuatan otot yang normal. Besamya proporsi kelompok kekuatan otot yang lemah lebih besar pada kelompok usia yang lebih tua. Proporsi status vitamin D berturut-turut dari yang paling besar sampai yang paling kecil adalah normal dan defisiensi vitamin D.
Background The increase of elderly people in Indonesia with a higher proportion of women impact on the increase of the health problem , especially the falls. One of the falls risk factor that could be intervented is the femoral quadriceps weakness. More commonly vitamin D deficiency may also occur some previous studies on the correlation between falls and vitamin D deficiency showed no significant results and it remains controversial. This study was performed in Indonesia and using a cybex dynamometer. It is a reliable tool to measure the muscle strength and has been validated. Objective To investigate correlation between serum vitamin D (25(OH)D) concentration and the femoral quadriceps femoral muscle strength in Indonesia elderly women in nursing homes Methods This study was a cross sectional. correlative study and conducted at three nursing. homes in Jakarta and one nursing homes in Bekasi. On January 2005. The subjects were women aged 60 years or above. Those selected study subjects underwent the femoral quadriceps muscle strength examination with cybex dynamometer on speed of 15001second, twice (three repetition with a rest time of 30 second). 25 (OH)D concentration was measured by ELISA. Results Out of 67 subjects met the required criteria for this study. Five subjects were discharged when femoral quadriceps muscle strength examinations were performed. The mean age was 71.1 (SD 7.2) years old while the mean serum vitamin D concentration was 6&2 (SD 21.6) nmolIl. Vitamin D deficiency 50 nmolll) was found in 22.6% of subjects. It was also found that the median (minimum-maximum) femoral quadriceps muscle strength was 40.00 (11-116) N.m. Approximately, 82.3% of subjects had muscle weakness overall, there was a correlation between serum 25 (OH)D concentration and femoral quadriceps muscle strength ( r = 0.327; P = 0.009).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58461
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kiki Hardiansyah Safitri
Abstrak :
Stimulus sensorik merupakan salah satu dari intervensi keperawatan komplementer yang membantu mengatasi masalah gangguan kelemahan (hemiparesis). Hipnoterapi merupakan terapi potensial yang menggunakan sugesti positif sebagai input sensoris dalam merangsang pusat somatosensoris untuk perencanaan dan pemrograman gerakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi pengaruh hipnoterapi terhadap peningkatan kekuatan otot dan rentang pergerakan sendi pada ekstermitas. Desain penelitian kuasi-eksperimen dengan pendekatan nonequivalent control group pre?posttest design dengan purposive sampling sebanyak 44 responden. Kelompok kontrol diberikan perlakuan latihan range of motion (ROM) sedangkan kelompok intervensi diberikan latihan ROM dan hipnoterapi. Terdapat peningkatan kekuatan otot dan rentang pergerakan sendi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi sesudah 10 kali intervensi. Namun analisa lebih lanjut juga terdapat perbedaan yang signifikan diantara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (p value < 0,05). Diperlukan penelitian lanjutan dengan homogenitas sampel yang lebih baik dan situasi yang lebih terkontrol. ...... Sensory stimulus exercise is one of activity in the complementary nursing interventions to overcome weakness (hemiparesis). Hypnotherapy is a potential therapy utilizes art of persuasive communication as the sensory input to provoke the somatosensory center in planning and programming movement. This study aimed to identify the effect of hypnotherapy to increase muscle strength and range of motion the joints extremity. Quasi-experimental designs with purposive sampling 44 samples. Control group were given range of motion (ROM) exercise and experiment group were given ROM exercise and hypnotherapy. There were significant effect in both experiment and control group to increase muscle strength and range of motion. Further analysis also getting significant differences between control and experiment group (p value < 0,05). Require further research with better homogeneity sample and more controlled situation.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
T45499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Noor Dwiprakoso
Abstrak :
Kekuatan otot yang lemah dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari dan memperbesar risiko terjadinya cedera seiring dengan penambahan usia. Pola hidup mahasiswa kedokteran yang erat dengan pola hidup sedentary dapat membuat massa otot berkurang yang akan berakibat pada lemahnya kekuatan otot. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan Kekuatan otot. Penelitian ini menggunakan studi cross sectional pada mahasiswa kedokteran angkatan 2011. Data didapatkan dari praktikum mahasiswa Fakultas Kedokteran Angkatan 2011 sebanyak 84 subjek. Data dianalisis menggunakan program SPSS Ver.21 for Mac dan dilakukan uji deskriptif crosstabulation dan uji chi-square. Didapatkan nilai kekuatan otot dengan tingkatan fair 16,9% pada IMT rendah dan 28.0% pada IMT tinggi. Tidak didapatkan nilai kekuatan otot good dan excellent pada seluruh mahasiswa di semua kategori IMT. Uji chi square menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna antara IMT dan kekuatan otot mahasiswa. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara IMT dengan kekuatan otot pada mahasiswa kedokteran angkatan 2011. ...... Weak muscle strength can affect daily activities and increase the risk of injury with aging. Medical student's lifestyle is related with sedentary lifestyle and it can reduced muscle mass which means weak muscle strength. Therefore, it is suspeceted there is an association between BMI and msucle strength in medical students. This study uses a cross secional on the medical student class of 2011. The Data is obtained from the medical student's practical work totaling 84 samples. This data is processed using SPSS prograrm Ver.21 for Mac and crosstabulation descriptive test and chi-square test. The result shows fair muscle strength 16,9% in low BMI and 28.0% in high BMI. There are no students with good and excellent muscle strength. Chi-square test showed no significant difference between BMI and muscle strength of students. It can be concluded that there is no association between BMi and muscle strength in the class of 2011 medical students.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisa Vinesha
Abstrak :
Massa otot memiliki banyak manfaat, termasuk untuk aktivitas kehidupan sehari-hari dan memengaruhi dalam kinerja olahraga. Selain itu, otot juga berperan sebagai pencegahan dari berbagai kondisi patologis dan penyakit kronis yang umum terjadi. Kemajuan teknologi telah membuat massa otot semakin mudah diukur dengan akurat, namun tidak semua kegiatan dapat mengakses alat ukur massa otot dengan mudah terkait alat ukur yang terbatas dan terbilang mahal. Tujuan penelitian ini adalah untuk menciptakan metode alternatif menghitung massa otot berdasarkan ukuran lingkar betis, lingkar otot lengan atas, dan lingkar lengan atas pada karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan total sampel 96 responden. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi kuat pada jenis kelamin yang tidak dibedakan antara lingkar otot lengan atas dengan massa otot r = 0,545, korelasi kuat pada laki-laki antara lingkar lengan atas dengan massa otot r = 0,650, serta korelasi kuat pada perempuan antara lingkar betis dengan massa otot r = 0,716. Model prediksi yang paling ideal digunakan adalah Massa Otot kg = 11,964 JK 1,108 LiLA cm 0,07 LOLA cm 5,757 dengan nilai akurasi 0,829 dan pertimbangan akurasi yang tinggi serta kemudahan pengaplikasian di lapangan. ......Muscle mass has many benefits, including for daily activities and sports performance. In addition, muscle also serves as a prevention of various pathological conditions and chronic diseases are common. Advanced technology makes easier to measure muscle mass accurately, but not all activities can easily access muscle mass measurements with limited and costly measuring instruments. The purpose of this study is to create an alternative method of calculating muscle mass based on calf circumference, mid upper arm muscle circumference, and mid upper arm circumference on employees of Public Health Faculty, Universitas Indonesia. This study used cross sectional design and samples total in this study are 96 respondents. The results showed a strong correlation of all samples between mid upper arm muscle circumference and muscle mass r 0,545, strong correlation in males sample between mid upper arm circumference and muscle mass r 0,650, and strong correlation in women samples between calf circumference and muscle mass r 0,716. The most ideal prediction model used is Muscle Mass kg 11,964 JK 1,108 LiLA cm-0,07 LOLA cm 5,757 with correlation value 0,829, high accuracy and applicable in the field.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listyani Herman
Abstrak :
Cedera medula spinalis (CMS) adalah kondisi cedera pada medula spinalis yang ditandai dengan gangguan pada komponen motorik, sensorik, serta otonom. Severitas gangguan yang terjadi sesuai dengan klasifikasi ASIA Impairment Scale (AIS) dan level neurologis. Salah satu gangguan yang biasa ditemui adalah kelemahan otot pernapasan. Kekuatan otot inspirasi digambarkan dengan nilai Maximal Inspiratory Pressure (MIP), diukur dengan manometer otot pernapasan (MicroRPM®), dan  ditingkatkan dengan latihan kekuatan otot inspirasi. Tesis ini disusun untuk mengetahui rerata MIP sebelum dan setelah latihan otot inspirasi menggunakan Threshold Inspiratory Muscle Trainer (threshold IMT®) pada pasien CMS fase kronis. Desain menggunakan studi intervensi one group pre and post-test. Sebelas orang penderita CMS AIS A-D dan level neurologis C5-T6 diberikan latihan otot inspirasi dengan beban sebesar 30% MIP yang disesuaikan berdasarkan pengukuran MIP setiap minggu. Latihan dengan durasi 30 menit/hari dan frekuensi 5 hari/minggu selama 6 minggu. Uji Wilcoxon digunakan untuk membandingkan data MIP sebelum dan setelah latihan selama 6 minggu. Nilai tengah MIP sebelum dan setelah latihan didapatkan sebesar 38 (30-85) cmH2O dan 85 (56-126) cmH2O dengan nilai p<0,05. Simpulan: terjadi peningkatan kekuatan otot inspirasi setelah latihan menggunakan threshold IMT pada pasien CMS fase kronis.

 


Spinal cord injury (SCI) is injury of the spinal cord characterized by disorders of the motor, sensory, and autonomic components. The severity depends on the ASIA Impairment Scale (AIS) classification and neurological level. The common problems is respiratory muscle weakness so sufferers tend to experience respiratory complications. Inspiratory muscle strength is illustrated by Maximal Inspiratory Pressure (MIP) value, measured using respiratory muscle manometer (MicroRPM®), and enhanced by inspiratory muscle strength training. This thesis is structured to determine the average MIP before and after inspiratory muscle training using Threshold Inspiratory Muscle Trainer (threshold IMT®) in chronic phase SCI patients. The study design used one group pre and post-test intervention study. Eleven people with SCI AIS A-D and neurological level C5-T6 were given inspiratory muscle training with load 30% MIP adjusted according to weekly MIP measurements. The duration is 30 minutes / day and  frequency is 5 days / week for 6 weeks. The Wilcoxon test was used to compare MIP data before and after exercise for 6 weeks. The median MIP before and after exercise was 38 (30-85) cmH2O and 85 (56-126) cmH2O with p <0.05. Conclusion: increase in inspiratory muscle strength after exercise using threshold IMT in chronic phase SCI.

 

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Umur dan jenis kelamin telah umum digunakan sebagai kriteria utama dalam penerimaan pekerja, tetapi biasanya tidak jelas apakah usia dan jenis kelamin ini dapat mempengaruhi kinerja kerja. Sementara sejumlah penelitian terbaru yang telah dilakukan menggambarkan hubungan antara umur, jenis kelamin, dan kemampuan manusia (misalnya: kekuatan otot), hasilnya tidak meyakinkan. Di Indonesia, khususnya, isu-isu seperti itu telah jarang dilakukan penelitian, dan hal ini masih penting untuk dipelajari karena hubungan antara faktor-faktor ini mempunyai hasil yang berbeda pada populasi yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara usia dan kekuatan otot antara para pekerja untuk kedua jenis kelamin. Sembilan puluh enam pekerja laki-laki dan perempuan berusia (18-65) tahun direkrut dalam penelitian ini, dan data pada kekuatan genggaman dan kekuatan punggung bawah dikumpulkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa puncak kekuatan genggaman terjadi pada usia sekitar 35-40 tahun. Kekuatan maksimum punggung bawah diidentifikasi pada usia 31-35 tahun (untuk pria) dan 26-30 tahun (untuk wanita). Perbandingan antara dua kelompok usia ekstrim (18-20 vs 61-65) tahun menunjukkan penurunan kekuatan rata-rata 50% untuk tangan dan 30% untuk punggung bawah. Untuk kedua protokol, peserta perempuan cenderung memiliki kekuatan otot yang lebih rendah 70-80% dari pria. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam mengevaluasi persyaratan fisik pekerjaan, dan faktor-faktor yang sesuai (usia dan jenis kelamin) yang relevan untuk suatu jenis pekerjaan tertentu.
Abstract
Age and gender have been commonly used as a main criterion in accepting a job aplicant, but it is usually not clear how these affect job performance. While a number of recent studies have been done that describe the relationships between age, gender, and participants capacity (e.g., muscle strength), the results have been inconclusive. In Indonesia, in particular, such issues have been rarely investigated, and it is still important to study the issue since the relationships between these factors are population-specific. This study aimed at describing the relationships between age and muscle strength among workers for both genders. Ninety-six male and female workers (aged 18?65) were recruited in this study, and data on handgrip and lower back strength were collected. Findings of this study show that peak hand-grip strength occured at the age of around 35-40 years of age, regardless of gender. Maximum lower back strengh was identified at the age of 31-35 years old (for males) and 26-30 years old (for females). Comparisons between two extreme age groups (18-20 vs. 61-65 years of age) showed a mean strength decline of 50% for hand-grip and 30% for the lower back. For both protocols, female participants tended to have lower muscle strength (70-80% of their male counterparts). Findings of this study can be used as a basis in evaluating physical requirements of a job, and the corresponding factors (age and gender) relevant for the job.
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, Universitas Komputer Indonesia, Bandung. Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hendriko
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mencari nilai fleksibilitas otot hamstring pada atlit voli KONI Propinsi DKI Jakarta, khususnya berdasarkan usia, jenis kelamin dan posisi bermain. Studi potong lintang terhadap 25 atlit putri dan 24 putra dengan menggunakan kotak Sit and Reach Test (SRT), dilakukan sebanyak 3 kali percobaan dan diambil nilai tertinggi diantara ketiganya. Nilai rerata fleksibilitas otot hamstring sebesar 18,21 (SD 6,5) cm, atlit putra sebesar 17,6 (SD 6,5) cm, atlit putri sebesar 18,8 (SD 6,6) cm, middle adolescence 14-16 tahun sebesar 15,55 (SD 6,1) cm, late adolescence 17-20 tahun sebesar 19,91 (SD 6,9) cm, young adulthood 21-24 tahun sebesar 18,79 (SD 4,6) cm, pemain penyerang sebesar 18,8 (SD 6,6) cm, pemberi bola 15,5 (SD 6,3) dan pemain serba bisa 20,4 (SD 5,9) cm.
ABSTRACT
This study tends to find hamstring muscle flexibility among KONI Propinsi DKI Jakarta?s volleyball players, based on age, sex and playing position on particularly. A cross sectional study performed in 25 female and 24 male athletes using Sit and Reach Test (SRT) box had done 3 times trial with the best score was recorded. Hamstring muscle?s mean value score was 18,21 (SD 6,5) cm, male athletes was 17,6 (SD 6,5) cm, female athletes was 18,8 (SD 6,6) cm, middle adolescence 14-16 years old was 15,55 (SD 6,1) cm, late adolescence 17-20 years old was 19,91 (SD 6,9) cm, young adulthood 21-24 years old was 18,79 (SD 4,6) cm, hitters was 18,8 (SD 6,6) cm, centers was 15,5 (SD 6,3) while allround players was 20,4 (SD 5,9).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hindun Saadah
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang : Aktifitas dengan posisi berdiri lama merupakan salah satu penyebab terjadinya kelainan pada tungkai bawah dan kaki. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penyangga lengkung longitudinal medial terhadap distribusi tekanan plantar saat berdiri dan berjalan, kekuatan otot triceps surae dan tinggi lengkung longitudinal medial setelah berdiri lama. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental dengan desain penelitian sebelum dan setelah dalam satu kelompok, yang masing-masing unit eksperimennya berfungsi sebagai kontrol bagi dirinya sendiri . Subjek penelitian sebanyak 16 orang satuan pengaman yang sebelumnya diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi . Pada penelitian ini dilakukan pengukuran tekanan plantar dengan variabel yang diukur adalah kontak area dan puncak tekanan dengan menggunakan alat Mat-scan, pengukuran dilakukan pada saat berdiri dan berjalan. Kedua dilakukan pengukuran kekuatan otot triceps surae dengan menggunakan hand held dynamometer, sebelum dan setelah menggunakan penyangga lengkung longitudinal medial, serta pengukuran tinggi lengkung longitudinal medial dengan menggunakan mistar. Pengukuran dilakukan sebelum dan setelah bekerja dengan posisi berdiri lama dengan waktu berdiri sekitar 7 jam menggunakan penyangga lengkung longitudinal medial yang disisipkan pada sepatu. Hasil :Hasil penelitian pada puncak tekanan saat berdiri dan berjalan menunjukan adanya perbedaan bermakna dengan p value <0.05 yang ditunjukan dengan penurunan nilai puncak tekanan. Sementara pada kontak area menunjukan adanya perbedaan bermakna saat berdiri dengan p value < 0.05 yang ditunjukan dengan penurunan luas kontak area. Pada tinggi lengkung longitudinal medial menunjukan perbedaan bermakna dengan p value <0.05 ditunjukan dengan peningkatan tinggi lengkung longitudinal medial. Sementara pada kekuatan otot triceps surae tidak didapatkan perbedaan bermakna. Kesimpulan :Terdapat pengaruh penyangga lengkung longitudinal medial terhadap distribusi tekanan plantar dengan adanya penurunan puncak tekanan saat berdiri dan berjalan dan penurunan luas kontak area pada saat berdiri serta meningkatkan tinggi lengkung longitudinal medial setelah berdiri lama.
ABSTRACT
Background :Activity of prolonged standing position is one of the cause abnormalities in the lower leg and foot. This study to indicate the influence of the medial longitudinal arch support to the plantar pressure distribution, triceps surae muscle strenght, and height arch when standing and walking activity after prolonged standing. Methode :The research methode use was a quasi experimental with research design pre and post in one group, participant as many as 16 poeple were selected in inclusion criteria. The first step is to measure plantar pressure distribution in peak pressure and contact area . Measurement were taken while standing and walking. The second step is to measure the strenght of triceps surae muscle using hand held dynamometer before and after using arch support, and the last measure height of medial longitudinal arch. Measurement techniques performed when the participant going to work with prolonged standing and after work as well as using the medial longitudinal arch support in their shoes. Result :The result of the research showed that can decrease of peak pressure when standing and walking with statistically significant difference with p value<0.05, and decrease of area contact o when s with p value <0.05. Meanwhile height of medial longitudinal medial showed increase and statistically significant difference with p value <0.05. Meanwhile on triceps surae muscle strenght no statistically difference. Conclusion :Influence of the medial longitudinal arch support to decrease the peak pressure during standing and walking and decrease contact area when standing in distribution of plantar pressure and significant in increase the height medial longitudinal arch.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>